Sejarah Gamelan Sekaten, Tradisi Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Solo

M. Reza Sulaiman Suara.Com
Rabu, 11 September 2024 | 15:46 WIB
Sejarah Gamelan Sekaten, Tradisi Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW di Keraton Solo
Ilustrasi sejarah tradisi gamelan Sekaten (X/Negeri_Sendiri)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Baru-baru ini Gamelan Sekaten digelar di Keraton Solo untuk menyambut peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Lantas, bagaimana sejarah tradisi gamelan Sekaten? Berikut ini ulasan sejarahnya lengkap dengan fungsi dan tradisinya.

Diketahui bahwa tradisi Gamelan Sekaten ini merupakan bagian dari serangkaian acara yang berlangsung di Keraton Solo. Acara kirab tahunan ini diselenggarakan dari Keraton Solo menujuBangsal Pradangga Masjid Agung.

Bicara mengenai tradisi gamelan Sekaten, mungkin masih ada sebagian orang yang belum tahu mengenai sejarahnya. Nah untuk lebih jelasnya, berikut ini ulasan mengenai sejarah tradisi Gamelan Sekaten lengkap dengan fungsi dan tradisinya.

Sejarah Tradisi Gamelan Sekaten

Baca Juga: Bacaan Barzanji Maulid Nabi Lengkap Tulisan Arab, Latin dan Terjemahannya

Gamelan sekaten merupakan jenis gamelan Jawa yang biasanya dimainkan pada saat tradisi Sekaten digelar. Adapun tradisi gamelan Sekaten ini diselenggarakan di dua keraton yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kesunanan Surakarta Hadiningrat.

Tradisi gamelan sekaten ini digelar guna memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Gamelan Sekaten ini kali pertama dikembangkan pada masa Kesultanan Demak. Pada masa itu, gamelan dijadikan sebagai media untuk dakwah atau penyebaran agama Islam yang digagas Wali Sanga.

Berdasarkan cerita turun-temurun, dakwah Islam menggunakan gamelan dilakukan  Wali Sanga pada abad 16. Sebelumnya, masyarakat Jawa hanya tahu Hindu dan Buddha, serta gamelan dikenal sebagai bagian upacara adatnya.

Karena hal ini, untuk memudahkan Wali Sanga dalam penyebaran agama Islam pada masa itu, Wali Songo pun memilih menggunakan gamelan sebagai media dakwah. Gamelan tersebut lantas ditabuh  dengan keras di dekat masjid agar terdengar sampai jauh.

Karena bunyi gamelan tersebut, orang Jawa pada masa itu pun akan datang ke area masjid untuk melihat wujud gamelan. Berasal dari latar belakangan inilah akhirnya tercipta gamelan Sekaten yang sampai saat ini berlangsung di bulan Maulud.

Baca Juga: 3 Contoh Khutbah Jumat Maulid Nabi Beserta Dalilnya, Berisi Pesan Penuh Makna

Fungsi Gamelan Sekaten

Gamelan Sekaten ini memiliki sejumlah fungsi baik bagi raja, ulama maupun masyarakat.  Nah untuk selengkapnya, berikut ini beberapa fungsi gamelan Sekaten:

  1. Bagi Raja: Fungsi gamelan bagi Raja pada acara Sekaten itu sebagai bentuk pengakuan atas kebesaran serta kekuasaan raja. Selain itu, fungsi gamelan juga sebagai sarana untuk memperkokoh kerajaan serta kolektifitas sosial.
  2. Bagi Ulama: Fungsi gamelan bagi ulama pada acara Sekaten yaitu sebagai sarana untuk dakwah  atau penyebaran agama Islam kepada masyarakat.
  3. Bagi masyarakat: Fungsi gamelan bagi masyarakat pada acara Sekaten yaitu untuk memperoleh kesejahteraan ekonomi, serta kesehatan badan dan jiwa. Selain itu, gamelan juga berfungsi sebagai sarana hiburan dan rekreasi

Tradisi Gamelan Sekaten

Tradisi perayaan Sekaten yang berlangsung di Surakarta digelar selama tujuh hari. Adapun kata Sekaten asal katanya dari syahadatain, yang artinya dua kalimat syahadat. Dua kalimat syahadat secara simbolik direpresentasikan ke dalam dua gamelan.

Dua gamelan tersebut dikenal juga dengan nama Kanjeng Kyai Guntur Sari dan Kanjeng Kyai Guntur Madu. Adapun dua gamelan ditempatkan di tempat berbeda di halaman Masjid Agung di kawasan Keraton Surakarta, tepatnya di Bangsal Pradangga Kidul dan Bangsal Pradangga Lor.

Dua gamelan ini biasanya ditabuh secara bergantian yang dibunyikan selama seminggu atau tujuh hari dalam tradisi galeman Sekaten. Tradisi ini berlangsung sampai tiba puncaknya acara Grebeg Maulud  dalam acara peringatan Maulid Nabi SAW.

Demikian ulasan mengenai Sejarah Tradisi Gamelan Sekaten lengkap dengan fungsi dan tradisinya. 

Kontributor : Ulil Azmi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI