Suara.com - Aksi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep yang muncul menggunakan kaos bertuliskan 'Putra Mulyono' menuai pro dan kontra. Kaesang dianggap melakukan reverse psychologi dan telah mencemooh rakyat.
Kaesang memakai kaos tersebut saat blusukan ke Tangerang, Selasa (24/9/2024). Nama Mulyono sendiri muncul setelah publik banyak memakainya untuk mengkritik pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mulyono merupakan nama kecil presiden Jokowi.
Namun, kemunculan Kaesang dengan kaos bertuliskan putra Mulyono itu' menuai sentimen negatif.
Pasalnya, Kaesang dianggap tone deaf dengan isu yang sedang banyak disorot publik di masa-masa akhir jabatan Presiden Jokowi. Selain itu, suami Erina Gudono ini juga dianggap melakukan reverse psychology seperti yang telah ia dan keluarganya lakukan sebelumnya.
"Reverse psychology mainan lama keluarga ini. Jangan berhenti sebut Mulyono, Fufufafa, ketek, dsb gaes," tulis akun X @_mardial_.
"Keinget abangnya dulu bikin biki "Wali Kota Karbitan" lalu pakai kaos Petugas Parkir. Pola-pola yang sama dipakai keluarga ini, memakai sindiran netizen sebagai senjata counter atack yang diglorifikasi Buzzer-buzzernya, dulu efektif mendulang simpati, kalau sekarang udah muak," imbuh warganet lain.
Reverse psychology sendiri adalah teknik yang digunakan untuk mempengaruhi seseorang dengan menyarankan kebalikan dari apa yang sebenarnya diinginkan.
Menyadur dari tulisan Sinha & Foscht dalam The Marketing Review, penggunaan preverse psychology yang dilakukan secara terus menerus bisa menimbulkan kejenuhan bagi target. Reverse Psychology juga diartikan sebagai teknik marketing yang menyimpang dari biasanya.
Terkait dengan Kaesang Pangarep yang muncul menggunakan kaos bertuliskan "Putra Mulyono," ini bisa dilihat sebagai bentuk strategi komunikasi.
Baca Juga: Dinaiki Bobby Nasution, Harga Sewa Private Jet Embraer Per Jam Setara Gaji 200 Guru Honorer
Penggunaan kaos itu bisa jadi adalah bentuk reverse psychology. Dengan menunjukkan sikap yang tidak biasa atau menggelitik, ia mungkin ingin orang-orang merespons dengan cara yang membentuk citranya.