Suara.com - Presiden ke-1 RI Sukarno dilahirkan di tengah-tengah kemiskinan. Semasa kecilnya, Sukarno mengaku tidak mempunyai sepatu.
Sukarno kecil tidak mengenal yang namanya sendok dan garpu. Kemiskinan ini membuat sedih hati Sukarno.
Gaji ayahnya hanya f 25 sebuIan. Uang itu dipakai untuk membiayai empat orang anggota keluarga. Lalu untuk membayar sewa rumah.
Ketika Sukarno berumur enam tahun, keluarganya pindah ke Mojokerto. Di sana mereka tinggal di daerah yang melarat.
Di saat lebaran tiba, keluarga Sukarno tak pernah berpesta maupun mengeluarkan fitrah karena tidak punya uang. Ketika malam takbiran, anak-anak sebayanya bermain petasan, Sukarno hanya berbaring di dalam kamar.
Ia hanya bisa mendengar bunyi petasan berletusan di sela oleh sorak-sorai kawan-kawannya. Sukarno tak punya uang untuk membeli petasan. Ia pun hanya bisa meratap di atas tempat-tidurnya.
“Dari tahun ke tahun aku selalu berharap-harap, tapi tak sekalipun aku bisa melepaskan mercon," umpat Sukarno kecil dikutip dari buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat" karya Cindy Adams.
Sampai di suatu malam ada tamu datang ke rumahnya memberikan hadiah petasan. Sukarno girangnya bukan main. Saking melaratnya, Sukarno hampir tidak bisa makan satu kali dalam sehari.
Sukarno lebih sering makan ubi kayu, jagung tumbuk dengan makanan lain. Ibunya tidak mampu membeli beras murah yang biasa dibeli oleh para petani.
Baca Juga: Asal Usul Nama Sukarno Sang Proklamator RI
Ia hanya bisa membeli padi. Setiap pagi ibu Sukarno mengambil lesung dan menumbuk, menumbuk, sampai menjadi beras. Ibunya bekerja dalam teriknya panas matahari sampai telapak tangannya merah dan melepuh.
“Dengan melakukan ini aku menghemat uang satu sen," kata sang Ibu kepada Sukarno. “Dan dengan uang satu sen kita dapat membeli sayuran, 'nak."
Sejak itu, Sukarno membantu ibunya menumbuk padi setiap pagi sebelum berangkat ke sekolah.