Menurut Goel, kebiasaan ini berawal dari keinginan untuk melepaskan diri dari rutinitas yang menekan. Namun, setelah ia menemukan kebahagiaan dalam pekerjaannya, perilaku borosnya perlahan menghilang. Ia menyatakan bahwa memiliki kepuasan dalam pekerjaan dapat mengubah cara pandang seseorang terhadap uang dan pengeluaran.
Untuk mengatasi masalah boros ini, Baeckstrom menyarankan agar setiap individu memahami hubungan mereka dengan uang. Menurutnya, cara seseorang memperlakukan uang sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka dibesarkan dan pengaruh lingkungan masa kecil mereka. Jika seseorang memiliki hubungan yang sehat dengan uang, mereka akan lebih mampu membuat keputusan finansial yang bijak. Sebaliknya, jika mereka merasa tidak aman secara finansial, perilaku boros menjadi lebih mungkin terjadi.
Stefania Troncoso Fernandez, seorang warga Kolombia berusia 28 tahun, mengakui bahwa kurangnya literasi keuangan juga bisa menjadi faktor penyebab boros. Fernandez menjelaskan bahwa latar belakang keluarganya yang miskin membuatnya tidak pernah mendapatkan dorongan untuk menabung sejak kecil.
Samantha Rosenberg, pendiri platform pengembangan kekayaan, mengusulkan bahwa salah satu cara untuk menghindari kebiasaan boros adalah dengan memperlambat proses berbelanja. Berbelanja langsung di toko fisik, misalnya, dapat membantu seseorang untuk mempertimbangkan lebih matang sebelum melakukan pembelian. Hal ini bisa diperkuat dengan menyalakan notifikasi transaksi di ponsel, sehingga setiap pengeluaran dapat dievaluasi dengan lebih kritis.
Rosenberg juga merekomendasikan untuk kembali menggunakan uang tunai dalam bertransaksi, karena menurutnya pembayaran non-tunai sering kali membuat pengeluaran semakin tidak terkontrol akibat kemudahan dalam melakukan transaksi.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama