Suara.com - Bantuan yang memberikan dampak instan seperti sokongan materi berupa hibah atau pinjaman modal memang banyak disukai. Namun, tak sedikit pula pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) justru lebih nyaman dengan dukungan dan pendampingan tulus yang mengusung filosofi "Berikan Kail Bukan Ikan".
"Pembinaan yang itu, saya senang. Kita dibina, beneran didampingi, tapi sekaligus dibikin mandiri," ujar pemilik Batik Akasia, Ii Hurairoh kepada Suara.com, Rabu (11/9/2024).
Pendampingan yang sukses mencuri hati Ii rupanya diberikan Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA). Perempuan berusia 40 tahun ini mengaku mendapat banyak keuntungan karena menjadi UMKM binaan Astra melalui YDBA.
Ii masih ingat benar saat dirinya pertama kali mengikuti pendampingan oleh YDBA, yakni tahun 2020. Kala itu, pandemi Covid-19 menjadi mimpi buruk bagi banyak pelaku UMKM, tak terkecuali dirinya yang merintis Batik Akasia sejak 2009.
Baca Juga: 10 Tahun Astra Life Terus Berikan Layanan Asuransi Kesehatan Terbaik bagi Masyarakat
Saat ditemui di rumah produksi Batik Akasia di Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ii tampak antusias mengatakan bahwa YDBA punya cara berbeda dalam mendukung pengembangan bisnis UMKM. Bukan jorjoran perihal bantuan dana usaha, melainkan memberi banyak pelatihan yang fundamental dan relevan.
Kontribusi Astra dalam pembinaan UMKM terbukti tidak main-main. Buktinya, ada banyak hal yang Ii pelajari berkat YDBA, mulai dari pemilihan bahan baku, tata ruang usaha, hingga strategi pemasaran. Menurutnya, semua itu memberikan efek positif dalam jangka panjang, bukan hanya saat pandemi.
Salah satu yang paling berkesan baginya adalah materi tentang pembukuan dan arsip. Awalnya memang bikin lumayan syok dan kewalahan, tetapi ternyata sangat bermanfaat di kemudian hari. Misal, Ii jadi tidak begitu kesulitan saat harus menyiapkan beragam data dan dokumen penting untuk mengurus berbagai legalitas usaha.
"Kita jadi rapi manajemennya," kata Ii.
Ibu tiga anak itu juga mengatakan, "Apa yang dikasih YDBA sesuai dengan kebutuhan UMKM itu. Butuhnya pelatihan apa atau lainnya? Ada asesmen dulu."
Baca Juga: Bawa Batik Mendunia, Intip Penampilan Memukau Enzy Storia dan Cinta Laura Hadiri Paris Fashion Week
Jalan Panjang Kesuksesan Batik Akasia
Sudah 15 tahun Batik Akasia menjadi salah satu UMKM yang berkomitmen turut melestarikan budaya lewat setiap produk mereka. Perjalanan panjang ini ternyata dimulai Ii tiga tahun sebelumnya dengan belajar membatik dari nol.
Tahun 2006, gempa 5,9 skala richter mengguncang Yogyakarta dan sekitarnya. Saat itu, Bantul yang merupakan tempat tinggal Ii merupakan wilayah terdampak paling parah dengan lebih dari 4 ribu korban jiwa.
Semua orang berusaha bangkit dengan berbagai cara, termasuk memanfaatkan setiap bantuan dan peluang yang ada. Upaya rekonstruksi dan rehabilitasi mencakup seluruh sektor, tentunya tak terkecuali perekonomian masyarakat.
"Setelah gempa, banyak pelatihan dari pemerintah dan berbagai pihak lainnya," ucap Ii.
Soal membatik, Ii mulanya termotivasi belajar dari suami yang sudah lebih dahulu mengikuti pelatihan oleh Balai Besar Kerajinan dan Batik (BBKB). Berbekal kemampuan seadanya yang terus diasah, Ii dan suaminya konsisten membatik, lalu coba-coba menitipkan hasilnya ke toko pengrajin lain untuk dijual.
"Lama-kelamaan, kok, banyak disukai? Akhirnya 2009 berdiri usaha Batik Akasia ini," tuturnya.
Akasia merupakan pohon kaya manfaat. Hal tersebut sejalan dengan harapan mulia di balik berdirinya Batik Akasia. Tidak hanya ingin meningkatkan perekonomian keluarga, bisnis ini juga berawal dari tekad untuk hidup lebih bermanfaat bagi umat.
"Ingin melestarikan budaya dan ingin hidup lebih bermanfaat, bisa memberikan kontribusi bagi lingkungan sekitar atau lebih luas, untuk negara dan agama," ucap Ii.
Produk unggulan Batik Akasia adalah natural dyes batik yang berbasis pewarnaan dari ekstrak kulit kayu dan daun-daunan dari berbagai tumbuhan. Kendati menggunakan pewarna alam, batik tulis dan cap yang dihasilkan tetap memiliki tampilan menarik plus mencuri atensi.
Dalam sebulan, Batik Akasia yang memiliki ratusan motif khas memproduksi 500 – 1.000 lembar kain batik. Harganya mulai dari Rp100 ribu hingga jutaan rupiah. Ada pula produk kreasi kain batik, termasuk aneka busana anak maupun dewasa serta berbagai aksesori, seperti bros dan obi.
Promosi dan penjualan berjalan secara luring maupun daring. Kini Batik Akasia telah memiliki pelanggan besar yang berasal dari wilayah Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan, hingga pembeli dari luar negeri. Bahkan, Batik Akasia sudah melakukan konsinyasi dengan pengusaha di Jepang.
Ke depannya, Ii berharap bisnisnya bisa lebih berkembang sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar pula bagi masyarakat. Itulah mengapa dirinya selalu bersemangat apabila mendapat kesempatan untuk belajar, terlebih sebagai UMKM binaan YDBA.
"Pokoknya kalau diajak pelatihan, apalagi materinya itu yang saya belum pernah, pasti saya mau," kata mantan guru matematika ini.
Program Pendampingan yang Memandirikan
YDBA didirikan pada 1980. Saat itu, perusahaan besar di Indonesia belum memikirkan program Corporate Social Responsibility (CSR) atau kontribusi sosial, akan tetapi pendiri Astra, Oom Wiliam Soeryadjaya, telah mendirikan YDBA dengan fokus membina UMKM.
Oom ingin Astra berkembang dan bermanfaat seperti pohon rindang yang berguna sebagai tempat berteduh dari hujan dan panas. Singkat kata, Oom sangat berharap Astra menjadi perusahaan yang bermanfaat bagi masyarakat dan negara, sejalan dengan tujuan Astra "Sejahtera Bersama Bangsa".
"YDBA sendiri didirikan Pendiri Astra dengan filosofi 'Beri Kail Bukan Ikan'. Artinya, Astra melalui YDBA memberikan program pembinaan yang bukan bersifat short term/charity, tetapi sustain melalui program pelatihan dan pendampingan yang bersifat manajemen juga teknis, fasilitasi pemasaran dan fasilitasi pembiayaan yang mendukung kemandirian UMKM," ungkap Ketua Pengurus YDBA, Rahmat Samulo, saat dihubungi Suara.com pada Rabu (25/9/2024).
"Di samping itu, YDBA juga mendukung bagaimana UMKM dapat memenuhi legalitas yang dibutuhkan UMKM di setiap sektor. Saat ini YDBA membina UMKM di sektor manufaktur, bengkel R4, pertanian yang bernilai tambah serta kerajinan dan kuliner," imbuh Samulo.
Terdapat 1.328 UMKM aktif yang kini mengikuti program pembinaan YDBA di tahun 2024, di mana 17% Manufaktur, 15% Bengkel, 33% Pertanian, 25% Kuliner dan 9% Kerajinan. UMKM tersebut tersebar di 19 wilayah, antara lain Cakung, Banyuwangi, Bantul, Solo, Tegal, Banyumas, Salatiga, Citeureup dan Puncak Dua Bogor, Lebak Banten, Sangatta Kaltim, Paser Kaltim, Bontang Kaltim, Manggarai Barat NTT, Manggarai Timur NTT, Barito Utama Kalimantan Tengah, Tanjung Kalimantan Selatan, Bandung dan Cikuya Tangerang.
Di wilayah Yogyakarta sendiri, terdapat 142 UMKM yang tengah dibina Astra melalui YDBA. Salah satunya adalah Batik Akasia yang pemiliknya mengaku cocok dengan filosofi "Beri Kail Bukan Ikan" yang selalu dijunjung tinggi YDBA.
"Yogyakarta menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki potensi, baik di industri manufaktur, kerajinan, dan pertanian. Melihat potensi tersebut, pada tahun 2012 Astra melalui YDBA mendirikan cabang atau dikenal Lembaga Pengembangan Bisnis (LPB) yang menjalankan pembinaan di sektor manufaktur, bengkel R4, pertanian bernilai tambah serta kerajinan dan kuliner," ujar Samulo.