Ayu Ting Ting Sempat Tukar Cincin Saat Tunangan dengan Muhammad Fardhana, Ternyata Dalam Islam Haram Hukumnya Bila....

Galih Priatmojo Suara.Com
Rabu, 10 Juli 2024 | 09:22 WIB
Ayu Ting Ting Sempat Tukar Cincin Saat Tunangan dengan Muhammad Fardhana, Ternyata Dalam Islam Haram Hukumnya Bila....
Unggahan foto calon istri Ayu Ting Ting (Instagram/@derazala)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sempat melakoni prosesi tunangan pada 4 Februari 2024, hubungan Ayu Ting Ting dengan Muhammad Fardhana akhirnya kandas pada 22 Juni 2024 lalu.

Diketahui, hubungan asmara antara Ayu Ting Ting dan Muhammad Fardhana tergolong berjalan singkat.

Keduanya saling mengenal berawal dari kedua orang tua mereka yang saling menjodohkan. Ayu dan Fardhana pun mulai menjalin hubungan sejak bulan Januari 2024.

Sebulan berselang, keduanya memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius yang ditandai dengan acara tunangan dan saling tukar cincin.

Baca Juga: September 2024: Paus Fransiskus Bawa Misi Toleransi ke Indonesia

Tapi secara mengejutkan, bulan Juli ini yang sedianya jadi jadwal pernikahan mereka gagal digelar setelah hubungan Ayu dan Fardhana dinyatakan berakhir di akhir Juni lalu.

Ini merupakan kali kedua Ayu Ting Ting gagal dalam urusan percintaan setelah sebelumnya juga sempat tunangan dengan sosok Aditya Jayusman namun berakhir putus.

Praktik tunangan yang dianggap sebagai pernyataan menuju ke arah hubungan yang lebih serius jamak diketahui kerap dilakukan sebagian orang termasuk di kalangan artis seperti yang dilakukan Ayu Ting Ting.

Tapi bagaimana sebetulnya ketentuan tunangan yang disertai tukar cincin dalam pandangan Islam?

Beda Khitbah dan Tunangan

Baca Juga: Gak Kalah Moncer dari Lettu Fardana, Ini Pekerjaan Adit Jayusman yang Lebih Dulu Dihempas Ayu Ting Ting

Dikutip dari Muhammadiyah.or.id, dalam Islam dikenal adanya Khitbah yang kerap kali disamakan dengan prosesi tunangan.

Padahal antara Khitbah dengan tunangan memiliki perbedaan prinsip mendasar.

Khitbah merupakan melamar perempuan dalam waktu tidak terlalu lama sebelum kemudian dilanjutkan dengan prosesi menikah.

Khitbah dalam syari'at Islam merupakan langkah penetapan sebelum pernikahan dilakukan dengan penuh kesadaran, kemantapan dan ketenangan untuk menentukan pilihan sehingga tak terlintas di dalam benaknya untuk membatalkan pinangan tanpa ada faktor yang dibenarkan.

Khitbah merupakan prosesi pra nikah yang dibenarkan dalam Islam.

Sementara, praktik tunangan yang disertai dengan tukar cincin hingga saling pegangan tangan dalam syari'at Islam termasuk hal yang dilarang.

Dijelaskan dalam kitab Adab Az-Zifaf, Syeikh Al Albani menyebut bahwa tradisi tukar cincin pada dasarnya warisan dari orang Barat.

Sebagian ulama memang ada yang meyakini budaya dan agama merupakan hal yang berbeda, sehingga umat muslim diberi kelonggaran untuk mengadopsi tradisi termasuk tukar cincin, dengan catatan sejauh ada maslahat dan tak melanggar syari'at Islam.

Tetapi seperti dijelaskan Prof KH Ahmad Zahro dalam buku Fiqih Kontemporer 3, tradisi tukar cincin bisa jadi haram atau dilarang bila calon suami menyentuh memegang tangan calon istri saat prosesi tukar cincin tersebut.

Sebab status dari pasangan tersebut tetaplah pasangan yang urung diikat dengan pernikahan yang syar'i sehingga mereka tak bisa leluasa untuk melakukan tindakan sebagaimana layaknya suami istri seperti berpegangan tangan, atau berduaan sekalipun.

Oleh karenanya anggapan yang menyebut bahwa seorang tunangan laki-laki mempunyai setengah kewajiban dari calon istrinya merupakan pandangan yang salah kaprah karena tak memiliki dasar.

Dengan kata lain orang yang bertunangan tak memiliki kewajiban maupun hak untuk memberi dan mendapatkan nafkah baik lahir berupa sandang, pangan, papan serta batin.

Tetapi bila yang dimaksud adalah kewajiban menjaga janji atau kesepakatan bersama atau menjaga nama baik satu dengan lainnya maka itu kewajiban setiap orang selama hal itu tak bertentangan dengan norma dan hukum agama.

Hukum Tunangan Menurut Syari'at Islam

Mengutip dari Firman Arifandi dalam bukunya Serial Hadits 3: Melamar dan Melihat Calon Pasangan, dijelaskan bahwa hukum tunangan merupakan sesuatu yang mubah menurut jumhur ulama dan tak sampai menjadi wajib. Dasarnya sebagaimana dijelaskan dalam Quran surah Al Baqarah ayat 235.

Artinya: "Dan tak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia kecuali sekadar mengucapkan kepada mereka perkataan yang ma'ruf. Dan janganlah kamu ber'azam atau bertetap hati dengan beraqad nikah sebelum habis 'ddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-NYA dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyantun"

Sementara menurut Mazhab Asy-Syafi'iyah yang disunnahkan adalah Khitbah bukan tunangan. Hal itu seperti dicontohkan Rasulullah saat sebelum menikahi secara sah Aisyah dan Hafshah radhiyallahuanhuma.

Aturan Tunangan dalam Islam

Oleh karenanya sebagai tradisi, tunangan perlu diatur dan diberi rambu-rambu agar tak bertentangan dengan syari'at Islam diantaranya;

Pertama: Laki-laki dan perempuan yang telah tunangan tak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum agama Islam seperti bersentuhan, berduaan atau bahkan tinggal serumah. Ini seperti yang ditegaskan dalam hadits Nabi Muhammad SAW

"Dari Ibnu Abbas (diriwayatkan) dari Nabi SAW, beliau bersabda: Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahramnya" [HR. al Bukhari dan Muslim]

Kedua: Sebaiknya saling menjaga nama baik diri dan keluarga besar masing-masing pihak dengan tak menceritakan aib atau kekurangan pihak lain serta tak melakukan berbagai tindakan dan pernyataan yang dapat merusak nama baik diri atau keluarga.

"Dari Ibnu Syihab bahwa Salim mengabarkan Abdullah bin Umar ra. mengabarkannya bahwa Rasulullah SAW bersabda: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya ia tak boleh mendzolimi dan tak membiarkan untuk disakiti. Barangsiapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan bantu kebutuhannya. Barangsiapa yang menghilangkan suatu kesusahan seorang muslim maka Allah hilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat" [HR. al Bukhari dan Muslim]

Ketiga: Menjaga dan menepati janji yang telah diikrarkan di hadapan keluarga besarnya karena melanggar janji merupakan perbuatan tercela dan termasuk ciri-ciri orang munafik.

Keempat: Prinsipnya seseorang tak boleh mengambil kembali barang yang telah diberikan ke pihak lain kecuali jika terjadi pengkhianatan terhadap kesepakatan yang telah diikrarkan sejak awal. Ini seperti didasarkan pada hadits Rasulullah SAW.

"Dari Ibnu Abbas ra diriwayatkan dari Rasulullah SAW beliau bersabda: Orang yang menarik kembali pemberiannya seperti seekor anjing yang muntah dan memakan (menjilat) kembali muntahannya" [HR. al Bukhari dan Muslim]

Kelima: Seseorang yang sudah niat menikah sepatutnya disegerakan tanpa harus menunggu atau menunda baik dengan cara bertunangan dan sejenisnya untuk menghindari dari sesuatu yang dilarang oleh agama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI