Suara.com - Nisya Ahmad dan Andika Rosadi tengah ramai diperbincangkan publik. Pasalnya, keduanya diketahui tengah menjalani proses perceraian di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pernikahan yang telah berlangsung selama 15 tahun ini kini berada di ambang perpisahan. Lantas bolehkah wanita gugat cerai suami dalam pandangan Islam?
Bagaimana hukum mengajukan perceraian menurut Islam? Apakah tindakan yang dilakukan Nisya, adik Raffi Ahmad itu dibenarkan? Simak penjelasan lengkapnya berikut.
Perlu diketahui hingga saat ini, baik Nisya maupun Andika belum memberikan pernyataan mengenai perceraian ini. Namun, gugatan cerai telah diajukan oleh Nisya secara e-court pada 10 Mei 2024.
Sementara itu Taslimah, Humas Pengadilan Agama Jakarta Selatan, menjelaskan bahwa Nisya hanya menginginkan perceraian tanpa menuntut harta gono-gini dan hak asuh anak. Persidangan tatap muka untuk agenda pembuktian dijadwalkan pada Kamis, 1 Agustus. Sebelumnya, tahap awal persidangan dilakukan secara online melalui e-litigasi.
Baca Juga: Andika Rosadi Memohon untuk Rujuk demi Anak, Nisya Ahmad Ngotot Ingin Cerai
Nisya Ahmad dan Andika Rosadi menikah pada 31 Januari 2009, dan selama 15 tahun pernikahan mereka telah dikaruniai tiga anak. Melalui kasus ini, mari kita pahami bagaimana hukum wanita yang menggugat cerai suami dalam Islam.
Hukum Wanita Gugat Cerai Suami dalam Islam
Pernikahan adalah perjanjian sakral antara dua orang untuk meresmikan hubungan perkawinan. Islam menekankan pentingnya komitmen suami dan istri untuk menjaga kelanggengan pernikahan. Namun, dalam kenyataan, permasalahan hidup sering kali mengakibatkan perceraian.
Pada dasarnya, keputusan untuk menceraikan biasanya berada di tangan suami. Meski demikian, istri juga memiliki beberapa cara atau syarat untuk mewujudkan perceraian dengan suaminya.
Dalam Islam, ada dua jenis gugatan cerai yaitu fasakh dan khulu. Fasakh adalah pembatalan pernikahan tanpa istri mengembalikan mahar atau memberikan kompensasi kepada suami. Sedangkan khulu adalah gugatan cerai di mana istri mengembalikan sejumlah harta atau mahar kepada suami.
Baca Juga: Nisya Ahmad Gugat Cerai Suami, Terawangan Roy Kiyoshi Soal KDRT Terbukti?
Seorang istri dapat mengajukan gugatan cerai terhadap suaminya dengan syarat adanya alasan yang kuat dan memenuhi ketentuan yang berlaku. Namun, jika seorang istri meminta cerai tanpa alasan yang dibenarkan, maka hukumnya menjadi haram, seperti yang disebutkan dalam hadist berikut:
"Siapa saja wanita yang meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut", (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Dalam kasus khuluk, harus ada kesepakatan antara suami dan istri mengenai nominal tebusan. Akad khuluk memerlukan kerelaan dari suami untuk menerima tebusan dan kesanggupan dari istri untuk membayar tebusan tersebut, yang tidak boleh melebihi nominal maskawin saat pernikahan.
Imam Abu Ishak Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Fairuzzabadi al-Syairazi dalam bukunya "al-Muhadzdzab fi Fiqih al-Imam al-Syafi'i" menyatakan bahwa seorang istri dapat mengajukan khuluk jika merasa tidak mampu memenuhi hak-hak suaminya karena tidak menyukai penampilan atau perilakunya yang buruk.
Alasan lain yang membolehkan istri mengajukan khuluk termasuk suami yang melakukan penganiayaan, tidak menjalankan kewajiban agama, atau tidak memberikan nafkah meski mampu. Satu hal penting adalah bahwa ketika istri mengajukan khuluk atau gugatan cerai, tidak ada kata "rujuk."
Ketentuan Istri Menggugat Cerai Suami
Ada beberapa ketentuan saat istri menggugat cerai kepada suami, antara lain:
1. Istri meminta cerai kepada suaminya, yang memerlukan keputusan suami untuk menjatuhkan talak.
2. Istri mengajukan khuluk kepada suami, yang melibatkan timbal balik materi yang disepakati.
3. Istri mengajukan fasakh nikah kepada pengadilan agama jika suami tidak mampu menafkahi.
4. Istri melaporkan pertikaian atau bahaya yang dialami kepada hakim, yang berwenang menasehati dan menghukum suami jika perlu.
Pernikahan adalah komitmen yang sakral, namun dalam situasi tertentu, perceraian mungkin menjadi solusi terbaik untuk kedua belah pihak.
Sebagai penutup, penting bagi setiap pasangan untuk memahami hak dan kewajiban mereka serta menjunjung tinggi prinsip keadilan dan kemanusiaan dalam setiap keputusan yang diambil.
Semoga penjelasan tentang hukum wanita gugat cerai suami dalam Islam seperti kejadian yang dialami oleh Nisya Ahmad bisa menjadi pelajaran untuk anda semua.
Kontributor : Rishna Maulina Pratama