Terapi Simulasi Otak: Cara Terbaru Atasi Kecanduan Judi Online yang Makin Marak

Riki Chandra Suara.Com
Minggu, 28 Juli 2024 | 06:15 WIB
Terapi Simulasi Otak: Cara Terbaru Atasi Kecanduan Judi Online yang Makin Marak
Ilustrasi judi online. [Dok.Antara]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Orang-orang yang terjerat atau kecanduan judi online dapat diberikan tata laksana atau cara awal untuk mengatasi "penyakit" judi tersebut. Hal itu diungkapkan oleh dokter spesialis jiwa konsultan dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, Kristiana Siste.

Menurut Siste, tata laksana mengatasi kecanduan judi online itu mulai dari mencari tahu indikasi kecanduannya dari faktor kebohongan dan bet atau bertaruh. Di mana, pelaku judi online yang rela bertaruh lebih dari kemampuan keuangannya. Selain itu, edukasi kepada keluarga dan masyarakat, lalu melakukan diagnosis dan terapi.

“Terakhir adalah relapse prevention therapy, yaitu terapi untuk pencegahan kekambuhan. Karena kalau adiksi itu adalah penyakit kronik yang sifatnya adalah relapsing disease sehingga terapi pencegahan kekambuhan sangat penting untuk digunakan. Apalagi untuk judi online, aksesnya sangat mudah,” katanya, dikutip Sabtu (27/7/2024).

Tata laksana lainnya adalah untuk memperbaiki komorbiditas dan efek samping akibat adiksi judi online, misalnya ada gejala fisik, ide mengakhiri hidup, dan gangguan depresi, memperbaiki fungsi sosial, fisik, dan mental, juga meningkatkan kualitas hidup, baik gaya hidup sehat maupun kualitas tidur yang baik.

“Selain psikoterapi, juga dapat diberikan terapi obat, karena banyak bagian-bagian otak yang mengalami kerusakan sehingga terjadi perilaku impulsif yang sangat tinggi. Obat ini untuk mengurangi impulsif tersebut sehingga psikoterapi dapat diberikan dengan lebih baik. Dan ada terapi yang terbaru juga yaitu simulasi otak,” tambah Siste.

Screening dini juga diperlukan untuk mendeteksi seseorang mengalami kecanduan judi, dan semakin cepat orang tersebut diterapi agar kerusakan otaknya tidak semakin luas.

Siste mengatakan, secara epidemiologi dunia, dikatakan sekitar 1,4 persen usia dewasa mengalami judi problematik yang mengarah pada kegangguan judi. Sementara di Indonesia pada usia yang sama tercatat ada 2 persen masyarakat yang mengalami kecanduan judi.

Bahkan, remaja pun menjadi populasi yang rentan untuk mengalami kecanduan judi, yang angkanya 0,2 sampai 12,3 persen di dunia.

Mereka yang sudah mengalami masalah pada adiksinya, dan tidak bisa lagi bertanggung jawab terhadap apa yang sudah dipertaruhkannya dalam permainan judi online.

“Karena memang dia sudah memiliki faktor-faktor yang tinggi untuk mengalami kecanduan judi. Sehingga dia harus absen atau sama sekali tidak berjudi,” katanya.

Siste juga menyampaikan pemberantasan judi online membutuhkan kerja sama semua pihak, baik pemerintah yang harus memberantas website judi online, hingga tenaga kesehatan untuk memberikan edukasi pencegahan. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI