Belakangan ini Pendeta Gilbert Lumoindong santer menjadi sorotan masyarakat karena komentarnya terkait dengan zakat dan salat dalam agama Islam yang dianggap melecehkan.
Komentarnya yang menyebutkan tentang 2,5 persen dan membandingkannya dengan perpuluhan telah menimbulkan perdebatan di sosial media.
Tak hanya itu, Pendeta Gilbert juga membandingkan gerakan salat umat Islam dengan gerakan ibadah umat Kristen di gereja.
Sosok Pendeta Gilbert Lumoindong sendiri tentu saja tak asing bagi sebagian masyarakat. Ia dikenal sebagai salah satu pendeta yang membawakan program acara Penyegaran Rohani Agama Kristen di salah satu stasiun televisi swasta pada tahun 1992 sampai 1997.
Gilbert mulai aktif dalam bidang keagamaan Kristen sejak berusia 17 tahun sebagai pengkhotbah. Ia lahir pada 26 Desember 1966 tersebut mengenyam pendidikan di Lembaga Pendidikan Teologi dan Indonesia serta berlanjut di Institut Teologi dan Pendidikan Indonesia.
Kontroversi ini bukanlah yang pertama kali menimpa Pendeta Gilbert. Sebelumnya ia juga telah menciptakan kontroversi dengan gaya berpakaian yang mencolok termasuk menggunakan kacamata dan jam tangan mewah.
Malah salah satu jam tangannya bahkan mempunyai nilai setara dengan tiga kali lipat harga mobil Toyota Avanza.
Kabar tersebut terungkap dari akun Instagram @ARSIPAJA yang membongkar koleksi barang-barang mewah milik Pendeta Gilbert.
Koleksi tersebut termasuk dengan kacamata Straightlink seharga 203 Dolar Amerika Serikat, jam tangan Cartier dengan nilai 7.000 Dolar Amerika Serikat, GMT-Master dengan harga 24.073 Dolar Amerika Serikat, dan Rolex Datejust dengan harga 10.248 Dolar Amerika Serikat.
Salah satu jam tangannya, GMT-Master, bahkan mempunyai nilai yang setara dengan tiga kali lipat harga Toyota Avanza bekas sekitar Rp 389 juta.
Tak hanya Pendeta Gilbert, keluarganya juga menjadi sorotan karena gaya hidup mewahnya. Sang istri diketahui memiliki tas Louis Vuitton dengan harga 1.500 Dolar Amerika Serikat, tampak dari fotonya bersama sang suami.
Gaya hidup mewah ini bertentangan dengan citra seorang pendeta yang biasanya identik dengan kesederhanaan.
Oleh karenanya postingan tersebut sontak menuai kecaman dari sebagian warganet yang menuduh Pendeta Gilbert menggunakan barang-barang mewah tersebut.
Peristiwa tersebut memicu beragam perdebatan terkait dengan batasan antara kebutuhan pribadi dan tanggung jawab pada jemaat.
Viralnya kasus Pendeta Gilbert tersebut menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan termasuk dalam konteks keagamaan.
Hal tersebut menjadi pertanyaan untuk siapapun tentang bagaimana seharusnya dana perpuluhan digunakan dan diatur dengan bijak untuk kepentingan bersama.
Kontributor : Syifa Khoerunnisa