Suara.com - Aktor Reza Rahadian menjadi sorotan saat turun langsung demo di depan pagar Gedung DPR Jakarta, terkait penolakan revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) atau #KawalPutusanMK, pada Kamis 22 Agustus 2024. Ia tidak hanya berpartisipasi, tetapi juga memberikan orasi di atas mobil komando.
"Saya hadir hari ini sebagai rakyat biasa bersama teman-teman dan mewakili suara orang-orang yang gelisah melihat demokrasi kita seperti ini. Negara ini bukan negara milik keluarga tertentu," ungkapnya.
Melalui orasinya tersebut, Reza mengaku tidak mendapatkan paksaan dari siapapun.
"Saya turun sebagai rakyat. Saya menyuarakan apa yang meresahkan. Tidak ada paksaan dari siapa pun, tidak ada latar belakang kepentingan apa pun, tidak ada," tegas Reza Rahadian.
Baca Juga: Dijamin Tak Jadi Pengangguran, Reza Rahadian Punya Sederet Usaha yang Nilainya Capai Rp72 Miliar
Reza Rahadian memang dikenal sebagai sosok yang kritis. Pernyataan ini menunjukkan betapa mendalamnya kepeduliannya terhadap isu-isu sosial dan politik.
Kemampuannya ini tidak bisa dipisahkan dari sang nenek, Francisca Casparina Fanggidaej. Nenek dari Reza ternyata adalah seorang pejuang di masa kemerdekaan dan seorang tokoh revolusioner.
Kisah nenek Reza Rahadian tidaklah mudah. Peristiwa G30S pada tahun 1965, membuat Francisca Fanggidaej harus hidup dalam pengasingan di luar negeri selama puluhan tahun.
Francisca Fanggidaej lahir pada 16 Agustus 1925, di Noel Mina, Pulau Timor. Menurut Hersri Setiawan dalam buku Memoar Perempuan Revolusioner (2006), Fransisca menyebut dirinya sebagai anak “Belanda Hitam”, yang lahir dari pasangan Gottlieb Fanggidaej dan Magda Mael.
Saat memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, Francisca aktif dalam organisasi Pemuda Republik Indonesia (PRI) di Surabaya. Ia ikut serta dalam Kongres Pemuda Indonesia I di Yogyakarta, pada November 1945.
Fransesca ditugaskan Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia untuk melakukan safari revolusi pemuda di berbagai negara. Dengan membawa brosur, foto, dan poster yang menginformasikan kemerdekaan Indonesia, Frasisca berkeliling ke India dan Cekoslowakia.
Francisca Fanggidaej menikah dengan Sukarno, seorang anggota dewan dari Pesindo pada 1948. Dari Sukarno, Francisca dikaruniai seorang anak perempuan bernama Nilakandi Sri Luntowati.
Dari pernikahan keduanya dengan sesama wartawan bernama Soepriyo, Francisca Fanggidaej dikaruniai enam orang anak. Salah satunya adalah Pratiwi Widianti yang merupakan ibunda Reza Rahadian.
Nenek Reza Rahadian ini adalah seorang pejuang jarang disebut dalam narasi sejarah. Sebab selama peristiwa Gerakan 30 September 1965, Francisca sedang berada di Chili mewakili Indonesia.
Ia bersembunyi dari identitasnya dan tinggal di Tiongkok selama 20 tahun. Francisca Fanggidaej meninggal di Utrecht, Belanda, pada 2013 sebagai warga negara Belanda
Sebelum meninggal dunia Francisca Fanggidaej sempat bertemu dengan Reza Rahadian. Ketika itu, aktor 37 tahun itu mengunjungi sang nenek pada masa syuting film Habibie dan Ainun.