Suara.com - Belum lama ini Ivan Gunawan menjadi sorotan usai membangun masjid di Uganda. Namun, bukan hanya Ivan Gunawan artis yang membangun rumah ibadah. Pasalnya, Krisdayanti juga diketahui pernah membangun rumah ibadah.
Hanya saja Krisdayanti tidak membangun masjid seperti Ivan Gunawan. Diva satu ini justru memilih membangun gereja di Malang. Bantuan ini diberikan karena gereja di kampung halamannya itu sudah tidak layak pakai sehingga Kris Dayanati memilih untuk membantu merenovasinya.
Krisdayanti memilih membantu membangun gereja itu karena mayoritas orang yang tinggal di kampung tersebut adalah umat Kristen. Oleh sebab itu, Krisdayanti membantu renovasi gereja tersebut.
"90 persen masyarakatnya beragama Kristen, dan Gereja ini merupakan satu-satunya tempat ibadah masyarakat setempat yang tetap digunakan meski kondisinya hampir runtuh," ucap Krisdayanti.
Baca Juga: Usai Dihujat Setelah Beri Bantuan Renovasi Gereja, Krisdayanti Bilang Begini
Meski demikian, Krisdayanti yang membangun gereja ini menuai kontroversi. Pasalnya, istri Raul Lemos ini diketahui sebagai seorang Muslim. Hal ini juga yang menjadi pertanyaan terkait hukum membangun gereja dalam ajaran agama Islam. Lantas bagaimana hukumnya?
Mengutip NU Online, hukum umat Islam dalam membangun rumah ibadah agama lain ini terbagi menjadi beberapa pendapat. Ada beberapa ulama yang mengatakan hal tersebut merupakah perbuatan maksiat dan haram. Namun, ada juga pendapat kalau hal tersebut tidak termasuk ke dalam perbuatan maksiat.
Berdasarkan pandangan ulama mazhab Syafi’i, Maliki, dan Hanbali menegaskan, pembangunan gereja di daerah Muslim adalah haram. Pasalnya, hal ini termasuk membantu wujudnya kemaksiatan kepada Allah. Dikatakan oleh Syekh Tajuddin as-Subuk, pembangunan gereja adalah bentuk maksiat kepada Allah baik itu dibangun oleh Muslim ataupun Non-Muslim.
“Ulama ahli fikih mengatakan “Seandainya seseorang berwasiat untuk membangun gereja maka wasiat itu batal karena membangun gereja adalah maksiat begitu juga merenovasinya, dan tidak ada perbedaan baik orang yang berwasiat adalah Muslim maupun kafir, begitu juga seandainya wakaf untuk gereja maka wakaf tersebut batal, baik orang yang wakaf adalah Muslim maupun kafir, maka pembangunan gereja, renovasi maupun pemugaran gereja adalah maksiat, baik pelakunya Muslim maupun kafir dan inilah syariat nabi Muhammad Saw”. (Taqiyuddin As-Subki, Fatawa as-Subuki, [Kairo, Dar Ma’arif: 2011 M], juz II, halaman 369).
Larangan ini juga termasuk dari membuat bangunannya hingga melengkapi perabotannya.
Baca Juga: Apa Pahala Membangun Masjid? Sederet Artis Rogoh Kocek Sendiri Bangun Rumah Ibadah Umat Islam
“Mayoritas ulama ahli fikih berpendapat bahwa tidak boleh bagi seorang Muslim untuk bekerja kepada orang ahli dzimmah di gereja mereka, baik sebagai tukang perabotan, tukang pembangunan maupun selainnya, karena hal tersebut adalah bentuk membantu perbuatan maksiat, dan hal tersebut adalah akad yang mengandung pengagungan atas agama dan syiar mereka. Ulama mazhab Maliki menambahkan bahwa mereka harus dihukumi kecuali bila mereka beralasan tidak tahu hukum perbuatan tersebut” (Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, 2008 M: 38/158).
Di sisi lain, dalam pandangan Syekh Ibnu ‘Abidin juga banyak ulama mazhab Hanafi, akad kontrak untuk bekerja dan membangun gereja bukanlah bentuk maksiat secara substansia. Oleh sebab itu, membangun gereja atau tempat ibadah lainnya adalah ibadah yang diperbolehkan.
“Dan boleh dalam pembangunan gereja, dalam kitab al-Khaniyah disebutkan bahwa seandainya ia disewa untuk bekerja di gereja dan membangun gereja maka tidak masalah karena hal tersebut bukan maksiat secara substansial” (Ibnu Abidin, Radd al-Mukhtar ‘ala ad-Durr al-Mukhtar, [Beirut, Darul Fikr: 1992 M], juz VI, halaman 391).
Oleh sebab itu, hukum membangun rumah ibadah agama lain bisa diperbolehkan maupun tidak. Hal ini kembali dengan mahzab yang dipercaya dari masing-masing.