Suara.com - Ketua Komisi Nasional Anti-kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Andy Yentriyani menegaskan kisah Vina yang diangkat ke layar lebar merupakan fenomena femisida. Ini karena film Vina: Sebelum 7 Hari bukan hanya sekadar kekerasan seksual semata, tapi juga menunjukkan tidak adanya kesetaraan hak lelaki dan perempuan.
"Yang dialami Vina bukan saja kekerasan seksual, tetapi juga femisida, yaitu pembunuhan perempuan yang berlatar belakang atau didorong oleh bias gender. Dalam kasus ini, pihak laki-laki melakukan pembunuhan karena didorong oleh rasa marah akibat maskulinitas dan otoritasnya ditentang oleh korban," ujar Andy saat dihubungi suara.com, Sabtu (11/5/2024).
Adapun film Vina: Sebelum 7 Hari diangkat berdasarkan kisah nyata perempuan berusia 16 tahun, yang terjadi pada 2016 silam. Film tentang remaja asal Cirebon yang meninggal diperkosa dan dibunuh oleh geng motor ini berhasil menuai kontroversi hingga dikecam netizen.
Film ini bukan hanya menunjukkan adegan pemerkosaan dan pembunuhan sadis, tapi juga membuat banyak netizen malah menyalahkan perempuan sebagai korban, meski sekalipun ia sudah meregang nyawa.
Baca Juga: Tayang Hari Ini, yang Wajib Kamu Tahu dari 'Film Vina Sebelum 7 Hari'
Hal ini sebagaimana diungkapkan kreator konten TikTok @yumapramadewi, salah satu penonton film horor tersebut. Ia malah menyalahkan Vina karena menolak perasaan seseorang lelaki, yang membuatnya diperkosa hingga dibunuh.
"Maknanya apa dari film Vina? Bahwa berwajah cantik tidak menjamin tidak di-bully. Dan para wanita, jaga lisan dan tindakan kita untuk menolak lelaki. Kita tidak tahu dendamnya lelaki bagaimana," tulis konten tersebut.
Melihat komentar publik ini, kata Andy, menandakan cara berpikir masyarakat Indonesia yang belum sepenuhnya mengerti tentang kesetaraan hak lelaki dan perempuan. Hasilnya, tidak jarang masih banyak yang melihat perempuan hanya sebagai objek seksual semata.
"Kondisi ini masih kita hadapi karena kita belum berhasil 100 persen mengubah cara pandang di masyarakat agar menempatkan perempuan setara dengan laki-laki, menghormati hak-hak asasi manusia secara utuh, dan memposisikan perempuan bukan sebagai objek seksual dan subordinat," ungkapnya.
Pola pikir masyarakat inilah yang akhirnya bisa membuat korban kekerasan seksual merasa semakin tersudutkan. Bahkan tidak jarang perilaku menyalahkan korban ini, malah membuat penegakan hukum dan keadilan untuk korban sulit didapatkan.
Baca Juga: Tayang 8 Mei, Anggy Umbara Ingin Film Vina: Sebelum7Hari Viral Agar Kasusnya Bisa Diusut Tuntas
"Budaya ini menempatkan korban sebagai pihak yang semakin terpojokkan, menghadapi kesulitan yang semakin besar dalam mengakses keadilan dan pemulihan," kata Andy.
Sehingga sikap menyalahkan korban perempuan inilah, yang akhirnya jadi hambatan pemerintah untuk mencegah kekerasan seksual dan menurunkan kasusnya di Indonesia.
"Memang disesalkan bahwa kebiasaan menyalahkan korban masih sering kita temukan di masyarakat, terutama terhadap perempuan korban kekerasan seksual," pungkas Andy.
Awal Mula Kisah Vina Diangkat Jadi Film Horor
Saat ini film Vina: Sebelum 7 Hari sedang tayang, yang berlatar kisah nyata tragis Vina, remaja belia berusia 16 tahun asal Cirebon yang ditemukan sebagai korban tewas pembantaian geng motor.
Peristiwa yang terjadi pada 2016 silam ini diangkat ke layar lebar, setelah viral momen sahabat Vina mengalami kesurupan hanya selang beberapa hari setelah jenazah perempuan kelahiran tahun 2000 itu dikebumikan.
Disebutkan jika arwah Vina yang belum tenang merasuki tubuh temannya hingga menceritakan kronologi lengkap yang dialami gadis tersebut, termasuk pemerkosaan hingga tindak kekerasan yang dialaminya sebelum akhirnya ia meregang nyawa.
Rekaman peristiwa kerasukan itu viral di media sosial, hingga akhirnya membuat PH (rumah produksi) berencana mengangkatnya ke layar lebar sebagai film horor. Bahkan rekaman kesurupan tersebut dimasukan dalam film dan disematkan saat credit title ditayangkan.
Namun setelah tayang, film ini menuai kritik keras. Bahkan mereka yang sudah menonton blak-blakan mengaku tidak nyaman dengan berbagai adegan yang seharusnya tidak ditayangkan, dari pemerkosaan hingga tindak kekerasan yang dialami pemeran Vina yakni Nayla Purnama.