Suara.com - Di sudut Jakarta Timur, di antara deru kendaraan dan hiruk-pikuk ibu kota, sekelompok remaja dengan seragam putih abu-abu tampak duduk santai. Nongkrong sepulang sekolah bagi Rizky (17) dan kawan-kawannya, tidak dapat dipisahkan dari sebatang rokok.
Asap putih yang mengepul diakuinya tidak membuat sesak. Justru, merokok sambil nongkrong sepulang sekolah sudah jadi ritual yang dilakukannya sejak SMP. Dalam sehari, Rizky bisa menghabiskan tiga sampai empat batang rokok. Ketika uang di kantong menipis, Rizky dan teman-temannya akan patungan, membeli sebungkus rokok yang kemudian dibagi rata.
“Mulainya enggak baru-baru ini, saya udah dari SMP. Awalnya ikut-ikut temen biar kelihatan keren juga waktu itu, eh keterusan sampe sekarang. Biasanya sehari tiga sampai empat batang, belinya ada di dekat parkir warung batangan juga dikasih. Cuma lebih sering beli di tempat nongkrong ada warung juga,” kata Rizky kepada Suara.com, baru-baru ini.
Sementara itu, meski status mereka masih pelajar, Rizky dan teman-temannya tak mengalami kesulitan sedikit pun untuk mendapatkan rokok. Seragam sekolah yang mereka kenakan seolah tak berarti apa-apa di mata para penjual. Satu larangan pun tak terdengar dari mulut-mulut yang sehari-harinya menjajakan barang beracun itu.
Baca Juga: Kisah Pelajar Alami Masalah Pernapasan Karena Paparan Asap Rokok Dari Orang Terdekat
Mereka hanya perlu datang dan meminta, lalu tanpa banyak tanya, rokok-rokok itu akan berpindah tangan. Tak ada pandangan curiga, tak ada kata “tidak” yang keluar dari bibir penjual. Padahal, beberapa dari warung-warung itu berada tak jauh dari gerbang sekolah, hanya beberapa langkah yang memisahkan dunia belajar dan dunia kepulan asap tembakau.
“Selama beli enggak pernah susah sih, enggak pernah ditanya juga langsung dikasih aja. Warung di dekat sekolah ngasih-ngasih aja jadi emang santai aja,” ungkap Rizky.
Tak hanya, kemudahan membeli rokok ini juga dialami teman-teman F (15). Sebagai sosok yang memiliki teman perokok, F menjadi saksi di mana para penjual mudah memberi rokok di warung kawasan sekolah. Padahal saat membeli rokok, jelas-jelas merekamemakai seragam putih-biru.
“Temen-temen kalo beli di warung atau warkop ya dikasih aja meskipun kitanya masih pake baju sekolah. Sejauh ini enggak pernah liat temen ditolak, pasti selalu dikasih,” kata F.
Pemberian rokok yang mudah kepada pelajar juga diakui oleh Nur (48), pemilik warung yang menjual rokok dekat kawasan sekolah. Baginya, seragam sekolah para pembelinya bukanlah alasan untuk menolak menjual barang dagangannya. Sebagai penjual, Nur merasa tugasnya adalah melayani semua pembeli tanpa kecuali.
Baca Juga: Outfit-nya Gak Pernah Gagal, Gaya Ameena Sekolah Tenteng Tas Branded dari Kris Dayanti Curi Atensi
Nur menganggap penjualan rokok sebagai bagian dari mata pencahariannya. Karenanya, ia tidak pernah sekalipun melarang para pelajar membeli rokok di warungnya. "Kita mah kan penjual, penghasilan kita jadi ngelayanin aja dan enggak ngelarang. Anak-anak juga beli pakai uangnya," ungkap Nur.
Warung Rokok di Sekitar Sekolah Masih Banyak
Mudahnya para pelajar membeli rokok ini perlu mendapat perhatian khusus. Data pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukan prevalensi perokok anak meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018. Padahal, Kementerian Kesehatan sendiri dalam PP Kesehatan Pasal 424 E mengatur larangan adanya penjualan rokok dengan radius 200 meter dari satuan pendidikan. Hanya saja, fakta lapangannya masih banyak pelajar yang mudah membeli rokok di warung-warung sekitar kawasan sekolah.
Sementaa itu berdasarkan temuan terbaru PKJS UI di DKI Jakarta dengan memantau Google Maps, ditemukan sekitar 20 persen warung yang menjual rokok di sekitar sekolah.
"Sehingga berdasarkan data kepadatan penduduk kita, setiap 1.000 penduduk ada satu warung penjual rokok, jadi ini ketika tidak diatur akan membahayakan," ujar Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI), Risky Kusuma Hartono, PhD.
Selain itu, penelitian dari Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), pada 2023 menemukan mayoritas murid sekolah membeli rokok eceran saat pertama kali mengisap tembakau. Project Lead for Tobacco Control di Center for Indonesia's Strategic Development Initiatives (CISDI), Beladenta Amalia mengatakan, pada 2019 lalu bahkan rokok eceran yang dibeli para pelajar ini bahkan dikenakan harga murah, yakni Rp 1.000 per batangnya.
"Hasil studi kualitatif CISDI menemukan 7 dari 10 murid sekolah membeli rokok eceran, baik pada konsumsi di 30 hari terakhir maupun saat mencoba rokok untuk pertama kali," ujar Beladenta.
Halaman Selanjutnya: Dampak Rokok Pada Anak dan Upaya Pencegahan