Dear Anak Muda, Begini Cara Buat Karya Digital Agar Tetap Menghargai Hak Cipta

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Jum'at, 10 Mei 2024 | 08:08 WIB
Dear Anak Muda, Begini Cara Buat Karya Digital Agar Tetap Menghargai Hak Cipta
Ilustrasi laptop - Tahap Seleksi PPPK Tenaga Kesehatan (Unsplash)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kemajuan teknologi dalam beberapa waktu belakangan, banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia, khususnya anak muda untuk berkarya di ruang digital.Survei terbaru dari We Are Social dan Kepios 2022 menyebutkan, pengguna internet di Indonesia terus bertambah setiap tahunnya, kini bahkan mencapai 204 juta pengguna atau sudah digunakan oleh 73,7 persen penduduk Indonesia.

Sejumlah 80,1 persen penduduk Indonesia menggunakan internet untuk mencari informasi dan dapat menghabiskan waktu 8 jam 36 menit dalam satu hari menggunakan internet.

Saat memaparkan materi "Ruang Digital Medium Berkarya Generasi Muda" dalam program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Koordinator Wilayah Komite Edukasi Mafindo Astin Meiningsih menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia usia 25 tahun ke atas disusul usia 19-24 tahun adalah pengguna internet terbanyak yang tercatat oleh data Survei Sosial Ekonomi (Susenas).

Ilustrasi WFH (Unsplash/Mateus Campos Felipe)
Ilustrasi WFH (Unsplash/Mateus Campos Felipe)

Mereka pula yang paling banyak berkarya dan memanfaatkan ruang digital sebagai tempat berkarya.

Baca Juga: Netflix Ketakutan soal Ancaman AI, Ini Katanya

"Karya digital bisa menjadi  sarana yang  untuk menyampaikan pesan atau informasi dari satu pihak ke pihak sehingga berperan mempengaruhi persepsi, menambah pengetahuan, membentuk opini publik, mempengaruhi kebijakan, dan  merubah cara berinteraksi satu sama lain," kata Astin.

Ia juga menjelaskan anak muda dapat berekspresi di dunia digital dengan cara membuat karya digital yang sesuai dengan prinsip budaya digital berbasiskan Pancasila.

"Mewujudkan nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai panduan karakter dalam beraktivitas di ruang digital," kata Astin. Ia memaparkan pada sila pertama mencerminkan nilai cinta, kasih sayang, dan saling menghormati kepercayaan di ruang digital.

Sila kedua, mengutamakan kesetaraan dan memperlakukan orang lain dengan adil serta manusiawi di ruang digital, sila ketiga adalah harmoni mengutamakan kepentingan Indonesia di atas kepentingan pribadi atau golongan di ruang digital, sila keempat mencerminkan nilai demokrasi bebas berekspresi dan berpendapat di ruang digital, serta sila kelima adalah gotong royong membangun ruang digital yang aman dan etis bagi setiap pengguna.

Namun demikian, budaya digital tidak lepas dari tantangan karena menurut Astin saat ini terjadi kaburnya wawasan kebangsaan, menipisnya kesopanan santunan, kebebasan berekspresi yang kebablasan, budaya Indonesia di media digital yang semakin menghilang, berkurangnya toleransi dan penghargaan pada perbedaan. Masih ada minimnya pemahaman akan hak-hak digital, pelanggaran hak cipta dan karya intelektual, menghilangnya batas privasi, dan terjadi budaya konsumtif.

Baca Juga: Kominfo Wacanakan Aturan Baru soal AI demi Lindungi Hak Cipta Pers

Dalam hal pelanggaran hak cipta dan karya intelektual yang kian marak terjadi di ruang digital, Andi menjelaskan bahwa sejatinya hak cipta  adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Adapun berbagai karya digital yang dapat dilindungi oleh Undang-Undang Hak Cipta di antaranya buku, pamflet, alat peraga, lagu, drama, karya seni terapan, peta karya fotografi dan sinematografi, terjemahan, kompilasi ciptaan, kompilasi ekspresi budaya tradisional, permainan video, dan program komputer.

"Hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta meliputi hasil karya yang belum diwujudkan dalam bentuk nyata, setiap ide, sistem, temuan, atau data yang telah diungkapkan dalam sebuah ciptaan, dan alat yang diciptakan hanya untuk menyelesaikan masalah teknis atau yang bentuknya hanya ditujukan untuk fungsional," kata Andi.

Seseorang dapat mencegah terjadinya plagiarisme dengan cara melindungi konten, menyediakan informasi hak cipta, sosialisasi aturan plagiarisme, menggunakan pemeriksa plagiasi, aktif dalam kampanye anti plagiasi, dan memainkan izin serta referensi.

"Apa yang harus dilakukan jika mengalami plagiarisme? Pertama bisa mendokumentasikan plagiarisme, melakukan verifikasi, melakukan pelaporan, jika perlu konsultasi hukum," jelas Andi.

Di sisi lain, Ahmadi pada kesempatan yang sama mendorong generasi muda untuk produktif berkarya di ruang digital dengan tetap memperhatikan nilai-nilai budaya digital termasuk hak cipta tersebut.

"Jadikan karyamu sebagai bagian dari penghasilan atau ladang rezeki, jadikan materi pembelajaran atau tutorial, produksi konten sebagai influencer, selebgram, dan konten kreator, bangun kekuatan dan manajemen diri, jadikan semua tempat adalah rumah belajar," saran Ahmadi. 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI