Suara.com - Orang tua dituntut mampu memberikan edukasi kepada anak-anak mereka yang sudah memasuki masa remaja. Setidaknya, ada tiga cara efektif untuk memberikan pendidikan seks terhadap remaja dari konselor dan edukator seks, Febrizky Yahya.
"Usia remaja itu kan masa-masa ingin tahu yang tinggi. Kalau kita larang, mereka malah akan semakin penasaran dan mencari tahu sendiri," ujar Febrizky, Jumat (26/7/2024).
Dia mengatakan, hal pertama yang harus dilakukan orang tua adalah membangun koneksi. Sebelum memberikan nasihat atau koreksi, orang tua harus memastikan bahwa mereka memiliki hubungan yang baik dengan anak.
"Sebelum kita mengkoreksi anak, yang pertama, kita harus membangun koneksi. Koneksi sebelum koreksi, jadi kalau kita mau ngomong sama anak, pastikan dulu kita punya hubungan yang baik sama mereka," kata Febrizky.
Orang tua bisa mencoba untuk memahami minat dan hobi anak, seperti bermain game atau mengikuti grup musik tertentu. Dengan begitu, anak akan merasa lebih terbuka untuk diajak bicara. Selanjutnya yaitu dengarkan anak.
Febrizky berpesan jangan hanya berbicara, tetapi juga dengarkan apa yang ingin disampaikan oleh anak.
"Berikan ruang bagi anak untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan mereka," ujar Febrizky.
Dengan mendengarkan dengan penuh perhatian, orang tua akan lebih mudah memahami sudut pandang anak dan memberikan penjelasan yang sesuai.
Poin ketiga adalah komunikasi yang efektif. Febrizky mendorong orang tua untuk menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan hindari menggurui.
"Komunikasikan seperti teman, tapi tetap berikan batasan yang jelas," katanya.
Menurut Febrizky, dari sinilah orang tua bisa memulai percakapan tentang seks dengan santai, misalnya sambil menonton film atau membaca berita.
Dia mengatakan, edukasi seks tidak hanya tentang memberikan informasi, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak.
Sebaiknya, kata Febrizky, orang tua sudah mengenalkan pendidikan seksual sejak dini kepada para remaja. Termasuk mengenalkan alat-alat kontrasepsi.
Dia menekankan bahwa tujuan mengenalkan bukan untuk mendorong aktivitas seksual pada usia dini, melainkan untuk memberikan informasi yang benar dan melindungi anak dari risiko yang mungkin terjadi.
Ia juga menyarankan agar orang tua memberikan penjelasan mengenai risiko-risiko yang mungkin timbul akibat hubungan seksual yang tidak aman, seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual.
"Anak-anak perlu tahu bahwa keputusan untuk berhubungan seksual memiliki konsekuensi," tegas Febrizky.
Menurut dia, tantangan terbesar dalam memberikan edukasi seks saat ini adalah mudahnya akses anak-anak terhadap informasi yang tidak akurat, seperti pornografi.
"Nah kita sebagai orang tua harus mengedukasi anak anak sevalid mungkin agar mereka tidak salah tangkap, agar mereka tidak menyerap informasi yang salah," ujarnya.
Orang tua sebaiknya tidak menghindari diskusi mengenai seks dengan anak-anak. Sebaliknya, orang tua harus proaktif dalam memulai percakapan dan memberikan penjelasan yang sesuai dengan usia anak.
"Dengan begitu, anak-anak akan lebih cenderung bertanya kepada orang tua daripada mencari informasi dari sumber yang tidak terpercaya," tambahnya.
Terlebih, Febrizky menambahkan bahwa kondom adalah alat kontrasepsi paling minim risiko pada perempuan.
Edukasi seks yang tepat sejak dini sangat penting untuk melindungi anak-anak dari risiko yang tidak diinginkan.
Orang tua berperan penting dalam memberikan informasi yang benar dan membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak. (Antara)