Suara.com - Api Dharma jadi komponen penting dalam perayaan Tri Suci Waisak 2024 yang jatuh pada Kamis, 23 Mei 2024. Api yang dikenal sebagai api abadi dan diambil di Mrapen Grobogan ini kemudian dibawa ke Candi Mendut. Lantas, apa itu Api Dharma abadi?
Tri Suci Waisak adalah perayaan untuk memperingati tiga peristiwa penting dalam ajaran Buddha, yakni kelahiran Pangeran Siddharta, Pangeran Siddharta saat mencapai Penerangan Agung dan menjadi Buddha, serta wafatnya Buddha Gautama.
Mengutip akun Instagram @waisak.nasional, rangkaian kegiatan Waisak Nasional 2568/2024 sudah dimulai sejak 5 Mei 2024 yang dimulai dari acara Karya Bakti Taman Makam Pahlawan Seluruh Indonesia. Ada juga kehadiran Bhikkhu Thudong di Candi Borobudur pada 20 Mei lalu.
Pada 21 Mei 2024, digelar prosesi pengambilan api dharma di Mrapen, Grobogan, Jawa Tengah, lalu dilanjutkan ritual Pensakralan di Candi Mendut.
Baca Juga: Cuti Bersama Waisak Apakah Bank Libur? Ini Jadwal Operasional dan Call Center BCA, BRI, Mandiri, BNI
Selanjutnya, 22 Mei 2024 baru saja selesai digelar pengambilan air berkah di Umbul Jumprit, Temanggung, dan ritual Pensakralan di Candi Mendut.
Barulah pada 23 Mei 2024 digelar acara puncak berupa kirab Waisak Candi Mendut ke Candi Borobudur, Detik-Detik Waisak, Pradaksina Candi Borobudur, dan ditutup dengan pelepasan Lampion Waisak.
Mengenal Istilah Api Dharma dalam Ajaran Buddha
Melansir situs resmi Kementerian Agama (Kemenag), Direktur Urusan Agama dan Pendidikan Agama Buddha, Paniran, mengatakan bahwa api merupakan perlambang dharma yang menjadi ajaran Sang Buddha.
Menurut Paniran, manusia memiliki kegelapan batin berupa keserakahan (loba), kebencian (dosa), dan kebodohan. Dharma Sang Buddha mengajarkan bagaimana manusia bisa mengikis tiga kegelapan manusia. Caranya adalah dengan mengembangkan batin hingga memiliki cinta kasih, welas asih, dan empati.
Baca Juga: Libur Waisak 2024 Berapa Hari? Siap-siap Libur Panjang, Cek Jadwalnya
Seseorang yang memiliki ketiga hal ini dipercaya akan jadi pribadi yang bijaksana. Namun untuk mencapainya tidaklah mudah, serta membutuhkan pencerahan saat proses meditasi.
"Jadi api ini menerangi kegelapan batin menjadi terang, menjadi baik dalam kehidupan sehari hari,” tambahnya.
Paniran menjelaskan, setelah api alam diambil dari Mrapen, akan dilakukan ritual dan puja-puja, lalu dibawa dengan berjalan sesuai arah jarum jam mengelilingi candi sebanyak tiga kali, lalu disemayamkan di altar.
“Altar itu tempat suatu persembahan untuk memuja kepada Buddha. Patung itu sebenarnya bukan kita sembah, tapi kita mengingat bahwa Buddha Gautama merupakan Guru junjungan kita,” pungkas Paniran.