Suara.com - Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih menjadi topik perbincangan hangat. Kebijakan ini dianggap pemerintah sebagai solusi agar seluruh masyarakat bisa memiliki hunian sendiri.
Namun, hal itu justru menuai polemik karena rakyat merasa dirugikan. Terlebih mereka yang berpenghasilan di bawah rata-rata. Publik juga yakin tidak akan punya rumah dari kebijakan ini.
Mengetahui adanya protes dari rakyat itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengaku menyesali Tapera karena terburu-buru. Ia bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani setuju apabila kebijakan ini ditunda.
Basuki mengatakan sejauh ini pemerintah sudah menggelontorkan APBN Rp 105 triliun digelontorkan untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP dan subsidi bunga.
Baca Juga: Menteri PUPR Tak Menyangka Tapera Jadi Polemik dan Picu Kemarahan Publik: Saya Nyesal Betul
"Sedangkan untuk Tapera ini, mungkin dalam 10 tahun bisa terkumpul Rp 50 triliun. Jadi effort-nya dengan kemarahan ini saya pikir saya nyesel betul, saya nggak legewo lah," kata Basuki di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Menurut menteri yang akrab disapa Pak Bas ini, pelaksanaan Tapera ini baru akan diterapkan pada 2027. Itu pun sudah mengalami pemunduran.
"Menurut saya pribadi, kalau memang ini belum siap, kenapa kita harus tergesa-gesa," ungkapnya.
Adapun polemik Tapera di antaranya soal aturan potong gaji, pekerja lepas seperti ojek online (ojol) ikut terdampak. Kemudian, adanya demo dari para buruh hingga diprotes anggota DPR.
Aturan Pemotongan Gaji Pekerja
Baca Juga: Reaksi 'Centil' Susi Pudjiastuti Tanggapi Pernyataan Basuki Hadimuljono soal Tapera yang Ditunda
Diterapkannya potong gaji untuk Tapera diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Besarnya sendiri mencapai 3 persen dari gaji dengan 2,5 persen ditanggung pekerja dan 0,5 persen dibayarkan pemberi kerja. Potongan ini berlaku bagi ASN serta pekerja swasta dan lepas.
Dengan kata lain, penghasilan ojol juga disebut-sebut akan dipotong Tapera. Hal ini lantas membuat publik semakin kesal. Tak terkecuali mereka yang juga memiliki gaji di bawah rata-rata.
Sementara itu, menurut Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti, iuran Tapera sebesar 3 persen akan diinvestasikan ke dalam surat berharga negara (SBN).
Kemenkeu bersama otoritas terkait, termasuk Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bakal terus mengawasi pengelolaan dananya.
Jadi, masyarakat bisa mendapatkan keuntungan dari hasil setoran ke Tapera. Bukan hanya itu, iuran yang dalam jangka waktu tertentu ini juga dapat dikembalikan kepada rakyat.
Didemo Buruh
Penolakan kebijakan iuran Tapera diserukan para buruh yang berdemo di Patung Kuda Sapta Pesona pada Kamis (6/6/2024). Setidaknya ada 6 alasan mengapa mereka menolak Tapera.
Di antaranya tidak ada jaminan buruh mendapat rumah. Lalu, terlalu banyak potongan di tengah kenaikan upah yang tak sebanding dengan daya beli. Mereka menilai, bisa-bisa karyawan hanya membawa slip gaji ke rumah.
Partai Serikat Buruh pun mendesak pemerintah mencabut aturan soal Tapera. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan, saat ini gaji kaum buruh sudah dipotong sebesar 12 persen.
Maka, dengan adanya potongan pendapatan setiap bulannya untuk Tapera dapat memberatkan hidup kaum buruh. Partai Buruh lantas memastikan demo kemarin hanya awal pergerakan.
Jika jajaran pemerintah dan Presiden Jokowi tetap membiarkan program itu berjalan, maka akan ada aksi yang lebih besar. Mereka juga akan melayangkan Judicial Review ke MA hingga MK.
Diprotes Anggota DPR
Tapera juga sempat diprotes oleh anggota DPR Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka. Dalam rapat paripurna DPR, Selasa (4/6/2024), ia menyoroti pengembalian dana Tapera yang belum terlaksana.
"Temuan BPK RI, terdapat 124.960 orang pensiunan peserta Tapera karena meninggal dan pensiun sampai triwulan ketiga 2021, belum menerima pengembalian dana Tapera sebesar Rp 567,5 M dengan rincian sebanyak 25.764 orang dari data BKN senilai Rp 91 M," ungkap Rieke.
Rieke juga menyampaikan rekomendasi atas Tapera yang menuai kritik. Ia meminta BPK agar mengaudit bank terkait dana Tapera dan pemerintah untuk membenahi. Jika belum dibenahi, ia setuju Tapera dibatalkan.
"Meminta BPK RI melaui pimpinan DPR agar melakukan audit pemeriksaan terkait bank kustodian yang telah disetujui oleh OJK," kata Rieke.
"Mendesak pemerintah membenahi carut marut BP Tapera dan sebelum itu dibenahi, pimpinan izin, saya menyatakan mendukung untuk pembatalan dan penundaan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2020 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat," lanjutnya.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti