Suara.com - Kiai Hasan Besari tengah disorot usai namanya disebut dalam pengambilan genteng dan pendopo rumah Anies Baswedan. Ia dikatakan sebagai pemilik asli dan pemerintah daerah (pemda) akan mengambilnya.
Hal itu dikarenakan genteng rumah dan pendopo ini dianggap peninggalan sejarah. Pengambilan tersebut lantas membuat sosok Kiai Hasan Besari yang diketahui Pendiri Gontor ikut dikulik.
Siapa Kiai Hasan Besari?
Pemilik nama lengkap Kanjeng Kiai Bagus Hasan Besari diketahui lahir di Ponorogo pada tahun 1729. Ia adalah anak kedua dari Kiai Muhammad Ilyas bin Kiai Ageng Muhammad Besari dari istri pertamanya.
Baca Juga: Pamer Menu Masakan Lebaran, Anies Baswedan Beri Ucapan Manis untuk Ibu-Ibu
Ia hidup dan dibesarkan di lingkungan pondok pesantren (ponpes). Kiai Hasan dikenal sebagai sosok yang alim, penyabar, pandai, dan ahli tirakat. Ia juga diketahui mendirikan salah satu ponpes.
Tempat itu bernama Ponpes Gebang Tinatar yang berada di Tegalsari, Jetis, Ponorogo. Sosoknya ini berpengaruh, khususnya bagi masyarakat yang ada di Ponorogo dan Kasunanan Surakarta.
Sejak muda, Hasan Besari sudah ditunjuk sebagai turunan kiai yang akan meneruskan perjalanan dakwah agama Islam. Dalam tradisi Jawa, ulama atau kiai dianggap berstatus sosial tinggi.
Di sisi lain, Hasan Besari menikahi putri dari Pakubuwono III yakni Bra. Murtosyah. Pernikahan itu terjadi ketika ia berusia 36 tahun dan setelahnya mereka dikaruniai enam orang anak.
Keenam anak Hasan Besari dan Bra Murtosyah itu bernama R.M. Martopoero, R.A. Saribanon, R.A. Martorejo, R.M. Cokronegoro, R.M. Bawadi, serta R.A. Andawiyah.
Baca Juga: Hadiri Open House Anies Baswedan, Baju Koko dan Tas Tom Lembong Curi Perhatian
Di pesantren terkait, Kiai Hasan Ilyas dipecat oleh Pakubuwono IV. Posisinya itu pun digantikan oleh Kiai Hasan Besari. Ia yang lahir di keluarga kiai memang harus siap menjadi pemimpin.
Kiai Hasan Besari lebih banyak mempelajari ilmu dari kakeknya dan para guru di pondok pesantren. Dari para gurunya tersebut, Hasan Besari pun belajar tentang ilmu fiqih, alat, tafsir, dan hadis.
Sebagai seorang guru dari R. Ng. Ronggowarsito, Hasan Besari juga mempunyai pengetahuan di bidang sastra Jawa. Ia kemudian menerapkan pemikiran Hukum Islam di Tegalsari.
Hal itu membuat iri desa-desa lain sekitar Tegalsari dan banyak yang kemudian menirunya. Sunan dari Surakarta lantas menganggap bahwa apa yang dilakukan Hasan adalah sebuah penyelewengan.
Akibatnya, ia ditangkap dan dibawa ke Surakarta. Setelah itu, Hasan Besari ditempatkan di Masjid Agung Surakarta. Ketika itu, para santrinya pun banyak berdatangan untuk menengoknya.
Kontributor : Xandra Junia Indriasti