Suara.com - Briptu Fadhilatun Nikmah, seorang polisi wanita di Mojokerto, Jawa Timur, telah mencapai batas kesabaran terhadap suaminya, Briptu Rian Dwi Wicaksono, yang juga seorang polisi. Kecanduan judi online telah menghancurkan keutuhan rumah tangga mereka. Dalam keputusasaan yang mendalam, Fadhilatun sampai hati membakar suaminya hingga tewas pada awal Juni lalu.
Kemarahannya sudah tak tertahankan lagi. Kecanduan Rian terhadap judi online telah menguras ekonomi keluarga mereka, terlebih saat mereka baru saja menyambut kelahiran anak ketiga. Perempuan berusia 28 tahun itu marah besar setelah mendapati saldo rekening bank suaminya berkurang hingga 2 juta rupiah. Padahal, Rian baru saja menerima gaji ke-13 dari pemerintah sebesar Rp2,8 juta pada awal Juni. Namun, dalam hitungan hari, saldo tersebut hanya tersisa Rp800 ribu.
Tragedi ini bukan satu-satunya kisah pilu akibat kecanduan judi online. Anggota DPR RI Komisi VIII, Wisnu Wijaya Adiputra, mengungkapkan bahwa selama tahun 2023, ada sepuluh kasus kriminal terkait judi online. Sementara itu, dari Januari hingga April 2024, tercatat ada empat kasus bunuh diri yang disebabkan oleh kecanduan judi online.
Kecanduan judi tak hanya memicu kehancuran finansial, tetapi juga menyulut api kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penelantaran anak. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) telah menerima enam laporan terkait KDRT dan penelantaran anak. Laporan-laporan tersebut berasal dari daerah Madiun, Tangerang, dua kasus di Jombang, Jakarta Utara, dan Tasikmalaya. Dalam setiap kasus, pola yang serupa terlihat: suami yang kecanduan judi online menjual barang-barang di rumah, termasuk milik anak-anak untuk keperluan sekolah, demi memenuhi hasrat berjudi.
Baca Juga: Menkominfo Akui Karyawan Kominfo Ikutan Main Judi Online
"Belum lagi yang sudah berhadapan pada ketergantungan, terjebak pada mimpi buaian kalau judi bisa berikan keuntungan. Itu jadi situasi yang harus ditangani bersama," kata Deputi Pemenuhan Hak Anak KPPPA Nahar ditemui suara.com di Jakarta.
Para pelaku judi online sebenarnya menyadari kalau tindakannya tidak benar. Namun, mereka tetap kesulitan untuk meninggalkan aktivitas terlarang itu. Dokter spesialis kejiwaan dr. Lahargo Kembaren, SpKJ, mengatakan bahwa pada dasarnya pengguna judi online memang kesulitan untuk berhenti dari kecanduan itu jika tak ada bantuan dari orang lain.
"Orang yang jatuh pada judi online itu nggak bisa menjelaskan masalah ini sendirian. Mereka membutuhkan support system, membutuhkan bantuan profesional medis agar betul-betul bisa keluar dari lingkaran setan judi online ini,” ucap dr. Lahargo kepada Suara.com.
Sebagai lingkungan terdekat, keluarga memang harus menjadi support system utama bagi pecandu judi online. Hal utama yang perlu diperhatikan oleh keluarga ialah berbagai masalah yang dialami pecandu. Biasanya, pecandu judi online memiliki beberapa masalah lain seiring kebiasaan tersebut, seperti utang pinjaman online. Maka, satu per satu persoalan tersebut harus diselesaikan.
Menurut dr. Lahargo, jika judi online dijadikan cara untuk menghilangkan stres, maka orang tersebut harus bisa memvalidasikan diri. Dalam hal ini, pelaku dapat mencari alternatif lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi stres sehingga tak lagi menyalurkannya ke judi online.
Baca Juga: Ini Sanksi untuk Pegawai Kejagung yang Main Judi Online
Cara lain yang perlu dilakukan adalah ventilasi. Dalam hal ini, dr. Lahargo menyarankan agar stres disalurkan melalui beberapa hal seperti cerita kepada orang lain, menulis buku harian, menulis jurnal, atau mendengarkan musik dengan lirik sesuai kehidupan pribadinya. Hal terakhir yang dapat dilakukan untuk mencegah stres sehingga tidak terjebak judi online adalah dengan pergi menemui ahli.
Jauhkan Pecandu Judi Online Dari Sumber Candunya
Keluarga harus berperan aktif dalam membantu pecandu lepas dari kebiasaan berjudi online. Untuk mencegah masalah tidak bertambah besar, keluarga dapat melakukan detoks dengan menjauhkan pelaku dari sumber candunya berupa judi online.
Dokter Lahargo menyarankan agar pelaku harus dihindarkan dari penggunaan ponsel, akses internet, atau memperhatikan arus keluar uangnya. Menjaga hal tersebut dapat mencegah agar pelaku tidak semakin kecanduan judi online. Tidak sampai di situ, untuk memutus kecanduan judi online, pihak keluarga dapat membawa pelaku untuk rehabilitasi.
"Rehabilitasi terhadap kondisi kejiwaan, karena ini sudah merupakan suatu gangguan kejiwaan. Ini kalau judi online atau judi patologis ini,” kata dokter Lahargo.
Selain itu, keluarga juga harus bergerak cepat mengamankan harta berharga begitu tahu ada anggota keluarganya yang jadi pecandu judi online. Misalnya, internet banking, dompet digital, hingga aset berharga seperti sertifikat rumah, BPKB kendaraan dan sebagainya.
Konsultan Perencana Keuangan sekaligus Penasihat Investasi Melvin Mumpuni menyarankan untuk memblokir semua aset dan sumber keuangan itu agar tidak digunakan untuk taruhan judi online.
Sependapat dengan dokter Lahargo, Melvin juga menyebut kalau kecanduan judi online sudah termasuk masalah psikologis. Sehingga, ada baiknya keluarga membawa pecandu konsultasi ke psikolog atau psikiater.
"Yang lagi waras (pasangan atau orangtua) fokus untuk benerin dulu pelaku (kecanduan judol), karena kalau udah kecanduan judol itu kena penyakit mental yang negatif, itu sembuhin dulu. Jadi sebelum sembuh akses keuangan, akses internet diblokir aja dulu," saran Melvin.
Apabila keuangan keluarga sudah terlanjur memburuk akibat judi online, Melvin sangat tidak merekomendasikan keluarga pecandu untuk menggunakan pinjaman online alias pinjol. Melakukan ini, kata Melvin, hanya akan menjadi bola salju alias menambah masalah karena ada risiko berupa bunga pinjol yang perlu diperhatikan.
Alih-alih pinjol, Melvin menyarankan untuk cari penghasilan sampingan yang layak. Akan tetapi, bila perlu dana mendesak, Melvin mengatakan tidak ada salahnya meminta bantuan anggota keluarga untuk memberikan pinjaman keuangan, dengan risiko yang lebih rendah karena tidak melibatkan bunga tinggi.
Melvin meyakini kalau masalah kecanduan judi online sangat terkait dengan gangguan mental. Apalagi Melvin juga sempat mendapat informasi jika mayoritas motivasi pelaku judol punya motif ingin cepat kaya. Keinginan cepat kaya itu terjadi karena adanya masalah di masa lalu yang belum selesai, salah satunya mendapat penghinaan di masa kecil karena kekurangan secara ekonomi.