Padahal antara Khitbah dengan tunangan memiliki perbedaan prinsip mendasar.
Khitbah merupakan melamar perempuan dalam waktu tidak terlalu lama sebelum kemudian dilanjutkan dengan prosesi menikah.
Khitbah dalam syari'at Islam merupakan langkah penetapan sebelum pernikahan dilakukan dengan penuh kesadaran, kemantapan dan ketenangan untuk menentukan pilihan sehingga tak terlintas di dalam benaknya untuk membatalkan pinangan tanpa ada faktor yang dibenarkan.
Khitbah merupakan prosesi pra nikah yang dibenarkan dalam Islam.
Sementara, praktik tunangan yang disertai dengan tukar cincin hingga saling pegangan tangan dalam syari'at Islam termasuk hal yang dilarang.
Dijelaskan dalam kitab Adab Az-Zifaf, Syeikh Al Albani menyebut bahwa tradisi tukar cincin pada dasarnya warisan dari orang Barat.
Sebagian ulama memang ada yang meyakini budaya dan agama merupakan hal yang berbeda, sehingga umat muslim diberi kelonggaran untuk mengadopsi tradisi termasuk tukar cincin, dengan catatan sejauh ada maslahat dan tak melanggar syari'at Islam.
Tetapi seperti dijelaskan Prof KH Ahmad Zahro dalam buku Fiqih Kontemporer 3, tradisi tukar cincin bisa jadi haram atau dilarang bila calon suami menyentuh memegang tangan calon istri saat prosesi tukar cincin tersebut.
Sebab status dari pasangan tersebut tetaplah pasangan yang urung diikat dengan pernikahan yang syar'i sehingga mereka tak bisa leluasa untuk melakukan tindakan sebagaimana layaknya suami istri seperti berpegangan tangan, atau berduaan sekalipun.
Baca Juga: September 2024: Paus Fransiskus Bawa Misi Toleransi ke Indonesia
Oleh karenanya anggapan yang menyebut bahwa seorang tunangan laki-laki mempunyai setengah kewajiban dari calon istrinya merupakan pandangan yang salah kaprah karena tak memiliki dasar.