Suara.com - Kalimantan Selatan memiliki kawasan hijau dengan pesona keindahan alam yang luar biasa indah yakni Hutan Hujan Tropis Kahung.
Bentangan alam sebagai 'pertama tersembunyi' itu berada Desa Belangian, Kecamatan Aranio, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Desa yang berada di kaki pegunungan Meratus tersebut juga sebagai rumah pepohonan 'raksasa' yang tumbuh subur.
Dari pantuan Suara.com di lapangan, suguhan pengunjung atau pendaki berupa alam ekstrem dengan geologikal batu berusia ratusan tahu dan pohon.
Baca Juga: Tari Jejer Jaran Dawuk Mewarnai Jazz Gunung Ijen 2024
Untuk menuju 'surga tersembunyi' yang menjadi situs Geopark Pegunungan Maratus, jika ditempuh dari Kota Banjarbaru, jaraknya sekitar 25 kilometer mengunakan kendaraan bermotor.
Sesampai di Desa Tiwingan, atau wilayah Bendungan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), kemudian dilanjutkan perjalanan menggunakan perahu bermesin atau disebut 'kelotok'.
"Antusias pendakian cukup besar. Lokasi ini memang menjadi daya tarik wisatawan dan pendaki," ungkap Pembakal Desa Belangian, Aunul Khoir saat berbincang, Rabu (21/8/2024).
Beragam event nasional sering digelar di lokasi ini. Termasuk pendakian Merah Putih 2024, tanggal 15 Agustus 2024 lalu.
Pesertanya ada 87 orang perwakilan dari berbagai propinsi, ia menyebut Aceh, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat.
Baca Juga: Indra Lesmana Menyiapkan Kejutan Khusus di Jazz Gunung Ijen
"Rata-rata yang ikut, para mahasiswa, mahasiswa pecinta alam hingga pelajar," terangnya.
Usia ini seiring, pengunjung yang akan mendaki setiap diakhir pekan. Ia juga mengatakan okupansi mencapai 100 pengunjung tujuan mendaki.
Bahkan kenyamanan didukung dengan homestay yang terjangkau Rp100 ribu untuk 1x24 jam.
"Tarif tersebut sudah dapat makan tiga kali, listrik, dan kebutuhan istirahat. Kalau Mapala, gratis," ujarnya.
Bahkan ketersediaan ojek hingga pos satu atau ujung jalan dengan tarif 40 ribu. Setidaknya, kata Aunul, berdampak ekonomi masyarakat desanya.
"Sektor ekonomi ini yang langsung diambil manfaatnya oleh warga, baik itu ojek, poter, jual makanan, homestay dan sebagainya," jelas dia.
"Jadi, kita tidak hanya wisata alam berupa pendakian, tapi wisata edukasi juga. Wisata keluarga," tambah Aunul Khoil.
Meski pendapatan perkapita cukup tinggi, lanjut Aunul, namun tingkat pendidikan masyarakat di wilayah itu masih rendah.
Salah satu jasa ojek Lembah Kahung, Siswanto mengaku ekonomi keluarga ditopang berprofesi layanan ini. Termasuk bersama temannya melayani penyeberangan Waduk Riam Kanan menuju desanya.
"Ya kadang kita ke kota, akhir pekan menjadi ojek," ujarnya pria lulusan SMK.
Sejak lulus sekolah, ia sempat kerja ke kota seberang tapi balik menjadi ojek dengan hasil cukup.
Sementara salah satu pengunjung, Vira mahasiswa semester V dari kampus di Kalimantan Selatan mengaku dua kali mendaki.
"Terakhir 17 agustus, kemarin. Dipuncak gunung upacara bendera," terangnya yang juga anggota mapala.
Menuju pos satu ia menceritakan sajian jembatan gantung Sungai Besar dan shelter panggung kayu.
Berikut aliran sungai dan Pohon Benuang Laki yang usianya 70 tahun. Lanjut jalan terjal yang dulu jalan setapak, disuguhkan sungai hutan dengan bebatuan usia ratusan tahun yang disebut batu ampar.
"Menuju puncak ada air terjun, dan tempat kemping," terang mahasiswi yang menempuh studi di semester lima.
Pada kesempatan itu, Pokdarwis Kahung raya, Desa Belangian, Aranio, Banjar, Hasriani menceritan asal usul desa ini.
Perairan dilewati dulunya desa yang ditenggelamkan untuk kepentingan listrik negara. Akan lebih menguji andrenalin, ada yang disebut Liang Hantu diperairan itu.
"Katanya, leluhur kami bangkit, lari ke sungai hantu," ujarnya.