Kumys memiliki cita rasa yang asam khas produk fermentasi, dengan kandungan karbohidrat (laktosa) yang lebih rendah karena telah dimanfaatkan oleh bakteri. Minuman ini memungkinkan mengandung etanol melebihi batas 0,5% sesuai tuntunan fatwa MUI.
Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa produk minuman hasil fermentasi yang mengandung alkohol/etanol kurang dari 0,5% hukumnya halal, selama dalam prosesnya tidak menggunakan bahan haram dan apabila secara medis tidak membahayakan. Untuk itu, perlu pengendalian produksi etanol, antara lain melalui pengaturan suhu, pengaturan jumlah gula serta lama proses fermentasi.
Selanjutnya ada penambahan whey yang dapat berasal dari keju atau mentega. Bahan ini rentan dengan penggunaan enzim, seperti rennet dan pepsin. Keduanya dapat berasal dari babi, meskipun tidak semua produk tersebut berasal dari babi. Whey juga dapat berasal dari pengasaman susu dan pemisahan gumpalan, sehingga asam yang digunakan bisa saja kritis jika terbuat dari produk mikrobial seperti asam sitrat.
Selain itu, setelah menjadi kumys, ada peluang penambahan bahan lain seperti perisa. Melihat dari bahan dan prosesnya, maka bisa dikatakan perisa dan pewarna memiliki komposisi yang mengandung bahan turunan lemak, baik dari hewan maupun nabati. Jika dari hewan, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariat islam.
Merujuk pada Ketentuan Menteri Agama (KMA) Nomor 748 Tahun 2021, kumys merupakan salah satu produk yang wajib disertifikasi halal (jenis produk susu dan analognya bagian 1.1). Produk ini termasuk salah satu jenis produk yang memiliki tenggang waktu kewajiban sertifikasi halal sampai dengan 17 Oktober 2024 sesuai Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Jaminan Produk Halal.