Suara.com - Menurut pakar Hadist Ibnu Hajar Al-Asqalani, peringatan Maulid Nabi dimulai abad 3 Hijriyah dan termasuk bid'ah karena tidak diamalkan di masa Rasulullah saw. Lantas bagaimana dengan hukum Puasa Maulid? Pasalnya ada beberapa umat Islam yang melaksanakannya.
Status hukum merayakan Maulid Nabi menjadi menarik untuk didiskusikan berdasarkan fakta kapan maulid Nabi baru diadakan. Dikutip dari Islam.nu.or.id, jika dilihat dari keasliannya, maulid yang dirayakan termasuk kategori bid'ah karena sebelumnya, perayaan Maulid tidak diamalkan di masa Rasulullah saw masih hidup.
Namun, umat Islam yang ingin menjunjung Nabi Muhammad saw melakukan perayaan Maulid Nabi mulai abad 3 Hijriyah. Dengan tujuan memuliakan nabi Muhammad saw, ada pula yang melaksanakan puasa Maulid.
Hukum Puasa Maulid
Perlu diketahui lebih dulu bahwa dalam Islam puasa sunnah ada dua jenis yakni puasa sunnah mutlak dan puasa sunnah muqayad.
Baca Juga: 20 Kata-kata Ucapan Maulid Nabi 2024 yang Menyentuh Hati
Puasa sunnah mutlak merupakan puasa yang dikerjakan tanpa baas waktu atau tempat tertentu asalkan tidak dikerjakan bertepatan dengan hari raya, hari tasyrik, hari Jumat saja atau hari sabtu saja. Sedangkan puasa sunnah muqayad merupakan puasa sunah yang dikerjakan di hari-hari tertentu berdasarkan anjuran Nabi Muhammad.
Puasa yang dianjurkan oleh nabi Muhammad saw itu termasuk puasa 10 Muharram, puasa arafah, puasa senin kamis, puasa hari putih, puasa syawal, puasa sya'ban dan masih banyak lagi yang lain. Namun di antara puasa sunnah muqayad tidak ada yang dinamakan puasa hari Maulid Nabi. Oleh karena itu, hukum puasa maulid tidak termasuk puasa yang disyariatkan.
Meskipun demikian, melaksanakn puasa Maulid Nabi merupakan salah satu cara positif untuk mengisi bulan kelahiran Nabi Muhammad saw sehingga diperbolehkan kepada yang mampu. Akan tetapi, memasuki bulan Rabiul Awal, Nabi Muhammad saw menganjurkan umat Islam untuk melaksanakan puasa Senin-Kamis, dan puasa Ayyamul bidh. Mengenai waktu pelaksanaan dan lafal niatnya dapat disimak di bawah ini.
Waktu pelaksanaan Puasa Maulid dan lafal niat
Puasa bulan Maulid yang terdiri atas puasa Senin-Kamis dan Ayamul Bidh dilakukan tanggal 13,14, dan 15 bulan Rabiul Awal. Adapun niat puasanya adalah di bawah ini:
Niat puasa Senin:
Baca Juga: Ahlan Wa Sahlan Syahru Maulud Artinya Apa? Ini Penjelasannya
"Nawaitu shouma ghadin yaumal itsnaini sunnatan lillahi ta'ala”.
Artinya: “Saya berniat berpuasa besok hari Senin sunnah karena Allah ta'ala”.
Niat puasa Kamis:
“Nawaitu shouma ghadin yaumal khomisi sunnatan lillahi ta'ala".
Artinya: “Saya berniat berpuasa besok hari Kamis sunnah karena Allah ta'ala”.
Niat puasa Ayyamul Bidh:
“Nawaitu sauma ayyaamal bidh sunnatan lillahi ta'ala”.
Artinya: "Saya berniat puasa pada hari-hari putih, sunnah karena Allah ta'ala”.
Dalil Puasa Maulid
Berdasarkan buku Tafsir Ruuhul Ma'aani, Syeikh Al menyebutkan puasa Maulid dapat dilaksanakan untuk mensyukuri dan menerima rahmat dari Allah Swt atas kelahiran Nabi Muhammad saw. Allah Swt berfirman,
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.’” (QS. Yunus: 58).
Di sisi lain seorang ulama terkemuka bernama Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani menelusuri dasar peringatan maulid nabi, ia menemukan puasa di bulan Maulid berasal dari hadist riwayat Bukhari Muslim. Riwayat tersebut mengisahkan asal usul Puasa Asyura dilakukan sebagai wujud rasa syukur dan peringatan atas runtuhnya kejayaan fir'aun dan selamatnya Nabi Musa as. Syekh Ibnu Hajar Al-Asqani menjelaskan;
واستنبط الحافظ ابن حجر تخريج عمل المولد على أصل ثابت في السنة وهو ما في الصحيحين أن النبي صلى الله عليه وسلم قدم المدينة فوجد اليهود يصومون يوم عاشوراء فسألهم فقالوا هو يوم أغرق الله فيه فرعون ونجى موسى ونحن نصومه شكرا فقال نحن أولى بموسى منكم وقد جوزي أبو لهب بتخفيف العذاب عنه يوم الإثنين بسبب إعتاقه ثويبة لما بشرته بولادته صلى الله عليه وسلم وأنه يخرج له من بين إصبعيه ماء يشربه كما أخبر بذلك العباس في منام رأى فيه أبا لهب ورحم الله القائل وهو حافظ الشام شمس الدين محمد بن ناصر حيث قال إذا كان هذا كافرا جاء ذمه وتبت يداه في الجحيم مخلدا أتى أنه في يوم الإثنين دائما يخفف عنه للسرور بأحمد فما الظن بالعبد الذي كان عمره بأحمد مسرورا ومات موحدا.
Artinya, “Syekh Ibnu Hajar Al-Asqalani melacak dasar hukum (istinbathul ahkam) peringatan maulid nabi (muludan) pada sebuah hadits riwayat Bukhari dan Muslim. Riwayat itu menyebutkan ketika tiba di Kota Madinah Rasulullah SAW mendapati orang-orang Yahudi setempat berpuasa di hari Asyura. Rasulullah SAW bertanya kepada mereka terkait peristiwa yang terjadi pada hari Asyura. ‘Asyura adalah hari di mana Allah menenggelamkan Fir‘aun dan menyelamatkan Nabi Musa AS. Kami berpuasa hari Asyura ini sebagai rasa syukur,’ jawab mereka. ‘Kalau begitu kami lebih layak bersyukur atas kemenangan Nabi Musa AS dibanding kalian,’ kata Rasulullah SAW.
Setelah itu Rasulullah saw mengajarkan kepada umat Islam untuk puasa Asyura dan puasa Ayyamul Bidh di bulan rabiul awal. Puasa Ayyamul Bidh dilaksanakan untuk membedakan ibadah puasa yang dilakukan oleh umat Islam dengan umat Yahudi. Umat Yahudi juga melaksanakan puasa pada hari Asyura untuk memperingati hal yang sama seperti yang disebutkan Syeh Ibnu Hajar di atas.
Demikian itu informasi atas hukum puasa Maulid. Semoga bermanfaat dan dapat dipahami.
Kontributor : Mutaya Saroh