Tapi akibat revolusi sosial di Solo akhirnya pada 1945 hingga 1946, Mangkunegaran tidak lagi berdaulat dan kini masih berfungsi sebagai cagar budaya yang pengelolaannya dilakukan turun temurun dari keluarga.
2. Bangunan sudah ada sejak 1575
Bangunnya ini sudah ada sebelum Indonesia merdeka, karena saat itu jadi tempat berdirinya kerajaan Mangkunegaran, hasil dari perjanjian Salatiga antara Sunan Pakubuwana III dengan Raden Mas Said di Salatiga disaksikan oleh perwakilan Sultan Hamengkubuwana I dan VOC.
Hasilnya Raden Mas Said sebagai pendiri Mangkunegaran memerintah di wilayah Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara dan Kedu. Ia memiliki gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I dan berkedudukan di Pura Mangkunegaran.
3. Terdapat Masjid Keraton Mangkunegaran
Masjid ini bernama masjid al-wushto, milik Keraton Pura Mangkunegaran, Surakarta yang sudah didirikan sejak 1295 hijriah atau 1878 masehi dan selesai pada 1918.
Pengelolaan Masjid dipercayakan kepada para pengurus yang diangkat menjadi Abdi Dalem Keraton Mangkunegaran. Sejak zaman penjajahan Belanda sampai beralih ke penjajahan Jepang, Masjid Al-Wustho tetap menjadi Masjid Keraton.
4. Tarian mahakarya Pura Mangkunegaran
Tidak hanya sebagai tempat menjabat, destinasi wisata sejarah ini juga jadi tempat terciptanya tarian Serimpi Mandrarini, karya besar budaya Jawa Tengah, dan dikenal sebagai ungkapan seni komunitas bangsawan pada zaman raja-raja Jawa pada masa itu.
Tarian ini terdiri dari 4 orang penari menggunakan properti seperti keris dan panah, yang sudah ada sejak lama di jaman Mataram. Kata serimpi sendiri memiliki arti empat. Mangkunegaran sendiri memiliki beberapa tari serimpi di antaranya Serimpi Mandrarini, Serimpi Pandelori, Serimpi Moncar, Serimpi Putri Cina.