Suara.com - Kedekatan antara Paus Fransiskus dan tokoh terkemuka Islam Indonesia, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar, telah berhasil menarik perhatian publik. Dalam sebuah pertemuan bersejarah yang berlangsung di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis, 5 September 2024, berlangsung sebuah momen yang sangat simbolis, yaitu ketika Nasaruddin Umar mencium kening Paus yang berusia 87 tahun tersebut. Momen tersebut segera mencuri perhatian banyak orang, karena mencerminkan rasa hormat dan persaudaraan lintas agama yang mendalam antara kedua tokoh tersebut.
Dalam pertemuan itu, baik Nasaruddin Umar maupun Paus Fransiskus tampak akrab dan hangat. Di akhir pertemuan, saat mereka akan berpisah di halaman Masjid Istiqlal, terjadi momen yang semakin menegaskan kedekatan mereka. Keduanya berjabat tangan, dan Nasaruddin dengan penuh takzim mencium kening Paus sebanyak dua kali.
Sebagai balasan atas sikap hormat tersebut, Paus Fransiskus membalas dengan mencium tangan Nasaruddin Umar, sebuah gestur yang sangat kuat dalam menyimbolkan penghormatan dan saling pengertian antara pemimpin dua agama besar dunia tersebut.
Seperti apa profil Imam Besar Masjid Istiqlal? Simak ulasan selengkapnya di bawah ini.
Profil Imam Besar Masjid Istiqlal
Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal, bukanlah sosok asing di Indonesia, khususnya di kalangan umat Islam. Sebagai seorang guru besar tafsir Al-Qur’an, ia memiliki latar belakang pendidikan dan pengalaman yang sangat mendalam. Lahir di Ujung Bone, Sulawesi Selatan, pada 23 Juni 1959, dari pasangan Andi Muhammad Umar dan Andi Bunga Tungke, Nasaruddin memulai pendidikannya di pesantren.
Ia menempuh pendidikan dasar hingga menengah di Pesantren As'adiyah, Sengkang, yang kemudian menjadi fondasi kuat bagi perkembangan intelektual dan spiritualnya. Setelah menyelesaikan pendidikan di pesantren, Nasaruddin melanjutkan studi di Fakultas Syariah IAIN Alauddin Ujung Pandang, Makassar. Ia berhasil lulus pada tahun 1976 dan melanjutkan pendidikannya ke jenjang magister di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Di sana, ia semakin mendalami ilmu-ilmu keislaman, khususnya tafsir Al-Qur'an, dan pada tahun 1998 berhasil meraih gelar doktor dengan disertasi berjudul "Perspektif Gender Dalam Al-Qur’an," sebuah karya yang menandai kontribusi pentingnya dalam wacana gender dalam Islam.
Selain kiprahnya di dunia akademik, Nasaruddin juga aktif dalam berbagai peran publik dan keagamaan. Pada tahun 2002, ia diangkat menjadi Guru Besar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebuah pencapaian yang memperkokoh reputasinya sebagai intelektual muslim terkemuka.
Di luar akademik, Nasaruddin pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Agama pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari tahun 2011 hingga 2014. Pada masa itu, ia mendampingi Menteri Agama Suryadharma Ali dalam berbagai program dan kebijakan keagamaan yang bertujuan mempererat hubungan antarumat beragama di Indonesia.
Baca Juga: Demi Paus Fransiskus, Ribuan Warga Papua Bakal Menyeberang ke Papua Nugini
Sebagai tokoh yang dihormati dalam dunia Islam, Nasaruddin juga terlibat aktif dalam organisasi keagamaan. Ia menjabat sebagai Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul 'Ulama (PBNU) serta Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada periode 2015-2020. Peran-peran tersebut memperlihatkan bagaimana Nasaruddin dihormati dan dipercaya di kalangan ulama dan pemimpin Islam di Indonesia.