Suara.com - PT Sepatu Bata Tbk (BATA) secara resmi telah menutup operasional pabrik sepatunya yang berlokasi di Purwakarta pada 30 April 2024. Tutupnya pabrik ini dikarenakan penurunan permintaan yang terjadi selama 4 tahun terakhir. Selengkapnya, berikut adalah profil pemilik BATA.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, pada Januari-September 2023 tercatat kerugian pabrik sepatu BATA mencapai Rp80,65 miliar atau meningkat sebesar 294,76 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yakni Rp20,43 miliar. Sementara itu, penjualan bersih BATA pada periode itu turun 0,42persen menjadi Rp488,47 miliar atau lebih rendah dari satu tahun lalu yaitu Rp490,57 miliar.
Sejarah Pabrik BATA di Indonesia
Produsen Sepatu ini sendiri bukanlah perusahaan lokal. Didirikan pada tahun 1894, BATA merupakan perusahaan yang berasal dari sebuah kota bernama Zlín, Cekoslowakia. Produk pertama yang dirilisnya bernama Batovka, pada 1897. Selama berabad-abad, BATA merupakam perusahaan alas kaki global yang mendunia, termasuk Indonesia.
Nama Sepatu BATA telah terukir di Indonesia sejak 1931, 14 tahun sebelum kemerdekaan Indonesia. Di masa itu, BATA berkerjasama dengan NV, Netherlandsch-Indisch, importir sepatu yang beroperasi di Tanjung Priok. Enam tahun berselang, Tomas Bata pun mendirikan pabrik Sepatu di tengah perkebunan karet di wilayaj Kalibata, yang beralamat di Jl. Kalibata Raya Jakarta Selatan. Kemudiam produksi sepatu terjadi pada tahun 1940.
Baca Juga: Profil Sri Indarti, Rektor Unri Polisikan Mahasiswa yang Protes Biaya Kuliah
Lalu pada tahun 1982, PT.Sepatu Bata, TBK resmj terdaftar di Jakarta Stock Exchange pada 24 Maret. Di tahun 1994, konstruksi pabrik Sepatu di Purwakarta pun sudah rampung.
Sebagai salah satu pabrik sepatu terbesar di Indonesia, Bata mempunyai spesialisasi produk sepatu injeksi untuk konsumsi dalam serta luar negeri. Saat ini BATA Indonesia telaj menempati Gedung 6 lantai; yakni kantor PT.Sepatu Bata, TBK di Cilandak, Jakarta Selatan.
Sebelum berhenti beroperasi, merek BATA di Indonesia benar-benar mempunyai perjalanan snagat panjang. Merk sepatu dengan jargon "Back to School," ini telah melayani berbagai segmen pasar yang berbeda. Termasuk merk lainnya yakni Marie Claire, Comfit, Bubblegummers, North Star, B-First, Power and Weinbrenner.
Sebagai alas kaki dan pemasol terkemuka di Tanah Air, BATA telah mengoperasikan rantai ritel 435 toko di seluruh negeri, yang terdiri dari Family and City Stores. Masing-masing dari toko ritel Bata tersebut berbeda dari yang lainnya dalam hal variasi produk. BATA Indonesia pun mengoperasikan Wholesale Departemen yang melayani bidang Ritel Dealer independen.
Berkat pengalaman lebih dari 125 tahun dalam bisnis sepatu, BATA menawarkan berbagai koleksi sepatu yang memproduksi semua tingkat kelompok pendapatan serta usia; mulai dari balita hingga anak-anak, remaja dan juga dewasa. Adapun kombinasi produk terdiri dari berbagai koleksi yang modis juga kekinian untuk segala suasana.
Sebagai informasi, pendiri BATA bukanlah orang pribumi, melainkan Tomáš, Anna, dan Antonín Baa. Ketiga bersaudara tersebut sudah berperan sebagai inovator sejak awal perusahaan sepatu itu berdiri. Mereka sukses menggantikan sebuah bengkel tradisional yang awalnya dioperasikan oleh satu orang, menjadi perusahaan dengan 10 pekerja.
Dalam artikel ini, Suara.com akan mengulas Profil dari Tomáš Baa selaku pendiri perusahaan BATA sepatu ikonis itu, dilansir dari berbagai sumber.
Profil Pemilik BATA
Tomáš Baa merupakan seorang pengusaha yang lahir pada 3 April 1876 di Republik Ceko. Sejak kecil, keluarganya memang sudah dekat dengan dunia sepatu. Mereka telah mengantongi pengalaman sebagai produsen sepatu selama beratus-ratus tahun lamanya.
Berbekal pengalaman itu, ia pun menaruh minat terhadap sepatu sejak usia 12 tahun. Tak hanya dalam pembuatan, ia juga memiliki taktik yang cerdas untuk menjajakannya.
Lantaran rasa penasaran ketika masih muda, ia pun akhirnya memutuskan untuk berangkat ke Kota Prostejov demi bisa bekerja di Faber, salah satu produsen mesin pembuat sepatu. Meskipin akhirnya, ia tak bekerja di sana dalam waktu yang cukup lama, dan memutuskan kembali ke kampung halaman.
Pada tahun 1894, bersama dengan dua saudaranya, Tomáš Baa memberanikan diri untuk mendirikan perusahaan sepatu sendiri meskipun hanya dengan bantuan 10 karyawan.
Ditambah lagi, Antonin juga harus menjalani dinas militer sehingga Tomáš yang harus mengambil alih kemudi perusahaan. Di sisi lain, Anna diberi tanggung jawab untuk mengelola keuangan Bata, sebelum ia mengundurkan diri pada 1898 pascamenikah.
Sepeninggal keduanya, Tomáš malah sukses membuat Bata membuka outlet pertama di Kota Zlín pada tahun 1899. Tak hanya itu, ia juga mendirikan pabrik yang mempekerjakan sebanyak 120 orang demi menyokong ekspansi sepatu Bata.
Ia pun memutuskan untuk melancong ke Amerika Serikat guna mempelajari metode kerja, sistem gaji, hingga penyimpanan bahan. Berbekal ilmu yang diperolehnya, ia pun kembali ke Ceko. Kemudian mulai menerapkan segala pengetahuan itu di perusahaannya.
Hasilnya, pada tahun 1905, produksi Bata mulai berkembang menjadi 2.200 pasang sepatu per hari. Hingga menjadikannya perusahaan alas kaki terbesar yang ada di Eropa. Hingga pada 1912, total pekerja penuh waktu Bata telah mencapai 600 orang.
Perkembangannya berangsur-angsur signifikan. Pada tahun 1935, pabrik Bata mampu menghasilkan 168.000 pasang sepatu per harinya, dengan total 65.000 pekerja penuh waktu. Selanjutnya, pada 1938, Bata hadir di lebih dari 30 negara secara global, termasuk Indonesia.
Demikianlah profil pemilik BATA, pabrik sepatu yang kini tutup operasionalnya di Indonesia karena bangkrut. Semoga bermanfaat!
Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari