Suara.com - Harta kekayaan Febrie Adriansyah, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mendadak banyak dibicarakan usai dirinya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di tengah isu penguntitan Densus 88 padanya.
Laporan tersebut diajukan oleh Indonesia Police Watch (IPW) bersama sejumlah organisasi masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST) dengan dugaan korupsi yang melibatkan persekongkolan dalam pelaksanaan lelang barang rampasan benda sitaan korupsi, khususnya saham PT Gunung Bara Utama (GBU).
Dibuntuti Densus 88
Pada hari Minggu, 19 Mei 2024 lalu, anggota militer yang bertugas mendampingi Febrie tampak menangkap anggota Densus 88 yang membuntutinya ke sebuah restoran.
Meski terdapat isu tersebut, nyatanya pimpinan Jaksa Agung dan Kapolri terlihat tidak terlibat perselisihan.
Sebelumnya, peristiwa tersebut berhasil menarik perhatian masyarakat karena saat ini, Jampidsus Kejaksaan Agung tengah berfokus pada penanganan kasus mega korupsi tambang timah di Bangka Belitung.
Febrie Adriansyah dilaporkan ke KPK
Febrie Adriansyah dilaporkan karena diduga terlibat dalam persekongkolan lelang aset sitaan korupsi kasus Jiwasraya berupa satu paket saham PT Gunung Bara Batu Utama (GBU).
PT Indobara Utama Mandiri (IUM) berhasil memenangkan lelang dengan harga penawaran Rp1,945 triliun, yang diduga jauh lebih rendah dari harga seharusnya sekitar Rp12 triliun. PT. IUM sendiri ternyata bar dibentuk 1 hari menjelang hari pelelangan.
“(Melaporkan) Febrie adriansyah, Jampidsus Kejagung selaku pejabat yang memberikan persetujuan atas nilai limit lelang,” ujar Sugeng Teguh Santoso selaku ketua IPW
Dengan begitu, Febrie Adriansyah diduga melakukan korupsi sebesar Rp9,7 triliun.
Namun, sampai saat ini, KPK belum memberikan keterangan terkait laporan tersebut.