Suara.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyampaikan keprihatinan atas peristiwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang terjadi dalam rumah tangga dua anggota Kepolisian di Jawa Timur. Dari hasil laporan pihak kepolisian, aksi KDRT itu dipicu karena komunikasi yang kurang baik antara suami dan istri.
Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati meminta kepada kepolisian tetap mengutamakan dan mempertimbangkan kepentingan terbaik bagi perempuan yang berhadapan dengan hukum dan pendampingan terhadap anak-anaknya.
"Komunikasi dalam rumah tangga menjadi penting sehingga hal-hal buruk bisa dicegah dengan memberikan perhatian khusus pasca melahirkan serta bersama-sama dalam memberikan pengasuhan terhadap anak dan urusan rumah tangga," kata Ratna dalam siaran persnya, Kamis (13/6/2024).
Dia mengingatkan kepada masyarakat agar tidak mudah tergiur untuk mendapatkan uang secara instan, sekalipun tengah terdesak kebutuhan. Sebab, uang instan itu kerap kali dapat dengan cara yang merugikan diri dan keluarga.
Baca Juga: Viral Foto-foto Babak Belur hingga Dirawat di Rumah Sakit, Lesti Kejora Beri Klarifikasi Ini
"Persoalan ekonomi seringkali masih menjadi faktor penyebab pertengkaran antara suami dan istri yang berujung pada terjadinya KDRT. Harus ada komunikasi yang terbuka antara suami istri agar permasalahan keluarga dapat diselesaikan dengan baik dan tanpa ada kekerasan,” pesan Ratna.
Dia juga mengajak semua perempuan serta masyarakat ambil peran apabila mengalami, mendengar, melihat, atau mengetahui kasus kekerasan untuk berani mengungkap kasus kekerasan yang terjadi. Masyarakat dapat melaporkan kasus kekerasan melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.
Terkait proses hukum yang masih berjalan, Kemen PPPA berharap kepada polisi untuk memastikan kehadiran pendampingan, terutama psikolog klinis guna memastikan situasi pihak yang dimintai keterangan benar-benar telah siap memberikan kesaksian. Bahkan jika diperlukan dapat menghadirkan ahli terkait diskriminasi dan kekerasan berbasis gender.
"Kami sangat mendukung upaya Kepolisian yang telah mempertimbangkan kondisi khusus, seperti perempuan pasca melahirkan yang dapat mengalami kondisi tidak stabil seperti gangguan suasana hati atau gangguan psikologis atau disebut dengan baby blues. Oleh karena itu, dalam penanganan perempuan yang berhadapan dengan hukum dalam kondisi khusus perlu mendapatkan hak eksklusif ibu dan anak sesuai aturan perundang-undangan,” pinta Ratna.
Baca Juga: Khofifah Tak Setuju Wacana Kemensos dan KemenPPPA Digabung di Kabinet Prabowo-Gibran, Ini Alasannya