Suara.com - Rumah joglo di tempat tinggal Anies Baswedan sedang menjadi pembicaraan hangat. Ahmad Dhani mengatakan bahwa genteng dan pendopo rumah Anies adalah kepunyaan Kiyai Ageng Hasan Besari, leluhur dari para kiai ternama Pondok Gontor.
Isu rumah joglo merupakan cagar budaya pertama kali didesuskan Ahmad Dhani. Ia menyebutkan pemerintah daerah Ponorogo akan mengambil beberapa detail arsitektur rumah mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
"Ada desas-desus, Pemerintahan Ponorogo itu mau minta balik (pendopo rumah Anies Baswedan) atas nama cagar budaya,” ungkap Dhani lebih lanjut, dikutip dari akun TikTok @ponorogomu, Selasa, 16 April 2024.
Padahal rumah joglo tersebut menjadi salah satu hal yang menarik di kediaman Anies, bahkan dimanfaatkan bukan hanya oleh dirinya dan keluarga tetapi juga masyarakat sekitar.
Baca Juga: Muncul 3 Nama, PKS Tak Tutup Pintu Buat Anies Di Pilkada DKI
Masyarakat dibuat penasaran dengan kriteria cagar budaya, yang diduga jadi alasan genteng dan pendopo rumah Anies Baswedan bakal diambil Pemda Ponorogo karena disebut milik Kiayi Ageng Hasan Besari.
Seperti diketahui, Kiayi Ageng Hasan Besari adalah nenek moyang kiayi-kiayi besar Pondok Gontor, yaitu pondok pesantren fenomenal di Jawa Timur yang berhasil melahirkan ulama-ulama tersohor Indonesia. Lantas seperti apa kriteria cagar budaya?
Kriteria cagar budaya
Melansir situ Kemendikbud, Rabu (17/4/2024) berdasarkan UU RI No.11 Tahun 2010, disebutkan definisi cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat maupun di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, maupun kebudayaan melalui proses penetapan.
Sedangkan berdasarkan sifatnya cagar budaya bersifat tangible, sehingga warisan budaya yang berwujud konkrit, dapat dilihat dan diraba oleh indra, mempunyai massa dan dimensi yang nyata. Contohnya batu prasasti, candi, nisan makan dan sebagainya disebut dengan cagar budaya.
Baca Juga: Pendopo dan Genteng Rumah Anies Baswedan Mau Diambil Pemda, Berapa Harga Rumahnya?
Penetapan cagar budaya
Namun tidak semua benda bersejarah termasuk dalam cagar budaya, karena harus lebih dulu melalui proses penetapan. Sehingga tanpa proses penetapan, suatu warisan budaya yang bernilai tidak bisa dikatakan sebagai cagar budaya.
Proses penetapan ini dilakukan dengan cara memberikan status cagar budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.
Dari Tim Ahli Cagar Budaya inilah yang pemda baru bisa menetapkan suatu warisan budaya sebagai cagar budaya. Tim Ahli Cagar Budaya ini juga harus memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, hingga penghapusan cagar budaya.
Asal usul genteng pendopo rumah Anies Baswedan
Dalam sebuah podcast, Anies sempat menjelaskan tentang asal usul pendoponya itu. Ia menyebut, tempat ini merupakan sisa-sisa bangunan Ponpes Tegalsari yang terletak di Ponorogo.
Ini adalah sebuah joglo yang tercatat itu 1743. Ini dulunya di kompleks pesantren Tegalsari di Ponorogo, Jawa Timur. Joglo ini digunakan untuk kegiatan belajar mengajar," ujar Anies.
Namun, karena santrinya bertambah banyak dan tempatnya tidak cukup, pendopo itu terbengkalai. Adapun ahli waris menjualnya bukan sebagai pendopo, melainkan kayu bekas.
Singkat cerita, ada rekan Anies yang menemukan kayu-kayu tersebut. Kemudian, benda itu dirangkai ulang dan dititipkan kepadanya hingga kembali dibangun menjadi pendopo.
Pendopo yang ada di Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan itu dulunya merupakan kediaman Kiai Hasan Besari. Ia adalah pendiri Ponpes Tegalsari dan membangun pendopo pada tahun 1973.
Pendopo itu hadiah dari Sultan Pakubuwono II kala Kiai Hasan Besari dinikahkan dengan putrinya. Oleh karena itu, jenisnya berbeda dengan kebanyakan yang ada di Ponorogo.
Jenis pendopo itu adalah Satria Pinayung Lambang Gantung yang sering ditemui dalam komplek keraton Yogyakarta. Tak heran jika pendopo ini berjenis seperti itu karena diberikan oleh Sultan Pakubuwono.