Suara.com - Nasab ba'alawi sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW menjadi perbincangan hangat publik tanah air setelah muncul tesis dari KH Imaduddin Utsman.
Dalam tesisnya, Kiai Imad menyatakan dengan tegas ba'alawi yang ada di Indonesia bukanlah keturunan Nabi Muhammad SAW.
Nasab ba'alawi juga dianggap telah melakukan sejumlah manipulasi sejarah Indonesia. Salah satunya adalah Habib Bahar bin Smith.
Dalam video yang beredar di media sosial, Bahar bin Smith dengan tegas mengatakan, Proklamasi RI ditentukan oleh seorang ba'alawi bernama Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang.
Baca Juga: Riwayat Pendidikan Guru Gembul, Berani Sebut Habib Bahar bin Smith Ulama Gadungan
"Penentu hari proklamasi siapa? Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang," ujar Bahar bin Smith dalam cuplikan video yang beredar di media sosial.
Tidak hanya Bahar bin Smith, Habib Ali bin Jindan juga menyampaikan bahwa bendera merah putih dibuat berdasarkan fatwa Al Habib Idrus bin Salim Al Jufri Palu Al Khoirot.
Lalu ada Habib Novel Alaydrus yang mengatakan bahwa Garuda Pancasila adalah karya seorang habib bernama Sultan Hamid II.
"Garuda Pancasila itu adalah hasil karya seorang habib. Sultan Hamid II marganya Al Qadri," kata Habib Novel Alaydrus.
Klaim-klaim sepihak para habib mengenai sejarah Indonesia ini dibantah tegas sejarawan Prof Dr Anhar Gongong.
Baca Juga: Terbongkar! Habib Bahar Gunakan Hadis Palsu untuk Bela Silsilah Keturunan Nabi
Dikutip dari Youtube Padasuka TV, Anhar dalam sebuah acara diskusi menceritakan mengenai lambang negara Garuda Pancasila.
Menurut Anhar, saat itu dibentuk panitia pembuatan lambang negara yang diketuai Ki Hajar Dewantara. Anggotanya ada M Yamin dan Sultan Hamid II.
"Lalu dari sekian banyak bahan yang masuk, dua yang diterima yaitu milik Sultan Hamid sama Yamin. Tapi kemudian setelah dilihat, Yamin ada sedikit kecendrungan kejepang-jepangan, maka diterima karya Sultan Hamid," ujar Anhar.
Tetapi, kata Anhar, begitu Bung Karno melihat rancangan Sultan Hamid II, ternyata ada sejumlah hal yang dirasa kurang tepat. Bung Karno lalu memanggil seorang seniman bernama Dullah.
"Lalu dia katakan, Dullah perbaiki itu. Maka diperbaiki. Jadi yang kita lihat sekarang itu bukan asli dari Sultan Hamid tapi itu perbaikan dari kehendak Presiden Sukarno yang ditugaskan pada seorang seniman bernama Dullah," ucap Anhar Gonggong.
Anhar juga menolak penobatan Sultan Hamid II sebagai Pahlawan Nasional karena pada tahun 1947, pangkatnya dinaikkan dari kolonel menjadi Mayjen di negeri Belanda.
"Pada tahun itu kita diburu-buru oleh Belanda, ditembaki dan sebagainya, dia tidur di negeri Belanda," ujar Anhar Gonggong.
Mengenai bendera merah putih dibuat atas fatwa Al Habib Idrus bin Salim Al Jufri Palu Al Khoirot, Anhar menganggap klaim ini tidak benar.
"Ga bener. Jangan menggunakan sesuatu yang penting bagi negeri kita hanya untuk kepentingan diri kita dan kelompok kita," ujarnya.
Lalu mengenai klaim Bahar bin Smith bahwa Proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 atas perintah Habib Ali Kwitang, Anhar juga membantah hal itu.
"Ga ada itu. Itu justru antara tanggal 15-16 terjadi persoalan di antara pemimpin kita. itu menyebabkan maka pada 17 Agautsus kemerdekaan itu diadakan dan itu kemerdekaan bangsa belum ada negara. Besoknya baru ada negara yaitu tanggal 18 Agustus 1945," ucap Anhar Gonggong.