Profil Pabrik Tekstil Sritex: Dulu Bangga All In Prabowo-Gibran, Kini Terancam Gulung Tikar

Ruth Meliana Suara.Com
Kamis, 20 Juni 2024 | 12:27 WIB
Profil Pabrik Tekstil Sritex: Dulu Bangga All In Prabowo-Gibran, Kini Terancam Gulung Tikar
PT. Sri Rejeki Isman Tbk merupakan Perusahaan Tekstil dan Garment yang terintegrasi, terbesar di Asia Tenggara. [Bojonegorokab.go.id]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pabrik tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) yang menguasai pasar tekstil di Indonesia bahkan hingga Asia Tenggara kini terancam gulung tikar.

Selain karena kehadirannya di pasar tekstil, Sritex juga terkenal lantaran memiliki kedekatan dengan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang memenangkan Pilpres 2024.

Adapun dalam ajang Pilpres 2024, jajaran direksi hingga karyawan Sritex kompak bangga mendukung Prabowo-Gibran.

Presiden Komisaris PT Sritex Iwan Setiawan Lukminto dalam keterangannya Januari 2024 menaruh harapan yang besar kepada Prabowo dan Gibran untuk memberikan angin segar bagi industri tekstil nasional.

Baca Juga: Zulhas Bantah Permendag No 8 Tahun 2024 Jadi Penyebab Perusahaan Tekstil Bangkrut

Sayangnya, impian Iwan harus terkubur lantaran PT Sritex mengalami defisit modal dan terpaksa terancam bangkrut.

Profil Sritex: Bermula dari lapak di pasar lokal hingga jadi raksasa pasar global

Dahulu, Sritex sempat mengalami masa jaya sebelum dilanda defisit keuangan.

Sritex bermula sebagai sebuah bisnis kecil yang dirintis oleh H.M Lukminto pada tahun 1966 silam, berdasarkan informasi yang tertera di laman resmi PT Sritex.

Adapun H.M Lukminto adalah ayah kandung dari Iwan yang kini menjabat sebagai Presiden Komisaris PT Sritex.

Baca Juga: Pabriknya Terancam Bangkrut, Bos Raksasa Tekstil Sritex Memohon Ini ke Gibran

H.M Lukminto kala itu mendirikan sebuah lapak di pasar Klewer, Surakarta yang menjual berbagai macam produk tekstil.

Lambat laun, H.M Lukminto akhirnya mendapatkan pemasukan yang stabil hingga ia memutuskan untuk membuka pabrik sendiri pada 1968. Pabrik tersebut memproduksi kain putih dan berwarna yang dijual ke berbagai pengusaha tekstil di Kota Surakarta.

Usaha Lukminto akhirnya didaftarkan secara resmi sebagai perseroan terbatas atau PT sepuluh tahun sejak pabrik pertama mereka dibuka.

Lalu pada 1982, PT Sritex memperluas jangkauan pasar mereka dengan mendirikan pabrik kain tenun.

Sepuluh tahun kemudian, PT Sritex memiliki 4 unit pabrik yang meliputi pabrik pemintalan, penenunan, sentuhan akhir, dan busana agar bisa mandiri dalam produksi.

Jatuh bangun Sritex: Bertahan di krisis moneter namun dihantam pandemi Covid-19

Kendati Indonesia dihantam krisis moneter, PT Sritex berhasil bertahan bahkan memperluas pabriknya ke kancah dunia.

PT Sritex resmi menjadi produsen seragam bagi pasukan NATO dan tentara Jerman pada 1994, beberapa tahun sebelum terjadi krisis moneter 1998.

Kini, PT Sritex memiliki berbagai wilayah operasi dan memperoleh segudang penghargaan, seperti The Beavel of Quality Empowerment sebagai Organization with Oustanding Performance dari Total Quality Indonesia.

Semenjak Lukminto wafat, PT Sritex semakin berjaya usai dipimpin Iwan Lukminto.

Sayangnya, kejayaan tersebut lambat laun pudar lantaran Indonesia dilanda pandemi Covid-19 sekaligus gonjang-ganjing pasar tekstil global. 

Operasional PT Sritex menjadi terganggu dan akhirnya mengalami utang yang membengkak senilai US$1,54 miliar (Rp24,3 triliun) pada September 2023.

Utang tersebut melebihi aset keseluruhan PT Sritex yakni US$653,51 juta (Rp10,33 triliun).

Kontributor : Armand Ilham

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI