Hukum Menikah pada 1 Suro Menurut Islam dan Jawa, Salshabilla Andriani dan Ibrahim Risyad Melanggar Aturan?

Rifan Aditya Suara.Com
Selasa, 09 Juli 2024 | 12:55 WIB
Hukum Menikah pada 1 Suro Menurut Islam dan Jawa, Salshabilla Andriani dan Ibrahim Risyad Melanggar Aturan?
Ilustrasi hukum menikah pada 1 Suro (Freepik)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberapa artis baru saja melangsungkan pernikahan pada 1 Suro, mereka adalah Salshabilla Andriani dan Ibrahim Risyad serta pasangan Chand Kelvin dan Dea Sahirah. Hal ini pun lantas muncul pertanyaan, bagaimana hukum menikah pada 1 Suro menurut Jawa dan Islam?

Pasalnya, banyak orang beranggapan 1 Suro kerap disakralkan, bahkan mitos dan larangan juga muncul di sana. Salah satunya larangan menikah atau memiliki acara besar di hari tersebut. Benarkah hukum menikah pada 1 Suro bakal mendatangkan bencana? 

Selain Salshabilla Andriani dan Ibrahim Risyad, diberitakan ada selebritis lainnya juga yang menikah pada 1 Suro (Jawa) atau 1 Muharram (Islam/hijriah). Adapun selebritis tersebut yaitu Chand Kelvin dan Dea Sahirah. Keduanya resmi menikah pada Minggu, 7 juli 2024.

Menurut Chand, Ia memilih tanggal 1 Muharram karena menurutnya hari tersebut merupakan hari baik. Hari dimana pergantian tahun dalam kalender Islam. Ia pun berharap pernikahannya dengan Dea di tanggal tersebut membawa banyak keberkahan.

Baca Juga: Tanpa Alas Kaki, Kaesang-Erina Ikut Kirab Pusaka Malam 1 Suro di Mangkunegaran

Dengan adanya pemberitaan pernikahan pada 1 Suro, lantas muncul pertanyaan mengenai hukum menikah pada 1 Suro menurut Jawa dan Islam. Nah untuk mengetahui hukumnya, simak penjelasannya berikut ini.

Hukum Menikah pada 1 Suro dalam Islam

Masyarakat Jawa menghindari menyelenggarakan acara pernikahan pada 1 Suro. Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, menikah pada 1 Suro ini membawa malapetaka dan kesialan pada pernikahan tersebut.

Pada masa Rasulullah SAW, sempat ada larangan untuk melangsungkan pernikahan di bulan Muharram karena ada mitos dapat mendatangkan bala. Nabi Muhammad pun tidak sependapat dengan mitos semacam itu.

Untuk menghilangkan mitos tersebut, Nabi Muhammad SAW kemudian memilih untuk menikahkan putrinya di bulan Muharram. Pandangan Rasulullah juga disebarkan oleh pemuka agama Islam lainnya, seperti Ustaz Khalid Basalamah.

Baca Juga: Hamil Besar, Erina Gudono 'Langgar' Aturan Kirab 1 Suro? Ini Faktanya!

"Ada keyakinan sebagian orang, menurut mereka bulan yang panas, ini saya pernah dengar, sehingga mereka tidak mau menikah di bulan Muharram, tidak mau pindah rumah di bulan Muharram," ucap Ustaz Khalid Basalamah dikutip video Short YouTube bimbingansalaf3786.

Menurut Ustaz Khalid, keyakinan seperti ini tidak diperbolehkan. Sebab sejatinya, menikah adalah aktivitas positif secara syariat Islam dan bulan Muharram adalah bulan yang sangat baik.

"Di bulan ini justru paling mulia kalau Anda menikah. Bulan Muharram bulan yang mulia. Anda boleh menikah, Anda boleh pindah rumah, Anda boleh memulai usaha," terang Ustaz Khalid Basalamah.

Ia menambahkan, "Yang tidak boleh sama sekali (adalah) thiyarah, menggantungkan nasib pada waktu (tertentu), ini yang tidak boleh ketika menganggap ada kesialan (pada bulan Muharram)".

Selain itu, tidak disebutkan dalam hadis maupun Alquran mengenai adanya larangan menikah pada bulan Muharram atau Suro. Itu artinya, jika ingin menggelar hajatan pada bulan tersebut boleh-boleh saja.

Hukum Menikah pada 1 Suro menurut Jawa

Sedangkan dalam kepercayaan masyarakat Jawa, mereka berkeyakinan untuk tidak menikahkan anak-anaknya atau menggelar hajat pada 1 Suro karena dikhawatirkan akan berdampak buruk pada pernikahan tersebut di masa mendatang.

Itulah mengapa masyarakat Jawa sebagian besar menghindari menggelar hajatan pada bulan Suro atau Muharram. demi menjaga keselamatan, alih-alih menyelenggarakan pesta, masyarakat Jawa pun lebih dianjurkan untuk melakukan tirakatan atau mendekatkan diri pada Tuhan.

Selain itu, adanya larangan melakukan hajatan pada bulan Suro atau Muharram bulan tersebut dianggap bulan prihatin dan pilu oleh masyarakat Jawa lantaran pada bulan tersebut terjadi tragedi Karbala yang membuat cucu kesayangan Nabi SAW, yakni Husain Ali bin Abi Thalib tewas.

Akibat tragedi yang memilukan tersebut, kemudian muncul larangan untuk menggelar hajatan atau pernikahan pada Bulan Suro. Larangan tersebut  sebagai bentuk suatu penghormatan atas meninggalnya cucu kesayangan Nabi SAW.

Pengamat Budaya Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Dr. Bani Sudardi, menilai orang Jawa umumnya salah dalam menganggap larangan menikah sepanjang bulan Suro.

Pasalnya anggapan ini berkembang dari perhitungan primbon selaki rabi. Pada dasarnya setiap boleh diperbolehkan menikah, tetapi memang ada beberapa tanggal dan hari yang dianggap pantangan.

Dengan begitu artinya, pernikahan yang dilakukan baik oleh Salshabilla Andriani dan Ibrahim Risyad maupun Chand Kelvin dan Dea Sahirah tidak melanggar larangan. Sebab, mereka menikah menurut syariat Islam yaitu dilakukan dengan akad.

Demikian ulasan mengenai hukum menikah pada 1 Suro menurut Jawa dan Islam yang perlu diketahui. Semoga informasi ini bermanfaat!

Kontributor : Ulil Azmi

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI