2. RUU Penyiaran
![Orasi yang dilakukan Aliansi Masyarakat Bali Tolak RUU Penyiaran (AMKARA Bali) yang terdiri dari para jurnalis, pekerja media dan mahasiswa muntuk menolak Rancangan Undang-undang (RUU) Penyiaran di Gedung DPRD Provinsi Bali, Selasa (28/5/2024) [AJI DENPASAR]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/05/28/53988-jurnalis-di-bali-tolak-ruu-penyiaran.jpg)
RUU Nomor 32 Tahun 2022 tentang Penyiaran ini menjadi perhatian karena bukan hanya mencakup penyiaran konvensional namun juga digital.
"Ente-ente meeting aja tidur... bikin RUU Penyiaran..Pasti mimpi kan," cuit Deddy Corbuzer, Rabu (29/5/2024).
"Test urine dulu lah..." imbuhnya.
Selain itu Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) menilai draf RUU Penyiaran terkesan disusun secara tidak cermat dan berpotensi mengancam kemerdekaan pers.
IJTI salah satunya menyoroti Pasal 50 B ayat 2 huruf c yang melarang penayangan eksklusif karya jurnalistik investigasi.
"Selama karya tersebut memegang teguh kode etik jurnalistik, berdasarkan fakta dan data yang benar, dibuat secara profesional dan semata-mata untuk kepentingan publik maka tidak boleh ada yang melarang karya jurnalistik investigas disiarkan di televisi," beber IJTI dalam siaran pers, dikutip Selasa (14/5/2024).
3. Iuran Tapera
Pada akhir Mei, masyarakat juga dibuat terkejut dengan aturan potong gaji untuk iuran Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Aturan itu tertuang dalam PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera.
Baca Juga: Komite Pengawas Tapera Akan Dibentuk, Moeldoko: Jangan Sampai Terulang Kasus Asabri!
Pada PP tersebut, para pekerja ditarik setiap bulannya yakni 3 persen dari gaji baik PNS atau pegawai swasta.