Dalam sebuah survei berjudul Young adults and homeownership in Jakarta, Indonesia, peneliti dari University of New South Wales menemukan setidaknya ada dua hambatan utama yang menghalangi kaum muda dewasa di Jakarta untuk punya rumah, yakni harga rumah yang tidak terjangkau dan pendapatan yang tidak cukup.
Terbatasnya pasokan tanah dan perumahan serta pertumbuhan jumlah penduduk ditengarai yang bikin harga rumah di Jakarta melejit. Situasi ini membuat kepemilikan rumah semakin sulit. Pada 2019, tingkat kepemilikan rumah di Indonesia rata-rata 80,07%, namun di Jakarta hanya 48,33%. Ini adalah rasio terendah dibandingkan kota lain, seperti Banten dan Jawa Barat yang memiliki persentase di atas 80%.
Reza bahkan terpaksa mengambil hunian di pinggiran Jakarta, lantaran harga rumah di pusat ibukota sudah tidak tergapai. Meski itu artinya ia mesti menebusnya dengan dengan jarak dari rumah ke kantor sekitar 25 kilometer satu kali tempuh.
"Di Tangerang Selatan aja yang paling dekat dengan transportasi umum, kita waktu itu sempat survei di Pondok Cabe, sudah Rp1 miliaran yang dapat akses transportasi umum. Makanya kenapa pilih Cinangka, Sawangan, Depok memang harganya lebih murah, meski agak jauh (dari akses transportasi umum)," cerita Reza.
Situasi tadi yang menurut Perencana Keuangan, Safir Senduk membuat makin banyak orang kini tidak ingin punya hunian sendiri. Mereka cenderung memilih untuk sewa.
"Jadi mereka lebih mengedepankan fungsi, anak muda zaman sekarang realistis karena memang sewa lebih murah dibandingkan harus membeli. Hal ini juga berlaku terhadap tempat tinggal," jelas Safir.
Bisakah Tapera Jadi Solusi Hunian Anak Muda?
![Pekerja melintas di kawasan Perkantoran Sudirman, Jakarta, Selasa (28/5/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/original/2024/05/28/65960-pekerja-ilustrasi-pekerja-ilustrasi-pekerja-swasta.jpg)
Dikutip dari ANTARA, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menyatakan bahwa iuran Tapera belum tentu efektif mengatasi masalah backlog perumahan di Indonesia.
Meskipun kewajiban iuran ini telah berjalan sejak 2018, belum ada bukti bahwa masalah backlog terselesaikan. Bahkan, meski Bank Tabungan Negara (BTN) mendapat suntikan modal besar pada 2023 untuk membantu kepemilikan rumah, namun backlog masih tinggi.
Baca Juga: Akal-akalan Tapera, PDB RI Bisa Jeblok dan Ribuan Pekerja Terancam PHK
Manfaat bagi peserta yang tidak mengambil program Tapera juga minim. Peserta yang tidak mengambil rumah pertama akan dirugikan jika tingkat pengembalian tidak optimal. Huda menyarankan bahwa dana iuran Tapera lebih baik diinvestasikan sendiri oleh peserta untuk menghindari biaya peluang yang hilang.