Suara.com - Perencana Keuangan Safir Senduk mengatakan kini makin banyak orang tidak ingin punya rumah dan lebih pilih sewa alias sewa rumah. Pandangan ini disampaikan karena baru-baru ini hebohnya program kontroversial Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang baru saja ditetapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Safir Senduk menegaskan sudah jadi teori umum sewa rumah lebih murah dibanding beli atau cicil Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Meski begitu ia mengatakan ada beberapa tanda orang harus beli rumah yang bisa dikenali.
Ciri atau tanda orang siap beli rumah ini bukan dikaitkan pada status keuangan maupun status hubungan pernikahan, tapi mayoritas karena alasan psikologis. Termasuk orang itu sudah siap menerima segala risiko dan konsekuensi punya rumah.
"Misalnya nih kita beli rumah di BSD (Bumi Serpong Damai), artinya kalau beli secara mencicil 25 tahun kita terikat sama tempat itu. Padahal bisa saja ia pindah kerja, dapat promosi bekerja di luar negeri dan sebagainya," ungkap Safir dihubungi suara.com beberapa waku lalu.
Tapi kata Safir, apabila orang tersebut bisa memastikan tidak akan pindah dari lokasi itu selama 10 tahun atau selama cicilan rumah berjalan. Maka kondisi ini bisa jadi tanda, sudah saatnya ia membeli rumah.
"Jadi pastikan dulu kalau ia bakal tinggal di sana. Pada praktiknya itu susah, karena ada godaan pekerjaan baru, perusahaan juga belum tentu selamanya bertahan dan menjamin," jelasnya.
Ada juga tanda seseorang sudah siap beli rumah apabila sudah siap menanggung risiko, dengan tetangga kurang menyenangkan, kebijakan developer (pengembang) perumahan yang kurang layak, hingga lahan hijau yang dipangkas.
"Misalnya beli ruko kita memang bisa milih bangunannya bagus, tapi kita nggak bisa kontrol parkir berbayar, pilih rumah di tanah banyak lahan hijaunya, tapi tanah hijaunya punya developer, dan kita nggak bisa atur mereka mau apa dengan lahan itu," tambah Safir.
Sehingga lelaki pemilik Certified Financial Planner (CFP) itu menyimpulkan, apabila mayoritas tanda seseorang siap beli rumah yaitu berdasarkan pertimbangan psikologis. Beberapa alasan itu yakni keamanan, kenyamanan dan kepuasan memiliki rumah.
Baca Juga: Profil BP Tapera: Begini Sejarah, Jajaran Komite dan Deputi yang Diisi Beberapa Menteri Jokowi
"Jadi ada alasan yang mengganggu banget nih kalau nggak punya rumah sendiri ya sudah silahkan beli rumah. Karena kalau ada alasan psikologis yang mengganggu, itu nggak bisa dilawan dengan alasan keuangan," pungkas Safir.
Aturan wajib Tapera, gaji karyawan dipotong 2,5 persen
Aturan gaji bakal kena potongan untuk Tapera itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
"Semuanya dihitung lah, biasa dalam kebijakan yang baru itu pasti masyarakat juga pasti ikut berhitung mampu atau gak mampu, berat atau gak berat," kata Jokowi di Istora, Senayan, Jakarta pada Senin, 27 Mei 2024.
Nantinya pemerintah akan menetapkan besaran potongan dana Tapera yang diambil dari gaji karyawan setiap bulan sebesar 3 persen. Dalam PP tersebut pada pasal dijelaskan potongan dibayarkan 0,5 persen dibebankan kepada pemberi kerja atau perusahaan. Lalu sisanya, 2,5 persen diambil dari gaji pekerja.
Dalam Pasal 14, disebutkan bahwa potongan dana Tapera bagi pekerja mandiri atau freelancer dibayarkan secara mandiri.
Nantinya Tapera diklaim membuat peserta berpeluang mendapatkan pembiayaan dana murah jangka panjang, dalam memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau bagi peserta bekerja sama dengan bank penyalur.
Pembiayaan perumahan bagi peserta ini meliputi Kepemilikan Rumah (KPR), Pembangunan Rumah (KBR), dan Renovasi Rumah (KRR).