Suara.com - Kematian seorang dokter muda Universitas Diponegoro (Undip) Semarang akibat bunuh diri menuai simpati besar di media sosial. Mahasiswa PPDS Anestesi Undip bernama Aulia Risma Lestari itu diduga depresi setelah menjadi korban bullying dari seniornya.
Berdasarkan pantauan Suara.com, kata PPDS dan Undip telah menduduki daftar trending topic di X. Hingga Kamis (15/8/2024) siang, kedua kata kunci itu sudah diperbincangkan lebih dari 36 ribu kali.
Kasus ini seolah membongkar tabir beban kerja mahasiswa PPDS Anestesi Undip. Salah satunya terkait beban kerja yang sangat berat di RS Kariadi Semarang, Jawa Tengah.
Adapun diduga seorang mahasiswa PPDS Anestesi Undip berani angkat berbicara mengenai bobroknya beban kerja di RS Kariadi, atau rumah sakit tempat Aulia Risma Lestari bekerja. Hal ini terungkap dari postingan pengguna akun X @/bambangsuling11.
Baca Juga: Ada Dokter Bunuh Diri, Jam Kerja PPDS Anestesi di RS Kariadi Disorot: 18 Jam Per Hari, Kadang 24 Jam
Akun ini membagikan tangkapan layar keluhan seorang mahasiswa PPDS Anestesi Undip. Mahasiswa itu mengeluhkan beban kerja harian di RS Kariadi, di mana semua tanggung jawab membius pasien dilakukan oleh PPDS Anestesi.
Padahal, kata sang mahasiswa, RS Kariadi bisa melakukan operasi terhadap 120 pasien per hari. Tentu beban kerja itu dinilai membuat banyak mahasiswa PPDS Anestesi Undip kelelahan.
"Jumlah operasi di RS Kariadi sangat tinggi, bisa 120 pasien/hari. Sedangkan semua beban kerja bius pasien dilakukan oleh (mahasiswa) PPDS," beber mahasiswa ini seperti dikutip Suara.com, Kamis (15/8/2024).
Tak cuma beban kerja, mahasiswa ini juga merasa jam kerja di RS Kariadi sangat berat. Pasalnya, ia bisa biasa bekerja 18 jam per hari, di mana jadwal itu adalah jam kerja normal yang ditetapkan. Tak jarang pula mahasiswa PPDS Anestesi Undip harus melembur hingga 21 jam per hari.
"Beban kerja PPDS Anestesi di RS Kariadi terlalu berat. Jam kerja normal tanpa giliran jaga adalah 18 jam per hari. Masuk jam 6 pagi, pulang jam 12 malam," curhatnya.
"Kalau bisa pulang jam 11 malam, artinya pulang cepat. Tidak jarang harus pulang jam 2 atau 3 pagi. Hari berikutnya sudah harus standby lagi jam 6 pagi di RS. Ini berlangsung terus menerus selama masa studi kurang lebih 5 tahun," sambung sang mahasiswa.
Situasi itu belum ditambah jika mahasiswa mendapatkan giliran jaga. Alhasil, mahasiswa PPDS Anestesi bisa tidak pulang ke rumah selama 6 hari.
"Jika dapat giliran jaga, maka jaga minimal 24 jam dan dapat prolonged hingga 5-6 hari tidak bisa pulang dari rumah sakit. Dikarenakan sering kali PPDS harus melanjutkan operasi yang terus sambung menyambung melebihi giliran jaganya," ujarnya.
Mahasiswa ini lantas memberikan dua masukan agar beban kerja di RS Kariadi bisa dirombak. Hal ini tentu demi kebaikan dan kesejahteraan bersama, khususnya mahasiswa PPDS Anestesi Undip.
"Mohon izin memberi masukan dan memohon arahan Bapak agar bisa dilakukan: (1) Audit menyeluruh untuk mencegah terjadinya korban PPDS lainnya," saran sang mahasiswa.
"(2) Menambah jumlah dokter anestesi dan memastika mereka benar-benar turun tangan menangani pasien, agar beban kerja bius pasien tidak hanya ditanggung PPDS dan menjaga keselamatan pasien juga. Terima kasih," pungkas dokter muda PPDS Anestesi Undip ini.
Catatan Redaksi:
Bunuh diri bukanlah solusi untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan. Jika Anda atau orang di sekitar Anda mengalami tekanan dan muncul pikiran untuk bunuh diri, segeralah hubungi hotline bunuh diri Indonesia melalui nomor 1119 (ekstensi 8) atau hotline kesehatan jiwa Kemenkes di nomor 021-500-454.