Suara.com - Dalam beberapa waktu belakangan sosok Ayu Ting Ting tuai sorotan setelah diminta kembalikan sejumlah seserahan yang sebelumnya diberikan Muhammad Fardhana saat acara tunangan awal Februari lalu.
Mulanya, Ayu Ting Ting sempat mengungkap bahwa pihaknya telah berniat untuk mengembalikan seserahan seusai mengumumkan batal nikah.
Namun ayah Muhammad Fardhana, Dharsyi Akib enggan menerimanya. Sebab menurutnya barang yang sudah diserahkan merupakan rezeki Ayu Ting Ting sehingga tak perlu dikembalikan.
Meski begitu, belakangan sikap berbeda ditunjukkan Muhammad Fardhana yang meminta agar Ayu Ting Ting mengembalikan seserahan yang diberikannya.
Baca Juga: Ini Barang-Barang yang Dikembalikan Ayu Ting Ting ke Muhammad Fardhana Setelah Batal Nikah
Terlepas dari kisah Ayu Ting Ting, seserahan merupakan salah satu tradisi yang kerap dilakukan baik ketika tunangan maupun jelang pernikahan.
Selain Ayu Ting Ting, Aaliyah Massaid ketika dilamar Thariq Halilintar beberapa waktu lalu juga mendapat sejumlah seserahan yang nilainya tergolong fantastis.
Lalu bagaimana sejarah tradisi seserahan muncul di Indonesia?
Secara etimologi seserahan bermuasal dari kata serah yang berarti memberikan sesuatu. Sementara menurut terminologinya seserahan merupakan ritual penyerahan sejumlah barang yang berupa perlengkapan dalam berumah tangga sebagai tanda asih kekeluargaan dari calon pengantin laki-laki kepada calon pengantin perempuan.
Bila dirunut dalam sejarah munculnya tradisi seserahan, urung ada pakem yang menyebut kapan dan dimana seserahan bermula.
Dikutip dari buku R.M.S Gitosaprodjo bertajuk Pedoman Lengkap Acara dan Upacara Adat Jawa, seserahan dahulu merupakan kebiasaan tradisi yang dilakukan orang-orang Bugis ketika melangsungkan pernikahan yang kemudian diadopsi di banyak tempat.
Sementara itu dikutip dari buku Jean Gelman Taylor bertajuk Kehidupan Sosial di Batavia: Orang Eropa dan Eurasia di Hindia Timur, disebutkan bahwa tradisi seserahan sudah muncul sejak masa VOC.
Kala itu Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jan Pieterszoon Coen ingin membangun masyarakat kolonial Batavia secara permanen.
Salah satu upayanya dengan menerapkan tradisi seserahan. Seserahan di masa itu dipakai untuk jaminan keamanan bagi gadis yang akan didatangkan ke Hindia Belanda.
Isi seserahan lamaran berupa seperangkat busana. Setelah diberikan pernikahan digelar kemudian calon pengantin perempuan diwajibkan tinggal selama 15 tahun di Hindia Belanda.
Selain telah dilakukan oleh kalangan masyarakat Bugis, seserahan di kemudian hari juga telah jadi tradisi di berbagai wilayah diantaranya di Betawi yang diduga mengadopsi apa yang telah dilakukan di masa VOC, lalu juga ditemukan di masyarakat Sunda dan juga Jawa.
Meski dalam penerapannya berbeda-beda, tetapi tujuan dari digelarnya tradisi seserahan sebelum menikah merupakan simbolik tanda ikatan untuk kedua calon pengantin.
Di kalangan masyarakat Betawi, barang-barang seserahan berupa uang, makanan, bahan mentah hingga perlengkapan perempuan hingga keperluan rumah tangga lainnya.
Selain itu juga ada mahar, sirih nanas, roti buaya, peti shie, jung kekudang, pesalin hingga pelangkah.
Dalam adat Sunda, seserahan disebut juga dengan nama Seren Sumeren yang berarti upacara pranikah sebagai pemantapan dan tindaklanjut dari tahapan lamaran yang sudah dilakukan sebelumnya.
Menukil dari Jurnal Citizenship Virtues 2023, upacara seserahan biasanya berlangsung satu atau dua hari sebelum perkawinan dan jamak dilaksanakan saat sore hari.
Barang-barang keperluan yang diserahkan yakni berupa bahan pakaian, pakaian yang sudah jadi, perhiasan, uang, pakaian dalam, selop, sepatu kain batik hingga alat kecantikan.
Selain itu ada pula perlengkapan untuk Ngeuyeuk Seureuh berupa sirih bergagang, sirih yang telah disusun, kapur sirih, buah gambir, tembakau lempeng, butir pinang hingga ada pula yang membawa serta hewan ternak hingga hasil bumi.
Sementara seserahan dalam adat Jawa disebut juga sebagai Peningset atau pengikat.
Seperti halnya dalam tradisi di wilayah lain, seserahan dalam tradisi adat Jawa biasanya berupa peralatan kebutuhan mempelai perempuan hingga rumah tangga.
Selain itu ada pula yang menyertakan jajanan pasar serta jenang atau wajik. Makan yang bertekstur lengket ini sebagai simbol dan harapan agar pernikahan kedua mempelai kelak tetap lengket dan manis.