Profil Francisca Fanggidaej, Nenek Reza Rahadian Ternyata Tokoh Pergerakan Indonesia

Jum'at, 23 Agustus 2024 | 12:32 WIB
Profil Francisca Fanggidaej, Nenek Reza Rahadian Ternyata Tokoh Pergerakan Indonesia
Francisca Fanggidaej, seorang pejuang tokoh pergerakan Indonesia sekaligus nenek Reza Rahadian [Twitter]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Nama pejuang Francisca Fanggidaej ikut jadi sorotan mengiringi aktor Reza Rahadian yang ikut aksi demo tolak Revisi UU Pikada sekaligus kawal Putusan MK di depan Gedung DPR RI pada Kamis (22/8/2024) kemarin. Reza bukan hanya ikut aksi demo, tapi juga memberikan orasi di depan ribuan massa yang turun ke jalan untuk menolak Revisi UU Pilkada.

Usut punya usut, Francisca Fanggidaej merupakan nenek dari Reza Rahadian. Maka tak heran, Reza Rahadian memancarkan aura pejuang yang begitu kuat dalam orasinya.

Simak profil Francisca Fanggidaej, seorang pejuang sekaligus nenek Reza Rahadian berikut ini.

Profil Francisca Fanggidaej

Francisca Fanggidaej
Francisca Fanggidaej

Francisca Casparina Fanggidaej lahir pada 16 Agustus 1925 dan meninggal pada 13 November 2013 dalam usia 88 tahun. Dia dilahirkan dari keluarga Gottlieb Fanggidaej, seorang pegawai tinggi di Hindia Belanda dan Magda Maël, ibu rumah tangga dari Timor Timur.

Baca Juga: Adu Silsilah Reza Rahadian dan Raffi Ahmad yang Beda Sikap soal Kawal Putusan MK: Pejuang vs Jenderal

Sosok Francisca merupakan tokoh pergerakan Indonesia wanita yang juga seorang guru bahasa Inggris dan penerjemah. Dia juga bekerja sebagai wartawan untuk Radio Gelora Pemuda Indonesia.

Francisca sering dipanggil dengan sebutan "Belanda Hitam" oleh penduduk setempat, yakni julukan bagi orang pribumi yang statusnya disamakan dengan dengan orang Belanda. Dia dibesarkan dalam budaya Indo dan karena posisi sang ayah, maka Fransisca bisa mengikuti pendidikan seperti anak-anak kulit putih.

Dikarenakan selalu berbicara bahasa Belanda dalam kehidupan sehari-hari, akhirnya Francisca menjadi sangat fasih menggunakan bahasa itu.

Fransisca awalnya selalu merasa terusik ketika melihat orang-orang menundukkan kepala dan berjalan jongkok ketika memberi hormat kepada orang tuanya. Dia juga bertemu dengan beberapa orang yang rasis karena keluarganya memiliki kulit berwarna. Hal itulah yang kemudian mulai membangkitkan kesadaran anti kolonialisme di dalam diri Francisca.

Ketika masa pendudukan Jepang di Hindia Belanda, Francisca mulai aktif mengikuti diskusi-diskusi dengan pemuda Maluku di Surabaya. Dia juga bergabung dengan Pemuda Republik Indonesia.

Baca Juga: Kala Pesohor jadi Orator: Pekik 'Lawan' Bintang Emon di DPR, Reza Rahadian Sentil 'Negara Bukan Milik Keluarga Tertentu'

Selain itu dia juga ikut menghadiri Kongres Pemuda Indonesia I di Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan November 1945, dan kemudian bergabung dalam Pertempuran Surabaya.

Salah satu peran Francisca di dalam Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) adalah membentuk sebuah seksi perempuan di Mojokerto, Jawa Timur. Setelah pindah ke Madiun, dia menjadi penyiar di Radio Gelora Pemoeda Indonesia yang berada di bawah pengawasan Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia.

Namun karena aktivitasnya sebagai penyiar berbahasa Inggris dan Belanda bersama Yetty Zein, Francisca dicap sebagai pemberontak dan ekstremis oleh Belanda.

Setelah itu, karier Francisca sebagai diplomat dimulai pada tahun 1946 ketika ditugaskan oleh Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia untuk melakukan safari revolusi pemuda di berbagai negara. Dengan membawa brosur, foto, dan poster yang menginformasikan kemerdekaan Indonesia, Frasisca berkeliling ke India dan Cekoslowakia.

Silsilah Keluarga sampai Reza Rahadian

Pada 1948, Francisca menikah dengan Sukarno, seorang anggota dewan dari Pesindo. Dari Sukarno, Francisca dikaruniai seorang anak perempuan bernama Nilakandi Sri Luntowati.

Kemudian dari pernikahannya yang kedua dengan sesama wartawan bernama Soepriyo, Francisca dikaruniai 6 orang anak. Salah satu anaknya bernama Pratiwi Widianti yang merupakan ibunda Reza Rahadian.

Sosok Francisca sebagai seorang pejuang jarang disebut dalam narasi sejarah resmi padahal dia telah menentang kolonialisme sejak muda dan turut berjuang pasca kemerdekaan. Hal ini karena selama peristiwa Gerakan 30 September 1965, Francisca sedang berada di Chili mewakili Indonesia. Tapi kedekatannya dengan Soekarno dan Pemuda Rakyat membuat Francisca tak bisa pulang ke Tanah Air.

Peristiwa kelam itulah yang menghapus sosok Francisca dari buku-buku sejarah yang dibuat Orde Baru. Dia bahkan terpaksa menyembunyikan identitasnya dan tinggal di Tiongkok selama 20 tahun. Francisca meninggal di Utrecht, Belanda pada tahun 2013 lalu sebagai warga negara Belanda karena terpaksa menyerahkan status WNI-nya.

Sebelum meninggal, Francisca sempat bertemu dengan Reza Rahadian. Ketika itu, Reza mengunjungi sang nenek pada masa syuting film Habibie & Ainun.

Kontributor : Trias Rohmadoni

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI