Cuti 6 Bulan Pada UU KIA Resmi Disahkan, JMS Pertanyakan Implementasinya Pada Buruh Perempuan: 3 Bulan Saja Sulit

Minggu, 30 Juni 2024 | 07:13 WIB
Cuti 6 Bulan Pada UU KIA Resmi Disahkan, JMS Pertanyakan Implementasinya Pada Buruh Perempuan: 3 Bulan Saja Sulit
Ilustrasi pekerja perempuan [shutterstock]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Seribu Hari Pertama Kehidupan atau (UU KIA) yang disahkan DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-19 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 pada (4/6/2024) lalu.

Salah satu poin yang menjadi sorotan dalam UU KIA ini yakni pemberian cuti 6 bulan kepada pekerja perempuan. Namun, nyatanya perkara cuti ini masih dinilai rancu pada implementasinya oleh beberapa organisasi dalam Jaringan Masyarakat Sipil (JMS).

Disampaikan oleh perwakilan JMS dari JALA PRT yakni Jumisih, terkait cuti 6 bulan dalam UU KIA dinilai akan sulit untuk diimplementasikan pada pekerja buruh perempuan. Pasalnya, dalam pelaksanaan cuti 3 bulan, hal tersebut sulit dilakukan sebab hubungan kerja yang tak pasti.

Ilustrasi ibu dan anak, poin-poin penting UU KIA (Freepik)
Ilustrasi ibu dan anak, poin-poin penting UU KIA (Freepik)

“Yang 3 bulan saja sulit diimplementasikan karena sebelumnya itu ada hubungan kerja yang tidak pasti. Itu kaitannya dengan status hubungan kerja yaitu buruh kontrak, borongan, harian lepas, yang buruh perempuan masuk,” ucap Jumisih dalam konferensi pers JMS Kebijakan Adil Gender secara daring, Sabtu (29/6/2024).

Menurutnya, hubungan kerja yang tak pasti para buruh perempuan yang tidak pasti itu membuat sulit mengakses hak cuti. Hal ini sama saja aturan cuti 6 bulan dalam UU KIA itu tidak bisa berlaku.

Pihaknya dan beberapa organisasi peduli perempuan lainnya mengaku senang adanya UU KIA dan visi yang ingin dicapai. Namun, menurutnya pemerintah juga harus bisa memikirkan implementasi aturan tersebut terhadap buruh perempuan yang hubungan kerjanya tidak pasti.

“Itulah yang kemudian menjadi pertanyaan saat UU KIA ini diketuk palu bagaimana implementasinya Kami apresiasi pemerintah mengesahkan UU ini sebagai wujud pembelaan dan perlindungan kepada buruh perempuan dan anak, tetapi kita juga ingin mengkritisi bagaimana nasib kami sebagai buruh perempuan,” tegasnya.

Bukan hanya itu, adanya cuti 6 bulan ini juga dinilai dapat menyingkirkan perempuan dalam industri kerja. Menurutnya, aturan ini seolah-olah membuat tugas perawat anak itu tanggung jawab perempuan. Padahal, dalam hal perawatan seharusnya bukan hanya dibebankan kepada perempuan.

“Ini juga berpotensi menyingkirkan buruh perempuan masuk ke dalam area industrialisasi, area publik. Karena seolah-olah dalam pelaksanaannya untuk perawat anak itu seolah-olah menjadi tanggung jawab perempuan sehingga beban perawatan dibebankan kepada perempuan,” katanya.

Baca Juga: CEO Ini Sudah Terapkan Cuti Melahirkan 6 Bulan Jauh Sebelum UU KIA Disahkan: Tetap Berikan Full Gaji dan Fasilitas!

Sebab hal itu, dari pihak JMS sendiri menyampaikan beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah. Beberapa rekomendasi tersebut di antaranya:

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI