Suara.com - Tim Hukum Ganjar Pranowo dan Mahfud MD menghadirkan Filsuf Franz Von Magnis atau Romo Magnis dalam Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta pada Selasa (2/4/2024).
Romo Magnis dalam paparannya turut membeberkan sejumlah pelanggaran etika Presiden Joko Widodo alias Jokowi hingga Gibran Rakabuming Raka di Pemilu 2024. Ada kurang lebih lima dosa keduanya yang diungkap oleh Romo Magnis.
1. Pendaftaran Gibran Sebagai Calon Wakil Presiden
Romo Magnis menyinggung perihal pendaftaran Gibran sebagai calon wakil presiden oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu. Ia menyebut jika hal ini sudah termasuk dalam pelanggaran etika berat.
Baca Juga: Gibran Tantang Balik Soal Keterlibatan Jokowi dan Bansos di Sidang MK: Buktikan Saja
Penyebabnya karena pendaftaran Gibran dilaksanakan meskipun Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menetapkan Keputusan MK yang memungkinkan Gibran menjadi calon wakil presiden sebagai pelanggaran etika berat.
"Mendasarkan diri pada keputusan yang diambil dengan pelanggaran etika yang berat merupakan pelanggaran etika yang berat sendiri. Penetapan seseorang sebagai cawapres yang dimungkinkan secara hukum hanya dengan suatu pelanggaran etika berat juga merupakan pelanggaran etika berat," terang Romo Magnis.
2. Nepotisme Presiden
Profesor Filsafat STF Driyakara ini menyebutkan bila seseorang presiden yang menggunakan kekuasaanya untuk menguntungkan keluarganya sendiri merupakan hal sangat sangat memalukan. Pasalnya, hal tersebut membuktikan jika seseorang tersebut tak memiliki wawasan presiden 'Hidupku 100% Demi Rakyatku', tapi hanya memikirkan keluarganya sendiri.
3. Keberpihakan Presiden di Pilpres 2024
Baca Juga: Yusril Ihza Mahendra Tak Menampik Putusan MK yang Buat Gibran Jadi Cawapres Problematik
Romo Magnis turut menyinggung soal keberpihakan Jokowi di Pilpres 2024. Sebagaimana diketahui, putra sulung Jokowi mencalonkan diri sebagai wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
Ia menyebut bila sesungguhnya presiden boleh saja keberpihakan di Pilpres, tapi tidak dengan menggunakan kedudukan dan kekuasaannya untuk meminta para ASN, polisi, militer, dan sejumlah pihak lain untuk mendukung salah satu pasangan calon.
"Begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya, untuk memberi petunjuk pada ASN, polisi, militer, dan lain-lain untuk mendukung salah satu paslon, serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan-perjalanan dalam rangka memberi dukungan kepada paslon itu, dia secara berat melanggar tuntutan etika bahwa dia tanpa membeda-bedakan adalah presiden semua warga negara termasuk semua politisi," terang Romo Magnis.
4. Pembagian Bansos
Filsuf ini juga memapaparkan terkait bantuan sosial (bansos) yang sempat ramai diperbincangkan sebelum Pemilu 2024. Ia mengatakan bila bansos bukanlah milik presiden, tapi milik seluruh rakyat di Tanah Air yang pembagiannya menjadi tanggung jawab kementerian.
Menurutnya, jika ada seorang presiden menggunakan kekuasaannya untuk ikut campur dalam pembagian bansos dalam rangka mengkampanyekan salah satu pasangan calon, maka hal tersebut mirip seperti seorang karyawan yang diam-diam mencuri uang dari kas toko.
"Jika presiden berdasarkan kekuasaannya begitu saja mengambil bansos untuk dibagi-bagi dalam rangka kampanye paslon yang mau dimenangkannya, maka itu mirip dengan seorang karyawan yang diam-diam mengambil uang tunai dari kas toko," kata Romo Magnis.
"Itu juga tanda bahwa dia sudah kehilangan wawasan etika dasarnya tentang jabatan sebagai presiden bahwa kekuasaan yang dia miliki bukan untuk melayani diri sendiri, melainkan melayani seluruh masyarakat," lanjutnya.
5. Manipulasi Pemilu
Terakhir, Romo Magnis menyinggung soal adanya kecurangan hingga manipulasi dalam Pemilu 2024. Ia menyebut jika hal tersebut merupakan pelanggaran etika berat.
"Misalnya waktu untuk memilih diubah atau perhitungan suara dilakukan dengan cara yang tidak semestinya. Praktik semacam itu memungkinkan kecurangan terjadi yang sama dengan sabotase pemilihan rakyat. Jadi suatu pelanggaran etika yang berat," ujar Romo Magnis.