Apa Jabatan Soeharto saat G30S PKI Meletus? Ini Perannya di Malam Mencekam

Wakos Reza Gautama Suara.Com
Jum'at, 20 September 2024 | 09:25 WIB
Apa Jabatan Soeharto saat G30S PKI Meletus? Ini Perannya di Malam Mencekam
Ilustrasi Soeharto. Jabatan Soeharto saat G30S PKI. [Wikipedia]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Peristiwa Gerakan 30 September 1965 atau G30S PKI merupakan salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Republik Indonesia. Di malam itu, sebanyak enam jenderal dan perwira pertama Angkatan Darat menjadi korban. 

Mereka ialah Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani, Letjen (Anumerta) Suprapto,  Letjen (Anumerta) Siswondo Parman, Mayjen (Anumerta) Donald Isaac Panjaitan, Mayjen (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen (Anumerta) Mas Tirtodarmo Haryono dan Kapten (Anumerta) Pierre Tendean.

Para perwira ini diculik dari kediamannya lalu dibawa ke sebuah daerah bernama Lubang Buaya. Di sana jenazah mereka dimasukkan ke dalam sumur kecil.

TNI Angkatan Darat menuding PKI sebagai dalang di balik penculikan para jenderal itu hingga tersebutlah istilah G30S PKI. 

Baca Juga: Dokumen CIA Terbongkar: Benarkah AS Dalang G30S PKI?

Adalah Mayjen Soeharto yang berperan dalam situasi krisis tersebut. Saat peristiwa G30S PKI meletus, Soeharto menjabat sebagai Panglima Kostrad. 

Para perwira tinggi Angkatan Darat menggelar rapat menyikapi situasi penculikan para jenderal pada 1 Oktober 1965 pagi. Rapat menyimpulkan bahwa Jenderal Yani dan lima jenderal lainnya diculik.

Para perwira tinggi itu juga sepakat menunjuk Pangkostrad Mayjen Soeharto sebagai caretaker Panglima Angkatan Darat.

Penunjukan Soeharto sebagai caretaker Panglima AD tak lepas dari posisinya saat itu dimana Jenderal Yani memperlakukan Soeharto sebagai orang kedua di TNI AD.

Setiap Yani bepergian ke luar negeri, Soeharto yang dipercaya sebagai pelaksana tugas Panglima Angkatan Darat.

Baca Juga: Dalang di Balik Peristiwa G30S/PKI Berdasarkan Sejumlah Teori yang Selama Ini Berkembang

Mungkin inilah alasan yang membuat para perwira tinggi AD saat itu memilih Soeharto sebagai caretaker Panglima Angkatan Darat.

Sementara itu Nasution baru bisa bergabung di Markas Kostrad bersama Soeharto dan para perwira pada sore harinya.

Presiden Sukarno sebenarnya sudah menunjuk Asisten III bidang Personel Mayjen Pranoto Reksosamodra sebagai caretaker Panglima Angkatan Darat begitu mendapat kabar hilangnya Ahmad Yani.

Namun keputusan Sukarno ini tidak dipatuhi Soeharto. Soeharto melarang Pranoto menemui Presiden Sukarno. Alasan Suharto ia tak ingin ada jenderal lagi menjadi korban di tengah suasana yang sedang kalut.

Nasution sendiri mengikuti keputusan perwira Angkatan Darat yang mengangkat Soeharto sebagai carataker Panglima AD.

Sebagai orang yang berkuasa penuh saat itu, Soeharto dengan leluasa memberikan perintah kepada pasukannya untuk melumpuhkan pasukan yang terlibat dalam G30S PKI. 

Soeharto juga memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) menyerbu Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma yang dianggap sebagai tempat persembunyian para tokoh G30S PKI dan tempat para jenderal yang diculik disembunyikan. 

Hingga akhirnya Ahmad Yani dkk berhasil ditemukan di dalam sumur tua di Lubang Buaya dalam keadaan tidak bernyawa. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI