Suara.com - Saat melangkahkan kaki di Bugis Street, hiruk-pikuk kota yang penuh warna langsung menyambut kami. Aroma menggoda dari makanan jalanan, campuran rempah dan manis yang menguar dari setiap sudut, langsung menyapa indera penciuman kami.
Terletak di jantung Singapura, Bugis Street bukan sekadar pusat belanja, tetapi juga sebuah perjalanan melalui sejarah dan budaya kota ini.
Kawasan ini, dulunya terkenal dengan kehidupan malamnya yang meriah, kini telah bertransformasi menjadi destinasi belanja yang tak terlewatkan. Namun, pesona sejarah tetap terjaga.
Kami menatap bangunan-bangunan bersejarah seperti rumah-rumah bergaya Peranakan dan Kuil Kwan Im Thong Hood Cho. Masih berdiri megah, bagaikan jendela ke masa lalu Singapura.
Baca Juga: Pantas Soimah Tak Bingung Meski Jarang Job di TV, Ternyata Koko Bisnisnya Banyak
Setiap langkah kami di sepanjang jalan ini diiringi oleh visual yang memikat. Kios-kios yang berbaris rapi menyajikan pakaian fashion non-branded, aksesori yang mencuri perhatian, dan kosmetik berkilauan.
Harga yang bersahabat membuat kami tak ragu untuk menjelajahi setiap sudut. Kami juga dimanjakan oleh berbagai varian coklat yang menggoda selera, masing-masing dengan aroma dan tekstur yang mengundang untuk dicicipi.
Namun, yang paling mengesankan adalah kuliner jalanan di sini. Aroma sup, daging bebek, carrot cake goreng dan roti prata menggoda kami untuk mencicipi semuanya. Suara keramaian pasar, tawa riang pengunjung, dan kerincingan dari gerobak makanan menciptakan suasana yang hidup dan penuh warna, menjadikannya pengalaman kuliner yang tak terlupakan.
Kami juga tak bisa melewatkan kesempatan untuk berburu foto Instagramable. Jalanan yang berwarna-warni, mural graffiti artistik, dan dekorasi unik di setiap sudut memberikan latar belakang yang sempurna. Setiap jepretan kamera menangkap esensi Bugis Street yang bersemangat dan berwarna-warni.
Dengan lokasinya yang strategis di pusat kota dan akses mudah melalui transportasi umum, Bugis Street adalah destinasi yang mudah dijangkau dan wajib dikunjungi. Kombinasi antara sejarah, budaya, dan modernitas membuat setiap kunjungan menjadi pengalaman yang memukau dan tak terlupakan.
Baca Juga: Selain Tokyo, Ini 4 Destinasi Hidden Gem di Jepang yang Wajib Dikunjungi!
Haji Lane: Sensasi Seni dan Kuliner yang Memikat
Pesona Singapura tak berhenti di Bugis Street. Masih ada kawasan populer lain yang jadi daftar wajib untuk dikunjungi. Tak lain adalah Haji Lane.
Begitu menginjakkan kaki di Haji Lane, kami langsung disambut oleh suasana yang energetik dan penuh warna. Terletak di Kampong Glam, Haji Lane adalah jalan yang penuh kejutan, menawarkan mural yang memukau dan toko-toko unik yang menggugah rasa ingin tahu kami.
Dulu, Haji Lane adalah pusat perdagangan dengan rumah-rumah toko sempit. Kini, kawasan ini telah bertransformasi menjadi galeri seni terbuka dengan mural dan seni jalanan yang mengisahkan warisan budaya yang beragam. Dekorasi artistik dan warna-warni yang memikat membuat mata kami terus menerus disuguhi pemandangan menarik.
Di sepanjang jalan ini, kami menjelajahi butik-butik fashion independen dan kafe hipster. Setiap toko menawarkan sesuatu yang unik, dari pakaian trendi hingga barang kerajinan tangan yang memikat. Salah satu tempat yang kami pilih untuk makan siang adalah Fatt Choy Eating House.
Kami disambut hidangan pembuka Ngoh Hiang Roll, gilingan udang dibalut kulit tofu yang gurih dan renyah ditemani segarnya Lemon Tea. Sebagai menu utama, pemilik restoran ini menawari kami Wagyu Beef Noodle dengan kuah segar dan tekstur mi yang kenyal. Sebagai penutup, suguhan House-Made Kaya Ice Cream with Churro melengkapi makan siang kami di tempat bernuansa tradisional Cina ini.
Urusan perburuan foto, Haji Lane tak pernah mengecewakan. Dinding yang dihiasi mural berwarna-warni dan dekorasi artistik memberikan latar belakang yang sempurna untuk foto-foto kami. Mural Aztec yang mencolok menjadi latar belakang ideal untuk selfie yang menawan.
Dengan lokasinya yang strategis dan hanya beberapa menit dari Stasiun MRT Bugis, Haji Lane sangat mudah diakses. Menjelajahi kawasan ini terasa sangat nyaman, dan kami tidak perlu khawatir tentang transportasi.
Lou Shang: Nostalgia dan Kuliner dalam Suasana HDB
Malam hari berikutnya, kami melangkah ke Lou Shang. Sebuah tempat di kawasan Prinsep, tak jauh dari tempat kami menginap di Lyf Bugis Singapore. Suasana nostalgia segera menyelimuti kami.
Terletak di lantai dua Mama Diam, kafe dan bar ini menawarkan pengalaman unik dengan tema HDB (Housing Development Board), membawa kami kembali ke era 1980-an dan 1990-an Singapura. Detail-detail seperti kotak surat berantakan dan pintu lift tua yang menjadi pintu masuk rahasia menyentuh kenangan masa lalu kami.
Menu di Lou Shang adalah perpaduan antara hidangan lokal klasik dan sentuhan internasional. Kami memulai petualangan kuliner dengan Roti Hey, hidangan fusion yang menggabungkan kue udang harimau di atas baguette, digoreng renyah, dan disiram dengan kuah kari ayam Nonya yang kaya rasa. Tekstur renyah dan kuah kari yang gurih memberikan sensasi rasa yang memuaskan.
Selanjutnya, kami mencoba Salted Egg Chicken Poppers, potongan paha ayam yang dicocol dengan saus telur asin, menghadirkan rasa autentik yang kuat. Terkenang di Lou Shang adalah menu Nyonya Seafood Laksa. Sebuah hidangan lokal dengan sentuhan udang besar yang kaya rasa menjadi menu utama di tempat makan ini.
Setelah menikmati hidangan, kami turun ke Mama Diam, speakeasy bar yang terinspirasi oleh toko-toko mama tradisional di Singapura. Mama Diam menawarkan suasana yang hangat dan penuh kenangan dengan dekorasi yang mengingatkan pada toko-toko kecil masa kecil kami.
Di Mama Diam, kami menemukan sebuah instalasi replika warung kelontong khas Peranakan. Bukan hanya sebagai pajangan, warung ini juga terbuka untuk dijadikan spot berfoto dan bernostalgia dengan segala jajanan masa kecil. Toples-toples kaca berisikan permen karet, manisan, hingga stiker. Membuat ingatan kami akan masa sekolah dasar kembali terlintas. Ternyata, masa kecil kami dan orang Singapura tak jauh beda.