Suara.com - Sosok Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo menjadi perhatian publik usai MK menolak semua permohonan dalam perkara sengketa Pilpres 2024.
Putusan tersebut dibacakan langsung oleh Suhartoyo, didampingi 7 jajaran hakim lainnya, Senin (22/4/2024) lalu.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo membacakan putusan majelis hakim di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat,
Salah satu gugatan yang ditolak oleh MK adalah yang diajukan oleh pasangan Anies-Muhaimim. Pasangan itu meminta MK mendiskualifikasi capres-awapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran.
Baca Juga: PKS Tetap Bangga ke Anies-Cak Imin Walau Keok di Pilpres, Kok Bisa?
Alasannya, cawapres Gibran Rakabuming bisa melaju ke pilpres hasil dari nepotisme yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo.
Nepotisme itu diduga terjadi setelah sebelumnya MK mengubah syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden, dari usia 35 menjadi 40 tahun. Keputusan itu dinilai memuluskan jalan Gibran Rakabuming untuk bertarung di PIlpres 2024. Terlebih ketika putusan itu diambil, MK dipimpin oleh Anwar Usman yang merupakan paman Gibran.
Namun setelah melewati serangkaian persidangan, MK menilai, gugatan nepotisme yang dilayangkan pasangan AMIN itu tidak beralasan dan tidak terbukti.
MK juga menyatakan tidak menemukan bukti adanya cawe-cawe Presiden Jokowi, sebagaimana disampaikan dalam permohonan Anies-Muhaimin.
Tak hanya itu, MK juga menilai tak ada pihak yang menyatakan keberatan dengan pancalonan Gibran sebagai cawapres Prabowo Subianto.
Baca Juga: MK Sebut Jokowi Tak Nepotisme dalam Pencalonan Gibran, Fedi Nuril Siap Lakukan Hal Ini
"Permohonan pemohon tidak beralasan hukum," tegas Suhartoyo.
Suhartoyo pun tidak masuk dalam jajaran tiga hakim yang dissenting opinion atas putusan MK menolak gugatan Paslon 01 dan 03 tersebut. Adapun tiga hakim yang berbeda pendapat tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbaningsih dan Arief Hidayat.
Sikap Suhartoyo sebelumnya terkait pencalonan Gibran
Penolakan MK terhadap semua permohonan dalam perkara sengketa Pilpres 2024 seakan bertolak belakang dengan sikap Suhartoyo sebelumnya.
Ketika MK mengabulkan sebagian permohonan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden, ia merupakan salah satu hakim yang turut menyidangkan perkara itu.
Namun ketika putusan diambil oleh Anwar Usman, Suhartoyo merupakan satu dari empat hakim yang memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Dalam pendapatnya, Suhartoyo menyatakan, permohonan nomor 90 yang diajukan seorang mahasiswa asal Solo, Almas Tsaqibirru itu tidak memiliki kedudukan hukum.
Tak hanya itu, Suhartoyo menyatakan permohonan tersebut diajukan oleh Almas karena dirinya mengaku sebagai penggemar Gibran.
Dalam putusan perkara nomor 90 itu, Suhartoyo adalah satu dari empat hakim MK yang memiliki pendapat berbeda.
Tiga hakim lainnya adalah Saldi Isra, Arief Hidayat dan Wahiddudin Adams yang memiliki pandangan masing-masing.
Hakim Arief Hidayat menolak permohonan itu karena sebelumnya pemohon mencabut permohonannya, namun kemudian pencabutannya dibatalkan.
Karena itulah, Arief menilai pemohon dan kuasa hukumnya tidak serius dan seakan mempermainkan Lembaga peradilan.
Sementara Hakim Konstitusi Wahiddudin Adams dan Saldi Isra menyatakan, MK seharusnya menolak permohonan itu, karena sudah masuk dalam ranah pembuat undang-undang.
Kontributor : Damayanti Kahyangan