Suara.com - Baru-baru ini, viral video anak berusia 13 tahun sedang menangis dan mengamuk karena alami gangguan jiwa. Dalam unggahan akun @pikology di Instagram, dikabarkan jika tersebut alami gangguan jiwa setelah handphone dan sepeda hasil dirinya menabung dijual oleh sang ibu.
Dalam caption-nya, disebutkan bahwa sang ibu menjual barang tersebut karena masalah ekonomi. Sang ibu yang bernama Nita itu sebenarnya sudah meminta izin kepada anaknya untuk menjual barang-barang tersebut. Namun, anak tersebut kemungkinan tidak sepenuhnya menerima jika barang pembeliannya dijual.
“Saya tuh sebenarnya sudah izin, enggak asal jual. Arya juga sudah ngizinin, tapi mungkin mulut mah ngizinin, hati mah enggak karena mungkin barang kesukaan dia, jerih payah dia,” ujar Nita dikutip dari caption unggahan akun @pikology, Selasa (14/5/2024).
Kasus memilukan ini langsung menjadi perbincangan warganet. Tak sedikit yang merasa sedih dengan apa yang dialami oleh remaja laki-laki tersebut. Beberapa bahkan menyalahkan sang ibu yang menjual barang sang anak, yang dibelinya dari hasil menabung. Namun di sisi lain, tak sedikit pula warganet yang justru merasa kasihan lantaran sang ibu menjual barang anaknya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Baca Juga: Belasan Penumpang Pikap Kompak Pakai Helm, Tapi Tetap Kena Tilang Polisi
Lantas, sebenarnya bolehkan seorang ibu menjual barang milik anak untuk memenuhi kebutuhan ekonomi karena tidak ada pilihan lagi?
Psikolog Klinis & Co-Founder Ohana Space, Veronica Adesla, M.Psi, mengatakan bahwa barang yang dibeli oleh anak sebenarnya adalah hak mereka. Pasalnya, mereka membeli menggunakan uangnya sendiri. Jadi, jika orang tua ingin menjualnya, harus meminta izin terlebih dahulu. Hal ini karena barang tersebut bisa jadi memiliki arti penting bagi anak.
“(Harus) minta izin memastikan bahwa anak memperbolehkan, itu menjadi salah satu yang penting dan wajib dilakukan. Karena bagaimana pun ketika suatu benda hasil disisihkan dari jerih payah, dari menabung, itu akan menjadi benda yang memiliki arti penting bagi dia,” jelas Veronica saat dihubungi Suara.com, Selasa (14/5/2024).
Di sisi lain, sebelum menjualnya, orang tua juga harus memahami makna benda tersebut bagi anak. Ini penting diketahui karena barang tersebut bisa jadi sangat berharga.
Meskipun kondisinya karena masalah ekonomi, keikhlasan anak dalam merelakan barang tersebut tetap harus diperhatikan. Pastikan juga anak benar-benar ikhlas mengizinkan barangnya itu untuk dijual.
Baca Juga: Sosok Mbah Trimo di Balik Pembangunan Masjid Bergaya Arsitek seperti Orang Sujud
“Kita juga perlu memahami, dalam hal ini orang tua tahu makna benda ini untuk anak tersebut. Dan balik lagi, kalaupun memang memerlukan untuk kebutuhan ekonomi, kita juga harus memastikan dulu bahwa anaknya memberi izin secara ikhlas, mengiyakan dalam hal ini,” sambungnya.
Terkait untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, menurut Veronica, ada baiknya orang tua dapat mencoba cara lain terlebih dahulu. Menjual barang milik anak dapat menjadi opsi paling terakhir jika memang tidak ada pilihan lainnya.
Hal lain yang harus diperhatikan selain mendapat izin dari anak untuk menjual barangnya, orang tua juga harus memperhatikan sikap anak setelah barang tersebut dijual. Jika ada masalah emosional yang dialami, orang tua harus bisa segera mengajak ngobrol dan mencari tahu apa yang terjadi pada anak tersebut.
“Sebenarnya jika sudah tahu anak ternyata mengalami perubahan emosi dan sikap akibat menjual barang atau benda milik dia, nah kita harus segera menindaklanjuti. Bentuknya, dengan mengajak ngobrol anak kenapa dia jadi marah-marah, kenapa jadi lebih banyak mengurung diri, 'Apakah karena benda yang kamu punya kemudian dijual, kamu belum merelakan,' atau apa, jadi diajak ngomong terlebih dahulu,” tutur Veronica.
Hal tersebut menjadi cara mengetahui apakah kondisi anak baik-baik saja setelah barangnya dijual oleh orang tua.
Kemudian, jika kondisi anak justru semakin parah dan menunjukkan perilaku kurang baik, dapat segera menghubungi bantuan untuk berkonsultasi. Tujuannya adalah untuk membantu mengatasi masalah psikis yang dialami oleh anak.