Nyawa Peserta PPDS Melayang, Bullying Diduga Ancam Keselamatan Dokter dan Keluarga

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 18 Agustus 2024 | 10:30 WIB
Nyawa Peserta PPDS Melayang, Bullying Diduga Ancam Keselamatan Dokter dan Keluarga
Ilustrasi Dokter (Freepik/Senivpetro)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Belakangan, kasus perundungan dan perpeloncoan di pendidikan dokter terus disorot dan menguak beragam dugaan kekerasan hingga tekanan. Hal ini jadi fokus publik usai seorang dokter muda yang tengah menjalani PPDS di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang meninggal dunia diduga karena bunuh diri, akibat bully dan tekanan selama bekerja.

Senioritas mungkin jadi budaya yang sulit hilang, bahkan di dunia pendidikan kedokteran yang seharusnya sarat akan pentingnya nyawa manusia.

Bahkan, belum lama ini beredar di X (twitter) dugaan senior minta pacari istri junior PPDS yang membuat citra dunia kedokteran makin tercoreng. Saat ini banyak netizen sedang bereaksi terhadap kasus bunuh diri Dokter PPDS UNDIP yang diduga tertekan oleh kasus bullying.

Di X, akun Leo @su***okimz membagikan twit yang berbunyi, "Ternyata beneran dong Jir? Kasus senior nyicip istri junior, biar juniornya ga dibully?" Ia membagikan screenshot dari Hijabi Adventure yang membagikan twit tak senonoh lengkap dengan foto. Hal ini meningkatkan spekulasi adanya oknum dokter yang memanfaatkan senioritas mereka.

Baca Juga: Alasan Pilu dr Aulia Risma Lestari Tak Bisa Mundur dari PPDS Anestesi Undip Meski Sakit

Unggahan ini memang belum terbukti kebenarannya. Namun, kasus ini bukan kali pertama. Pada 2020 lalu, seorang dokter muda Unair dilaporkan bunuh diri diduga karena dirundung senior. 

Sementara, kasus ini, seorang dokter PPDS di Undip, diduga bunuh diri karena perundungan dan beban kerja yang di luar kapasitasnya. Kronologi kasus tersebut dijelaskan oleh Kapolsek Gajahmungkur, bahwa jenazah mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran di Universitas Diponegoro ditemukan di kamar kosnya di Kawasan Lempongsari, Kecamatan Gajahmungkur.

Korban ditemukan setelah seorang pria yang mengaku teman dekatnya tak bisa menghubunginya sejak pagi. Disebutkan pula bahwa panggilan dari rekan-rekan dan atasannya tak kunjung direspon sepanjang hari. Pria yang mengaku sebagai teman dekat tersebut memutuskan mendatangi korban di kamar kos.

Sesampai di kos, dia mengklaim bahwa pintu kamar kos dalam keadaan tertutup. Ia mengetuk pintu kamar sebanyak dua kali, tapi tak ada jawaban. Setelah itu dipanggilkan tukang kunci dan ditemukan korban sudah tak bernyawa.

Korban ditemukan dalam kondisi wajah sudah kebiruan, dengan posisi tubuh miring seperti orang sedang tidur. Polisi melakukan olah TKP dan menemukan buku harian korban yang menceritakan kesulitannya selama kuliah kedokteran. Dalam buku yang sama, ia menyinggung hubungan dengan seniornya.

Baca Juga: Dokter PPDS Diduga Bunuh Diri karena Bullying, Kenali 5 Kategori Perundungan di Tempat Kerja

Berdasarkan hasil pemeriksaan, Polisi mencapai kesimpulan sementara bahwa korban menyuntikkan sendiri obat penenang ke tubuhnya. Polisi masih mendalami dugaan adanya perundungan yang dialami korban. Jika benar adanya, berarti ada pihak-pihak yang mendorong korban mengambil langkah ekstrim bunuh diri dan itu termasuk kejahatan berat.

Mengenai penyebab kematian, polisi menjelaskan tidak ada tanda-tanda kekerasan. Polisi hanya menemukan wadah obat keras dan luka suntik.

Upaya tidak seharusnya dilakukan secara masif ketika kasus seperti ini panas. Perlu adanya penanganan baik dari Kementerian Kesehatan, Rumah Sakit, hingga struktur terkecil dari lembaga selaku penanggung jawab pendidikan.

Terkini, Kemenkes mengiris tim investigasi terkait dugaan perundungan yang menjadi penyebab bunuh diri korban. Investigasi dilakukan mencakup kegiatan korban selama menjalani program residensi di RS Karadi, Semarang.

Kemenkes turun tangan karena korban sempat melakukan pendidikan (residensi) di RS Kariadi yang merupakan UPT Kemenkes. Dalam melakukan investigasi, Kemenkes berkoordinasi dengan Mendikbudristek sebagai pembina UNDIP serta Dekan FK UNDIP.

Selama proses investigasi masih berlangsung, UNDIP menghentikan sementara kegiatan PPDS Anestesi UNDIP di RS Kariadi. Tujuannya agar suasana nyaman bagi pada dokter untuk berbicara apa adanya tanpa ada intimidasi dari senior dapat terwujud.

Sayangnya, muncul pula dugaan baru yang membuat para peserta PPDS tetap masuk dengan identitas yang dirahasiakan.

Saat ini, kegiatan PPSD akan dibuka kembali jika investigasi dinyatakan selesai. Apabila terbukti ada dokter senior melakukan perundungan hingga berakibat kematian, maka Kemenkes akan mencabut Surat Izin Praktik dan Surat Tanda Registrasi sebagai dokter.

Sementara itu, cerita perundungan dalam bentuk minta pacari istri junior PPSD sampai menjurus ke aktifitas seksual membuat netizen muak. Masih dari akun Leo @sunwookimz, ia membagikan cerita senior minta 'jatah' ke istri residen.

Dalam postingan yang dibagikan Leo, ada screenshot pengakuan, "Om ku juga ambil spesialis di Unchdeep (nama UNDIP diplesetkan), senior pada suka istrinya, jadi senior minta istrinya buat dipacarin selama dua bulan check. Ini paling mindblowing sih, istri om ku kepaksa ngelakuin itu karena kalo ga omku bakal diperlama lulusnya."

Cerita tersebut menimbulkan reaksi beragam dari publik. Banyak yang tidak menyangka hal itu benar-benar terjadi. Pemilik akun Leo pun berharap bahwa itu hanya cerita bohong belaka. Akan tetapi, banyak akun lain yang membagikan cerita-cerita serupa. Tidak sedikit yang mengaku syock dengan cerita sisi gelap dunia kedokteran tersebut meski kebenarannya masih diragukan.

Dugaan kekerasan dan perundungan PPDS [X]
Dugaan kekerasan dan perundungan PPDS [X]

Sayangnya, kabar perundungan dan perpeloncoan ini justru dinormalisasi oleh beberapa kalangan, termasuk oknum dokter spesialis hingga guru besar. Seakan-akan, perundungan adalah hal lumrah dalam dunia pendidikan agar membentuk pribadi yang kuat.

Padahal, hal seperti ini justru memicu rantai perundungan di masa depan yang membuat SDM kesehatan Indonesia semakin tertinggal dari negeri tetangga.

Pengamat pendidikan Susanto menyatakan bahwa perundungan atau bullying merupakan tantangan serius bagi institusi pendidikan. Ia menegaskan bahwa candaan yang dilakukan berulang kali dan membuat korban merasa tidak nyaman termasuk dalam kategori perundungan.

"Perundungan adalah masalah serius di lingkungan pendidikan," kata Susanto beberapa waktu yang lalu.

Menurut Susanto, alasan candaan tidak dapat digunakan untuk mengecualikan suatu tindakan dari kategori perundungan.

Perundungan adalah tindakan yang dilakukan secara berulang dan dengan sengaja oleh pelaku, meskipun hal itu membuat korban merasa tidak nyaman.

Kontributor : Mutaya Saroh

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI