"Gelar (itu) hanya di Indonesia. Dulunya (diciptakan) Belanda untuk kayak mengontrol karena mereka khawatir haji ini bisa membawa perubahan-perubahan pembebasan di tengah penjajahan," sambungnya.
Lebih lanjut, Habib Husein Jafar menyebut tolok ukur seseorang usai haji adalah sikapnya sekembalinya dari Tanah Suci. Bangsa Belanda saat itu khawatir terjadi perubahan sikap orang yang naik haji sehingga berpotensi mengancam mereka.
"Haji itu kan orang bertemu dengan banyak orang. Kemudian terjadi silaturahmi yang besar. Kemudian terjadi perjalanan spiritual. (Mereka) khawatir, karena haji itu tolak ukurnya setelah mereka pulang. Nah dirinya berubah gak? Khawatir perubahan dirinya itu membuat dampak sosial dan politik dengan 'Ayo kita lawan penjajahan ini'," pungkasnya.