Inflasi dan Harga Kebutuhan Naik, Bagaimana Cara Orang Tua Penuhi Kebutuhan Gizi dan Nutrisi Anak?

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Minggu, 19 Mei 2024 | 11:45 WIB
Inflasi dan Harga Kebutuhan Naik, Bagaimana Cara Orang Tua Penuhi Kebutuhan Gizi dan Nutrisi Anak?
Ilustrasi keluarga (Freepik/our-team)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Inflasi dan kenaikan harga selama beberapa waktu belakangan membuat banyak keluarga mesti mengencangkan ikat pinggan untuk pengeluaran. Di sisi lain, banyak keluarga juga harus bisa tetap memberikan asupan bergizi bagi si kecil. 

Menurut peneliti dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Sulistiadi Dono Iskandar, M.Sc. kenaikan inflasi dan harga pangan telah memberikan dampak bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama keluarga dengan tingkat pendapatan rendah. Dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), terlihat bahwa semakin rendah pendapatan per kapita masyarakat, semakin rendah pula pengeluarannya untuk pangan bergizi.

"Akibat inflasi dan kenaikan harga, beberapa masyarakat kurang mampu terpaksa mengurangi belanja pangan karena ingin berhemat atau mungkin memilih alternatif yang kurang bernutrisi. Alhasil, anak rentan terkena stunting karena kurang gizi atau anemia karena kurang zat besi.”

Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat hubungan erat antara faktor ekonomi keluarga dengan permasalahan status gizi anak. Idealnya, seorang anak harus mendapatkan makanan bernurtrisi lengkap seperti karbohidrat, protein hewani, protein nabati, sayur, dan buah.

Baca Juga: Ikuti Jejak Ayahnya, Akting Ferdy Adriansyah Anak Sule di film Dilan 1983: Wo Ai Ni Langsung Jadi Sorotan

“Sayangnya, karena kondisi ekonomi rendah, jangankan untuk memenuhi asupan gizi seimbang, untuk makan sehari-hari saja menjadi beban yang sulit bagi para Bunda. Selain faktor sosial ekonomi keluarga, permasalah gizi juga dapat disebabkan karena tidak terpenuhinya standar kualitas makanan dan kesulitan masyarakat untuk menjangkau pangan bergizi. Inilah mengapa kurangnya keterjangkauan pangan umumnya melatarbelakangi kondisi status gizi buruk,” tambah Sulistiadi Dono Iskandar, M.Sc.

Orang tua memberikan asupan gizi dan nutrisi. (Dok. Istimewa)
Orang tua memberikan asupan gizi dan nutrisi. (Dok. Istimewa)

Peneliti LPEM FEB UI lainnya, Teuku Riefky, MSc, mengatakan, “Inflasi cenderung meningkat selama periode Januari-Maret 2024, tapi sebenarnya sudah mulai menurun sedikit ke 3% di bulan April 2024. Kedepannya, inflasi pada kuarter kedua diprediksi akan semakin turun dan berpotensi membawa dampak positif terhadap daya beli masyarakat. Meskipun ada potensi penurunan inflasi dan perbaikan ekonomi, tentunya produk dengan harga yang lebih terjangkau .“

Oleh karena itu orang tua harus bisa mengambil keputusan bijak di masa sulit ini. Tentunya, orang tua tidak ingin anaknya kekurangan nutrisi karena dapat menghambat pertumbuhan optimal. Makanan sehat harus menjadi nomor satu. Terlebih lagi, menurut data terbaru dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 1 dari 4 anak berusia dibawah 5 tahun mengalami risiko anemia. Banyak penelitian anemia di Indonesia disebabkan oleh defisiensi besi.

Dr. dr. Luciana Budiati Sutanto, MS, Sp.GK mengatakan, “Anak-anak Indonesia masih menghadapi tantangan kesehatan utama di Indonesia seperti anemia. Padahal, pada 5 tahun pertama kehidupannya, anak harus tercukupi nutrisinya dengan mengonsumsi makanan dan minuman yang lengkap nutrisi. Anjuran makan dengan gizi lengkap dinyatakan oleh pemerintah melalui pedoman gizi seimbang, yang terdiri dari bahan makanan sumber karbohidrat, protein hewani dan nabati, sayur, serta buah.”

Zat besi merupakan salah satu zat gizi yang penting untuk mendukung tumbuh kembang optimal anak, tidak hanya dari segi fisik tetapi juga kecerdasan otak.  Oleh karena itu,  penting sekali bagi para Bunda untuk tetap memprioritaskan gizi anak secara optimal di periode emas agar menjadi anak generasi maju.

Baca Juga: Nadine Chandrawinata Baptiskan Anak Kedua, Momen Dimas Anggara Azankan saat Lahir Diungkit

Lebih lanjut dr. Luciana mengatakan, bahwa zat besi bisa didapatkan dari berbagai makanan misalnya, daging merah, kerang-kerangan, ikan, hati, kacang kedelai, kacang-kacangan, dan susu yang diperkaya zat besi.  Makanan yang kaya akan zat besi dapat membantu mencegah anemia defisiensi besi pada anak balita.

Selain itu, untuk meningkatkan penyerapan zat besi di usus, dapat  dibantu dengan adanya vitamin C.  Berdasarkan berbagai penelitian didapatkan penyerapan zat besi dalam tubuh meningkat hingga 2 kali lipat dengan adanya vitamin C. Dengan demikian, mengonsumsi susu pertumbuhan yang diperkaya zat besi dan dikombinasikan dengan vitamin C akan diperoleh asupan zat besi yang lebih tinggi.

"Susu pertumbuhan juga merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang mempunyai nilai-nilai biologis tinggi dibandingkan dengan protein nabati karena memiliki asam amino yang lebih kompleks dan mudah diserap tubuh. Oleh karena itu, dengan memberikan asupan yang lengkap berdasarkan gizi seimbang, serta memerhatikan asupan zat besi dari makanan, diharapkan tumbuh kembang anak balita dapat optimal dan terhindar dari anemia kurang zat besi," ujar Luciana. 

SGM Eksplor Marketing Manager, Anggi Morika Septie,  mengatakan pihaknya mengerti kondisi orang tua di tengah tantangan ekonomi yang ada. Ia mengatakan bahwa kini SGM Eksplor hadir dengan harga baru yang lebih dekat dengan para Bunda.  

"Dukungan ini merupakan komitmen kami  yang telah hadir selama hampir 70 tahun untuk menjawab kebutuhan anak Indonesia melalui produk bernutrisi yang terjangkau dan mudah diakses masyarakat Indonesia. Dengan harga baru yang semakin terjangkau, kami memastikan nutrisi SGM Eksplor tetap maksimal. Isi/gramasi tetap sama sehingga mendukung Bunda untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi anak dengan maksimal juga," kata dia. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI