Suara.com - Pasar Tanah Abang, yang terletak di jantung Kota Jakarta, bukan hanya sekadar pusat perbelanjaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, tetapi juga menyimpan sejarah panjang yang kaya akan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya Indonesia. Baru-baru ini, banyak orang penasaran mengenai sejarah pasar Tanah Abang usai Uskup Agung Melbourne, Peter Andrew Comensol, salah mengiranya sebagai Masjid Istiqlal.
Dalam perjalanannya di Indonesia menemani Paus Fransiskus, Sang Uskup Agung mengunggah beberapa potret Kota Jakarta dari ketinggian. Adapun salah satu bangunan yang tampak pada foto tersebut yaitu Pasar Tanah Abang. Menariknya, Peter mengira bangunan yang ia foto dari ketinggian tersebut adalah Masjid Istiqlal.
"Saya pikir itu adalah Masjid Istiqlal di salah satu foto, di mana pertemuan antaragama dengan Paus Fransiskus akan berlangsung," tulis Peter, dikutip dari akunnya di X.
Unggahan Peter itu pun langsung dibanjiri oleh komentar kocak warganet. Banyak warganet yang merasa terhibur dengan unggahan Peter.
Seiring ramainya pemberitaan mengenai Uskup Agung Melbourne yang mengira pasar Tanah Abang sebagai Masjid Istiqlal, mari simak sejarah pasar Tanah Abang, yang dilansir dari berbagai sumber.
Sejarah Pasar Tanah Abang
Pasar Tanah Abang dikenal sebagai pusat perbelanjaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Nama Tanah Abang mulai dikenal pada pertengahan abad 17, sehingga orang-orang pun banyak yang mengira nama tersebut asalnya dari tentara Mataram saat menyerang VOC tahun 1628.
Pasukan Mataram menjadikan Tanah Abang sebagai landasan perang mereka, karena kontur tanahnya yang berbukit-bukit serta adanya genangan rawa-rawa sekitarnya. Kawasan tersebut juga memiliki tanah yang berwarna merah, atau ‘abang’ dalam bahasa Jawa.
Tahun 1740, Peristiwa Chineezenmoord pecah di mana etnis China yang ada di Batavia dibantai oleh VOC. Bahkan VOC juga merusak harta benda, termasuk memporak-porandakan pasar Tanah Abang hingga dibakar.
Pada 1881, pasar Tanah Abang pun dibangun kembali. Mulanya pasar Tanah Abang hanya dibuka hari Sabtu, namun kemudian ditambah juga buka di hari Rabu, sehingga pasar Tanah Abang bukanya 2 kali dalam seminggu pada kala itu.
Mulanya bangunan pasar ini berbentuk sangat sederhana. Lalu, di akhir abad 19 pasar ini pun terus mengalami perbaikan. Pada bagian lantainya mulai dikeraskan menggunakan pondasi adukan. Tahun 1913, renovasi pasar Tanah Abang kembali dilakukan.
Tahun 1926, pemerintah Batavia merenovasi Pasar Tanah Abang dengan diganti menggunakan bangunan permanen. Pelataran parkir jadi area parkir kuda-kuda yang dulu digunakan untuk kendaraan seperti delman dan penarik gerobak.
Pasar Tanah Abang pun semakin berkembang usai Stasiun Tanah Abang dibangun. Lalu bangunan-bangunan lainnya mulai dibangun di sekitaran pasar, seperti Masjid Al Makmur dan Klenteng Hok Tek Tjen Sien.
Pada tahun 1973, kembali dilakukan renovasi pada Pasar Tanah Abang menjadi bangunan 4 lantai. Pasar ini juga tercatat pernah beberapa kali mengalami kebakaran. Usai terjadi kebakaran tahun 2003, beberapa bangunan hangus dan tidak layak pakai.
Lalu pada 2005, pasar Tanah Abang kembali direnovasi. Beberapa bangunan yang dulunya hangus terbakar pun mulai dibangun kembali. Proses pembangunan baru benar-benar selesai pada akhir tahun 2010-an, hingga berbentuk seperti sekarang ini, yang sempat dikira sebagai bangunan Masjid Istiqlal oleh Uskup Agung Melbourne. Demikian sejarah mengenai pasar Tanah Abang.
Kontributor : Ulil Azmi