Suara.com - Hari Kartini menjadi momentum untuk mengingat sosok R.A Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan. Berkat perjuangannya, kini semakin banyak perempuan yang dapat melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dulu identik dengan laki-laki. Salah satunya masinis.
Tiara Alincia Fitri merupakan masinis dari Moda Raya Terpadu atau Mass Rapid Transit (MRT). Ia seakan menjadi bukti bahwa perjuangan Kartini tidaklah sia-sia, karena ia memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki lewat usahanya sendiri.
Dan di luar profesinya sebagai masinis, Tiara juga tetap mampu menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri serta ibu bagi suami dan anaknya. Hal ini juga menjadi bukti kalau sudah berkeluarga bukan menjadi tantangan untuk seorang perempuan bekerja.
Namun tentu saja, perjalan menjadi masinis sekaligus ibu rumah tangga bukan hal mudah. Kepada Suara.com, Tiara berbagi cerita mengenai perjalanan karier dan tantangan yang dihadapinya selama ini.
1. Bagaimana awal mula bisa menjadi seorang masinis di MRT?
Baca Juga: Geger Tabrakan Kereta di Bandung, Ketahui Posisi Duduk Paling Aman di KA Jarak Jauh
Awal mulanya saya sekolah kedinasan D3 di PPI Madiun, Politeknik Perkeretaapian Indonesia di Madiun. Setelah itu, MRT Jakarta membuka lowongan dan alhamdulillah saya ikut seleksi segala macam dan lolos.
Setelah berbagai macam tes, Alhamdulillah saya lolos di posisi Train Driver. Prosesnya kurang lebih satu tahun kalau enggak salah, atau beberapa bulan ya. Karena saya dulu kan fresh graduate langsung masuk ke MRT Jakarta.
2. Mengambil kuliah di Politeknik Perkeretaapian Indonesia, apakah memang sejak awal tertarik untuk menjadi seorang masinis?
Sebenarnya nggak ada bayangan. Dulu belum ada bayangan mau ke mana sih aku. Karena sejujurnya waktu itu saya sempat mengikuti berbagai tes, tapi mungkin qadarullah-Nya bukan rezeki saya di sana.
Alhamdulillah pas saya mendaftar ke sekolah kedinasan transportasi darat awalnya, abis itu ada pembukaan PPI Madiun, terus saya mendaftar. Alhamdulillah lolos. Kalau ditanya kayak cita-cita jadi masinis, saya jawab nggak sih, karena dulu belum ada bayangan dan saya dulu juga jarang naik kereta sebenarnya.
3. Belum lama ini, sempat menjadi bagian untuk menulis buku Kemenhub RI berjudul "Cermin Diriku", boleh tahu kisah buku itu tentang apa?
Iya, ini bekerja sama dengan Kementerian Perhubungan bagian informasinya, yang biro komunikasinya. Jadi dalam buku itu terdapat para alumni Sekolah Kedinasan Perhubungan dari matra laut, darat, udara, dan kereta api. Dan saya mewakili salah satu kereta apinya.
Kalau di kisahnya itu kurang lebih kan, karena mereka mau ambil bagaimana kisah kita dari sebelum masuk kampus sampai setelah kerja. Jadi saya disitu ambil peran menceritakan kisah saya dari SMA saat sebelum masuk ke perguruan tinggi PPI Madiun. Jadi dari awal-awal masuk PPI Madiun sampai saya masuk MRT Jakarta.
4. Tidak hanya sebagai masinis, Tiara diketahui juga sebagai seorang ibu dan istri. Apa tantangan yang dialami dalam seorang masinis sekaligus ibu dan istri untuk suami serta anak?
Sejak hamil, kita itu berhenti membawa kereta. Setelah itu habis melahirkan ada masa nifas itu kurang lebih 3 bulan. Jadi cuti 3 bulan setelah melahirkan.
Setelah kembali lagi, kita harus ikut tes kayak assessment ulang, menyatakan bahwa kamu itu siap berdinas. Karena kan saya kurang lebih 1 tahun sudah tidak membawa kereta. Setelah itu, sedikit stres karena awal-awal dinas ini, kita berangkat jam 3 pagi, berangkat jam 2 pagi.
Sementara waktu itu anak bayi new born itu masih sulit, ya, kadang bangun tengah malam. Jadi maksudnya mental dan fisik saya kurang, karena jam tidurnya juga kurang, jadi capek. Lebih capek jasmani dan rohani.
Untuk mengatasinya, alhamdulillah ada assessment untuk menyatakan ‘Kamu siap nggak sih untuk membawa kereta lagi?’. Nah, itu ditanyain oleh pihak kantor. Jadi kita itu curhat juga, apa kira-kira keluh kesah kita. Dan kita siap nggak, sih, untuk membawa kereta lagi gitu. Jadi dari pihak kantor pun juga memastikan ke kita, ‘sudah siap belum untuk membawa kereta kembali’ gitu.
Jadi kita memang terbuka di sini, kalau ada yang kurang nyaman atau kurang sesuatu yang dipikirkan, langsung diomongin. Soalnya kayak saya saja, nih, mau dinas pasti selalu ada assessment, ‘Apakah ada permasalahan hari ini, bagaimana keadaannya sehat atau enggak?' kayak gitu.
5. Bagaimana MRT mendukung perempuan di dunia kerja, kebijakan apa saja yang dimiliki untuk mendukung perempuan terus berkarier? Bagaimana dengan ruang cuti haid, dan ruang laktasi untuk pekerja, apakah perusahaan menyediakan?
Kalau MRT ini alhamdulillah gender equity-nya sangat baik. Di sini ada fasilitas berbagai macam untuk wanita, salah satunya untuk fasilitas antar jemput malam. Tak hanya masinis, tapi karyawan operasional wanita di MRT Jakarta itu mendapatkan fasilitas antar jemput, terus ada cuti haid, cuti hamil dan cuti melahirkan.
Untuk fasilitas, ada cuti haid, cuti melahirkan. Dan saat hamil, karena kami pekerja lapangan, jadi sementara dipindah ke kantor dulu. Kemudian disini ada ruang menyusui juga.
6. Bagaimana peran suami dalam mendukung karier sebagai masinis dan ibu dari anak anak?
Suami saya office hour dari Senin sampai Jumat, seperti biasa Sabtu Minggu libur. Sementara saya ini tentunya nggak libur Sabtu Minggu terus-terusan. Itu cuma beberapa kali saja, dan jadi di saat saya bekerja itu suami yang jaga anak.
Nanti kemudian ketika suami saya bekerja, jika ada waktu, saya yang jaga anak. Lebih ke kita support system saja sih yang harus baik. Karena kita juga jarang ketemu kan waktunya, weekend juga gak bareng, jadi harus memaksimalkan waktu quality time-nya itu bersama suami dan anak.
7. Masinis dianggap sebagai pekerjaan laki-laki, bagaimana tanggapannya dengan stereotip tersebut?
Memang awalnya begini dari lingkungan terdekat saya, kayak ayah saya pun itu bilang, 'Kamu kan perempuan, yakin mau jadi masinis?’ Terus saya bilang ‘Ya karena perusahaan sudah percaya sama saya dan buktinya perusahaan percaya, dan banyak pekerjaan profesional juga yang didominasi oleh perempuan, kenapa kita gak bisa’. Terus akhirnya saya meyakinkan keluarga saya, Alhamdulillah bisa dan mampu.
8. Bersamaan dengan Hari Kartini, sebagai seorang wanita yang saat ini juga memiliki kesempatan bekerja dengan para pria, bagaimana memaknai Hari Kartini?
Hari Kartini ini kalau menurut saya merupakan harinya para perempuan. Harinya di mana para perempuan itu harusnya bangga dengan profesi apapun yang kita miliki. Dan juga kita sudah sampai sejauh ini, kita sudah hebat, dan jangan lupa untuk terus meng-improve diri kita menjadi lebih baik. Kita harus bangga dengan apa yang sudah di dalam diri kita. Kita sudah bertahan sampai sekarang, kamu sudah hebat.
9. Apakah ada tips dan pesan untuk para perempuan dalam mengejar mimpinya meski sudah berumah tangga?
Yang penting jangan pernah menyerah. Mungkin kalau saya sudah menyerah, saya nggak bakal ada di titik ini. Karena dulu kan saya sudah mencoba banyak pintu juga, namun belum ada yang terbuka untuk saya. Dan Alhamdulillah pintu masinis ini yang terbuka untuk saya.
Dan percaya saja bahwa Allah sudah mengatur rezeki kita dengan sedemikian rupa. Rencana Allah pasti jauh lebih baik dari kita harapkan. Jangan lupa terus untuk memotivasi diri sendiri karena itu yang paling penting. Karena kalau kita nggak percaya sama diri kita, siapa lagi yang bakal percaya sama diri kita.
Pesan saya untuk para ibu rumah tangga, kalian tuh hebat banget, karena jujur, saya aja saat libur atau sekarang saya lagi keteteran karena nggak ada asisten rumah tangga, itu sangat rumit. Ibu rumah tangga itu hebat banget karena bisa handle emosi, kontrol pikiran, dan waktunya ini sangat sulit. Jadi kita harus kasih tepuk tangan apresiasi buat para ibu rumah tangga yang keren-keren.
10. Apa harapan untuk para perempuan di Indonesia dalam mengejar mimpinya?
Semoga para perempuan di luar sana dapat termotivasi dengan adanya banyak pekerjaan yang sebelumnya itu didominasi oleh laki-laki. Ini merupakan jalan pembuka bagi banyak pekerjaan lain di luar sana yang nantinya akan bisa dimasuki oleh perempuan.