Suara.com - Populasi dunia yang terus meningkat dan perubahan iklim menghadirkan tantangan besar dalam menjaga ketahanan pangan. Seiring dengan itu, sektor pertanian pun menghadapi tantangan kompleks, termasuk produktivitas rendah, infrastruktur yang kurang memadai, dan dampak perubahan iklim.
Pada titik ini, solusi inovatif seperti smart farming dianggap mampu menguatkan sektor pertanian dan menciptakan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan. Konsep smart farming pun dianggap sebagai solusi inovatif untuk meningkatkan produksi pangan secara berkelanjutan.
Lalu, apa itu smart farming?
Smart Farming, atau pertanian cerdas, adalah penerapan teknologi modern seperti Internet of Things (IoT), Global Positioning System (GPS), drone, dan teknologi lainnya dalam sistem pertanian. Konsep ini memungkinkan petani untuk memantau dan mengelola berbagai aspek pertanian mereka dengan lebih presisi dan efisien.
Baca Juga: DPR RI Minta Jepang Ajarkan Smart Farming kepada Petani Muda Indonesia
Saat ini, banyak perusahaan rintisan (startup) yang turut serta dalam menerapkan Smart Farming sebagai bagian dari model bisnis mereka. Salah satunya adalah INDICO, anak perusahaan Telkomsel yang berfokus pada pengembangan ekosistem digital melalui Digital Food Ecosystem (DFE), platform di sektor pertanian.
Berbagi pandangan terkait smart farming, Tomy Perdana, Direktur Inovasi dan Korporasi Universitas Padjajaran sekaligus Guru Besar Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, justru melihat bahwa penerapan teknologi di sektor pertanian baru menjadi langkah awal.
“Smart farming merupakan langkah awal yang penting, namun solusi untuk ketahanan pangan memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Dengan memfokuskan pada pengembangan ekosistem digital pangan dari hulu ke hilir, kita dapat menciptakan solusi yang lebih efektif dan berkelanjutan bagi ketahanan pangan," jelas Tomy.
Beliau menjelaskan bahwa kombinasi populasi yang melimpah dan kekayaan hayati yang beragam menjadi landasan yang kuat bagi pengembangan ekosistem digital pangan di Indonesia. Teknologi digital dapat dioptimalkan untuk meningkatkan efisiensi produksi, distribusi, dan aksesibilitas pertanian serta pangan secara lebih efisien dan berkelanjutan.
Selaras dengan hal tersebut, Andi Kristianto, CEO INDICO mengatakan bahwa pihaknya menyadari bahwa mendukung petani dengan teknologi yang relevan adalah suatu keharusan di era sekarang.
Baca Juga: Infrastruktur Air Jaga Ketahanan Pangan, Kementerian PUPR Ungkapkan WWF 2024
"Tetapi, untuk betul-betul menyelesaikan akar permasalahan di sektor pertanian, kita perlu membangun suatu ekosistem pangan yang solid, sehingga seluruh komunitas pertanian dapat saling merangkul, melengkapi, dan menciptakan added value terhadap satu sama lain," katanya dalam keterangan.
Melalui DFE, perusahaannya berusaha menjawab tantangan nyata petani dan pelaku bisnis di sektor pertanian, sekaligus berharap inovasi yang lahir dari DFE tersebut dapat menjamin ketersediaan bahan pangan yang stabil di pasar dan menciptakan model rantai pasokan yang efisien.
Sebelumnya, DFE telah menunjukkan bukti nyata melalui pilot project di Selogiri, Jawa Tengah, tahun lalu. Setelah penerapan inovasi dari DFE, 200 ton gabah padi dari 40 hektar lahan sawah berhasil dipanen, di tengah ancaman kekeringan lahan.
Keberhasilan penerapan digitalisasi pertanian tersebut juga telah membantu sekitar 50 petani dalam menghasilkan komoditas pertanian yang lebih berkualitas sekaligus meningkatkan nilai komersial hasil pertanian mereka. Inovasi ekosistem dan teknologi yang diimplementasikan mampu meningkatkan efisiensi baik dari segi biaya maupun tenaga.
Dalam pengembangan ekosistem digital pangan di Indonesia, Tomy Perdana menyoroti tiga faktor utama. Pertama, pertanian kontrak (contract farming) menjadi krusial karena menghubungkan produksi dengan pasar. Akibatnya, ekosistem digital pangan dapat dikembangkan secara efektif dan berkelanjutan dengan menggunakan teknologi untuk mengurangi kerugian hasil panen dan limbah pangan.
Kedua, teknologi digital, seperti konsep Smart Farming, membantu pertanian bekerja lebih optimal dan efisien, sehingga produksi dan ketersediaan pangan di setiap daerah dapat terjaga dengan lebih baik.
Terakhir, pembentukan simpul pangan (food hubs) menjadi strategi penting dalam mengelola permintaan dari setiap segmen pasar. Simpul pangan ini dikembangkan dengan optimalisasi manajemen dan teknologi logistik berbasis digital, memungkinkan distribusi pangan yang lebih efisien dan terkoordinasi.
"Dengan mempertimbangkan ketiga hal tersebut, diharapkan pengembangan sistem ekosistem digital pangan dapat lebih baik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dan dapat berkontribusi dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan. Jadi, meskipun smart farming penting, itu baru langkah awal dan bagian dari solusi yang lebih besar untuk mengatasi masalah di sektor pertanian Indonesia," tutup Tomy.